Belanja Pusat dan Daerah Jadi Solusi

Kamis, 20 Agustus 2015 - 08:56 WIB
Belanja Pusat dan Daerah Jadi Solusi
Belanja Pusat dan Daerah Jadi Solusi
A A A
JAKARTA - Belanja pemerintah pusat dan daerah bisa menjadi stimulus jangka pendek untuk meningkatkan laju ekonomi yang melambat tahun ini. Karena itu, realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal, harus dipercepat terutama di daerah.

Selama ini pergerakan ekonomi di daerah mayoritas digerakkan oleh belanja pemerintah. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, pertumbuhan ekonomi di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat mungkin tak terlalu bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena 60% sumber pertumbuhannya berasal dari konsumsi.

”Tapi, APBN dan APBD bisa menciptakan efek pengganda di luar-luar daerah. Bagi luar daerah, APBN dan APBD ini ibarat nasi yang ada di piring. Kalau pemerintah tidak memberikannya, sama saja membiarkan mereka lapar,” kata Bahlil dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L) per 19 Agustus 2015 sudah mencapai lebih dari 50% dari total pagu APBN-P 2015 sebesar Rp1.984,1 triliun. Meski demikian, realisasi penerimaan baru mencapai 46% dari total pagu Rp1.761,6 triliun. ”Kita juga mencoba berusaha betul meningkatkan penerimaan pajak.

Kalau target pajak tak tercapai, kita akan merenggangkan defisit 2,1%. Mungkin (melebar ke) 2,2%, tapi tidak sampai 2,7%. Maksimal defisit APBN boleh 3%,” ujarnya. Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) tersebut juga menyinggung realisasi dana transfer daerah dan dana desa dari pemerintah pusat yang mengendap di daerah.

Dia mengatakan, kepala daerah seharusnya bisa segera mencairkan dana tersebut untuk membangun daerah. Mardiasmo pun menambahkan, dalam RAPBN 2016 pemerintah akan mengalokasikan dana transfer daerah dan dana desa lebih besar daripada belanja K/L di pusat. Langkah pemerintah untuk mendesentralisasi fiskal tersebut dinilainya perlu dioptimalkan oleh pemda untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerahnya masing-masing.

Fokus Dorong Industrialisasi

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Rosan PRoeslanimengatakan, ekonomi Indonesia saat ini mengalami tantangan berat dari faktor eksternal, terutama anjloknya harga komoditasdipasarinternasional. Perlambatan ekonomi dan depresiasi rupiah dinilainya perlu dicarikan solusi yang bersifat jangka panjang. Rosan menyebut, pemerintah perlu mendorong industrialisasi yang selama beberapa tahun terakhir dilupakan karena menikmati tingginya harga komoditas.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan hanya bisa ditopang oleh industri yang kuat. ”Selama 10 tahun kita mengalami deindustrialisasi. Jangan hanya mencari pemecahan yang temporer. Menurut saya, menaikkan suku bunga dan sejenisnyahanyatambalsulam. Mengapa kita terus impor sehingga menekan rupiah? Ya, karena tidak ada industrinya,” ungkapnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, kunci mendorong ekonomi adalah meningkatkan daya saing. Dia menyebut salah satu tantangan ekonomi nasional sekarang dan masa depan adalah kurangnya kemandirian di berbagai bidang, termasuk pangan dan energi. ”Kita ini budayanya impor. Kitaenggakbisatergantungpada impor. Tapi, membangun industrijugaperluenergi. Energi krisis, industri susah. Listrik memadai, infrastruktur membaik, industri terdorong,” pungkasnya.

Rahmat fiansyah
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4757 seconds (0.1#10.140)