Kenaikan Harga BBM Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga bahan bakar minyak (BBM) dengan menyiapkan skema petroleum fund. Sehingga pemerintah menunda kenaikan harga BBM yang rencananya dilakukan bulan ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan bahwa saat ini dana stabilisasi harga BBM sudah disiapkan. Menurutnya, penyesuaian harga BBM ada baiknya dilakukan per enam bulan atau tidak lagi dilakukan dalam kurun waktu 1-3 bulan.
”Dana (petroleum fund ) sudah disiapkan, jadi Agustus tidak ada kenaikan harga BBM,” kata dia di Jakarta kemarin. Menurut dia, periode penetapan harga BBM selama enam bulan dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi di masyarakat. Pemerintahbaru akan meninjau kembali harga BBM pada November mendatang. ”Harga BBM akan ditinjau lagi November akan seperti apa,” ujarnya.
Dia menyatakan, menjaga stabilitas harga BBM sebagai upaya pemerintah untuk mengantisipasi kerugian PT Pertamina (persero) dalam menjual dan melaksanakan tugas distribusi BBM jenis premium karena tidak sesuai dengan harga keekonomian.
Pertamina telah mengalami kerugian mencapai Rp12 triliun akibat menjual BBM penugasan jenis premium, belum lagi ditambah kerugian menjual BBM subsidi jenis solar sebesar Rp500 miliar sehingga jika ditotal kerugian mencapai Rp12,5 triliun.
”Kalau dilihat dari kerugian, Pertamina sekarang telah mengalami defisit karena menjual lebih rendah dari harga keekonomian. Tapi, saat ini kami ingin mendapatkan stabilitas harga terlebih dahulu, memang yang namanya kebijakan terkadang tidak bisa memuaskan semua orang,” ungkap dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja mengatakan, stabilitasi harga BBM melalui petroleum fund masih dalam kajian lebih lanjut. Petroleum fund diperkirakan baru akan realisasi pada 2016 karena masih menunggu persetujuan Komisi VII DPR.
Lebih lanjut dia mengatakan, penetapan skema juga masih dalam pembahasan, apakah nantinya akan dikelola oleh Kementerian Keuangan, Badan Layanan Umum, atau Pertamina sebagai pelaksana distribusi. Sumber pendanaan juga masih dalam pembahasan, apakah nantinya melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan menata pajak seperti di Thailand dan Malaysia.
”Secara ide besar nanti ada yang di hilir ada yang di hulu. Di hulu untuk eksplorasi. Kalau di hulu, begitu dijual wilayah kerja langsung mendapatkan dana,” jelasnya. Ide besar dari petroleum fund yakni pengambilan pajak dari kegiatan sektor migas.
Adapun, 0 di sektor hilir ada distribusi yang nantinya digunakan menahan stabilitas harga BBM sedangkan di hulu untuk kegiatan eksplorasi. ”Saat harga minyak tinggi pajaknya direndahin, ketika harga minyak rendah pajaknya ditinggiin. Sehingga, harga BBM agak landai, tidak terlalu tajam pergerakannya,” kata dia.
Direktur Eksekutif Rofor- Miners Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan perlu payung hukum apabila ingin menerapkan petroleum fund sebagai wujud ganti rugi badan usaha dalam melaksanakan tugas pemerintah melakukan distribusi BBM. Bila tidak, akan bermasalah dalam transparansi dan akuntabilitasnya. Pengamat energi dari Universitas Trisakti ini pun menegaskan, masih terjadi inkonsistensi dalam penerapan kebijakan harga BBM.
”Kebijakan harga BBM khususnya premium dan solar sebaiknya lebih dipertegas. Apakah disubsidi atau akan secara periodik disesuaikan dengan perkembangan tingkat harga keekonomian yang dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia dan kurs rupiah,” tutupnya.
Nanang wijayanto
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan bahwa saat ini dana stabilisasi harga BBM sudah disiapkan. Menurutnya, penyesuaian harga BBM ada baiknya dilakukan per enam bulan atau tidak lagi dilakukan dalam kurun waktu 1-3 bulan.
”Dana (petroleum fund ) sudah disiapkan, jadi Agustus tidak ada kenaikan harga BBM,” kata dia di Jakarta kemarin. Menurut dia, periode penetapan harga BBM selama enam bulan dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi di masyarakat. Pemerintahbaru akan meninjau kembali harga BBM pada November mendatang. ”Harga BBM akan ditinjau lagi November akan seperti apa,” ujarnya.
Dia menyatakan, menjaga stabilitas harga BBM sebagai upaya pemerintah untuk mengantisipasi kerugian PT Pertamina (persero) dalam menjual dan melaksanakan tugas distribusi BBM jenis premium karena tidak sesuai dengan harga keekonomian.
Pertamina telah mengalami kerugian mencapai Rp12 triliun akibat menjual BBM penugasan jenis premium, belum lagi ditambah kerugian menjual BBM subsidi jenis solar sebesar Rp500 miliar sehingga jika ditotal kerugian mencapai Rp12,5 triliun.
”Kalau dilihat dari kerugian, Pertamina sekarang telah mengalami defisit karena menjual lebih rendah dari harga keekonomian. Tapi, saat ini kami ingin mendapatkan stabilitas harga terlebih dahulu, memang yang namanya kebijakan terkadang tidak bisa memuaskan semua orang,” ungkap dia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja mengatakan, stabilitasi harga BBM melalui petroleum fund masih dalam kajian lebih lanjut. Petroleum fund diperkirakan baru akan realisasi pada 2016 karena masih menunggu persetujuan Komisi VII DPR.
Lebih lanjut dia mengatakan, penetapan skema juga masih dalam pembahasan, apakah nantinya akan dikelola oleh Kementerian Keuangan, Badan Layanan Umum, atau Pertamina sebagai pelaksana distribusi. Sumber pendanaan juga masih dalam pembahasan, apakah nantinya melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan menata pajak seperti di Thailand dan Malaysia.
”Secara ide besar nanti ada yang di hilir ada yang di hulu. Di hulu untuk eksplorasi. Kalau di hulu, begitu dijual wilayah kerja langsung mendapatkan dana,” jelasnya. Ide besar dari petroleum fund yakni pengambilan pajak dari kegiatan sektor migas.
Adapun, 0 di sektor hilir ada distribusi yang nantinya digunakan menahan stabilitas harga BBM sedangkan di hulu untuk kegiatan eksplorasi. ”Saat harga minyak tinggi pajaknya direndahin, ketika harga minyak rendah pajaknya ditinggiin. Sehingga, harga BBM agak landai, tidak terlalu tajam pergerakannya,” kata dia.
Direktur Eksekutif Rofor- Miners Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan perlu payung hukum apabila ingin menerapkan petroleum fund sebagai wujud ganti rugi badan usaha dalam melaksanakan tugas pemerintah melakukan distribusi BBM. Bila tidak, akan bermasalah dalam transparansi dan akuntabilitasnya. Pengamat energi dari Universitas Trisakti ini pun menegaskan, masih terjadi inkonsistensi dalam penerapan kebijakan harga BBM.
”Kebijakan harga BBM khususnya premium dan solar sebaiknya lebih dipertegas. Apakah disubsidi atau akan secara periodik disesuaikan dengan perkembangan tingkat harga keekonomian yang dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia dan kurs rupiah,” tutupnya.
Nanang wijayanto
(ftr)