Membangun Kemitraan Strategis

Rabu, 19 Agustus 2015 - 09:36 WIB
Membangun Kemitraan...
Membangun Kemitraan Strategis
A A A
Relaksasi rasio loan to value (LTV) dari 70% menjadi 80% yang digelindingkan Bank Indonesia (BI) bukan hanya memberi angin segar kepada nasabah kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, hal itu juga merupakan berkah bagi bank nasional sebagai penyedia KPR dan pengembang (developer) sebagai penyedia rumah.

Bagaimana kiat untuk saling menguntungkan kedua pihak tersebut? Kemitraan strategis yang mesra! Dalam bisnis telah lama dikenal dengan istilah kemitraan strategis (strategic partnership). Untuk meningkatkan bisnis kiriman uang atau remitansi (remittance), terutama dari tenaga kerja Indonesia (TKI), bank nasional menjalin kemitraan strategis dengan bank asing di luar negeri.

Sebut saja, bank-bank Malaysia, Korea, Jepang, Hong Kong, dan negara-negara Timur Tengah (a.l. Arab Saudi, Bahrain, Qatar, UAE, Yordania) sebagai bank pengirim (remitting bank) remitansi ke Indonesia. Bank nasional dapat pula menjalin kerja sama bisnis dengan perusahaan asuransi. Apa hasilnya? Muncullah jasa campuran antara bank dan perusahaan asuransi yang dikenal dengan julukan bancassurance dan unit link.

Bukan hanya itu. Bank nasional menggenjot bisnis kredit kendaraan bermotor (KKB) dengan menggandeng perusahaan pembiayaan (multifinance). Contoh lain, bank nasional membuka kerja sama dengan berbagai toko-toko ritel dalam menerbitkan kartu kredit. Manfaatnya, masyarakat yang berbelanja di toko-toko ritel itu memperoleh potongan (diskon) belanja asalkan menggunakan kartu kredit kerja sama dengan bank tersebut.

Aneka Keuntungan

Nah, bagaimana menjalin kemitraan antara strategis bank nasional dan pengembang? Keuntungan apa saja yang dapat dipetik kedua pihak? Pertama, mengerek pangsa pasar (market share). Pada prinsipnya, kemitraan strategis bertujuan menggenjot dan memperluas pangsa pasar kedua belah pihak.

Ujungnya, laba sangat diharapkan akan meningkat signifikan. Kedua, saling memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, kedua pihak bank nasional dan pengembang perlu melakukan perjanjian kemitraan strategis. Apa yang diharapkan pengembang dari bank nasional sebagai mitra bisnisnya? Sebut saja, memperoleh suku bunga KPR yang relatif lebih rendah daripada bank nasional.

Sudah barang tentu, suku bunga KPR yang lebih rendah akan menarik hati para calon nasabah. Lebih dari itu, pengembang akan memperoleh rekomendasi dari bank nasional dalam program pemasaran KPR. Hal tersebut akan menjadikan pengembang memperoleh layanan khusus dari bank nasional. Dengan bahasa lebih bening, pengembang akan memperoleh layanan proses KPR dengan lebih cepat daripada bank nasional.

Ini penting mengingat layanan yang cepat akan meningkatkan kepercayaan (trust) calon nasabah. Ketiga, dapat menekan biaya pemasaran pengembang. Dengan lahirnya kemitraan strategis, pengembang akan dapat mengurangi biaya pemasaran. Kok bisa? Karena sesungguhnya bank nasional sudah lebih dulu melakukan pemasaran KPR, sekaligus kemitraan strategis dengan beberapa pengembang prioritas.

Pemasaran itu dapat dilakukan melalui laman (website) dan brosur serta event bersama pengembang. Lihat saja, Bank Tabungan Negara (BTN) meluncurkan BTN Property Expo 2015 pada 15-23 Agustus 2015 di Senayan, Jakarta Selatan. Bank pemerintah yang fokus ke KPR itu memberikan kemudahan transaksi KPR. Katakanlah, bebas biaya administrasi, diskon provisi 50%, suku bunga mulai 5%, diskon premi asuransi dan one hour approval. Bahkan, 208 pengembang yang bekerja sama dengan BTN siap memberikan diskon harga pada saat pameran.

Namun, tentu saja pengembang juga mau tak mau harus membenahi diri untuk sanggup menjadi mitra bisnis bank nasional yang jempol. Tegasnya, apa saja syarat kunci untuk menjalin kemitraan strategis dengan bank nasional? Satu, pengembang sudah memiliki pengalaman lebih daripada satu tahun. Ini penting bagi bank nasional mengingat pengalaman itu minimal akan menunjukkan kinerja pengembang selama ini.

Dua, adalah calon lahan proyek perumahan sudah berstatus sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atau sertifikat hak milik (SHM). Kalau belum, pengembang wajib telah mengantongi surat kuasa menjual lahan dari pemilik lahan tersebut. Tiga, bank nasional pasti akan memastikan bahwa sertifikat lahan itu tidak sedang dijaminkan ke bank nasional lainnya.

Selain itu, pengembang, pengurus atau pemilik tidak mempunyai kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL). Sebagai informasi, kolektibilitas perbankan dibagi menjadi lima kategori, yakni satu: kredit lancar; dua: kredit dalam perhatian khusus; tiga: kredit kurang lancar; empat: kredit diragukan; dan lima: kredit macet. Kategori tiga hingga lima merupakan NPL.

Paul Sutaryono
Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI & Alumnus MM-UGM
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0693 seconds (0.1#10.140)