Kementerian PUPR Bentuk Komisi Irigasi
A
A
A
GROBOGAN - Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan memberdayakan pemerintah daerah dalam rangka mengatasi ancaman kekeringan.
Pemberdayaan tersebut melalui pembentukan Komisi Irigasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR. Direktur Jenderal SDA Kementerian PUPR Mudjiadi mengatakan, ancaman kekeringan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan stakeholder terkait di daerah.
”Selama ini masalah kekeringan sebenarnya ada pada persoalan pendistribusian. Di satu sisi Kementerian PUPR sudah melakukan upaya-upaya persiapan dengan membangun waduk maupun embung di daerah-daerah yang susah air. Tapi kendalanya, masih ada pada persoalan distribusi,” ujar dia saat mengunjungi Waduk Kedung Ombo di Grobogan, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/2015 yang terbit April 2015 tentang Komisi Irigasi, pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi diperlukan dalam rangka menyediakan, mengatur, dan mengelola pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian melalui irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi bawah tanah, maupun irigasi pompa dan tambak.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat SDA Kementerian PUPR Loly Matina Martief mengatakan, langkah tersebut merupakan upaya mengatasi ancaman kekeringan pada tahun-tahun mendatang. Menurut dia, pembentukan Komisi Irigasi diharapkan mampu melibatkan semua pihak, bukan hanya dari unsur pemerintah pusat namun juga dari pemerintah daerah.
”Jaringan irigasi yang besar akan menjadi tanggung jawab di pusat. Sementara untuk irigasi kecil di daerah, akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pembentukan Komisi Irigasi sangat diharapkan bisa menjadi penghubung ketika ancaman kekeringan terjadi sehingga mampu mengambil keputusan terkait pertanian yang memanfaatkan irigasi,” ujar dia.
Selama ini kekeringan yang berdampak terhadap irigasi persawahan padi bisa diminimalisasi dengan mengurangi waktu tanam di sejumlah daerah. Bila waktu tanam berdasarkan curah hujan normal mencapai dua kali dalam setahun, bisa disiasati dengan mengurangi masa tanam sekali dalam setahun serta menggantinya dengan komoditas selain padi.
”Makanya, diperlukan Komisi Irigasi ini. Supaya setiap tahun standarnya sudah jelas mengenai langkah-langkah apa yang akan diambil,” ungkapnya.
Ichsan amin
Pemberdayaan tersebut melalui pembentukan Komisi Irigasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR. Direktur Jenderal SDA Kementerian PUPR Mudjiadi mengatakan, ancaman kekeringan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan stakeholder terkait di daerah.
”Selama ini masalah kekeringan sebenarnya ada pada persoalan pendistribusian. Di satu sisi Kementerian PUPR sudah melakukan upaya-upaya persiapan dengan membangun waduk maupun embung di daerah-daerah yang susah air. Tapi kendalanya, masih ada pada persoalan distribusi,” ujar dia saat mengunjungi Waduk Kedung Ombo di Grobogan, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/2015 yang terbit April 2015 tentang Komisi Irigasi, pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi diperlukan dalam rangka menyediakan, mengatur, dan mengelola pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian melalui irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi bawah tanah, maupun irigasi pompa dan tambak.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat SDA Kementerian PUPR Loly Matina Martief mengatakan, langkah tersebut merupakan upaya mengatasi ancaman kekeringan pada tahun-tahun mendatang. Menurut dia, pembentukan Komisi Irigasi diharapkan mampu melibatkan semua pihak, bukan hanya dari unsur pemerintah pusat namun juga dari pemerintah daerah.
”Jaringan irigasi yang besar akan menjadi tanggung jawab di pusat. Sementara untuk irigasi kecil di daerah, akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pembentukan Komisi Irigasi sangat diharapkan bisa menjadi penghubung ketika ancaman kekeringan terjadi sehingga mampu mengambil keputusan terkait pertanian yang memanfaatkan irigasi,” ujar dia.
Selama ini kekeringan yang berdampak terhadap irigasi persawahan padi bisa diminimalisasi dengan mengurangi waktu tanam di sejumlah daerah. Bila waktu tanam berdasarkan curah hujan normal mencapai dua kali dalam setahun, bisa disiasati dengan mengurangi masa tanam sekali dalam setahun serta menggantinya dengan komoditas selain padi.
”Makanya, diperlukan Komisi Irigasi ini. Supaya setiap tahun standarnya sudah jelas mengenai langkah-langkah apa yang akan diambil,” ungkapnya.
Ichsan amin
(ftr)