Pengamat Akui Proyek Listrik 35.000 MW Sulit Tercapai
A
A
A
JAKARTA - Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso mengakui, proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memang sulit tercapai.
Hal tersebut dikatakan menanggapi pernyataan Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang pesimistis bahwa proyek listrik cita-cita pemerintah tersebut dapat terealisasi.
"Sebenarnya kalau kita lihat dari apa yang sudah terjadi kayak program 10.000 MW, kalau pemerintah tidak melakukan perubahan secara substansial maka 35.000 MW itu bisa susah dicapai," katanya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Dia mengungkapkan, saat ini berbagai kendala substansial menjadi ganjalan terbesar dalam proyek listrik 35.000 MW. Kendala substansial tersebut, di antaranya proses perizinan, pembebasan lahan, harga serta ego sektoral antara PT PLN (Persero) dan pemerintah daerah.
"Jadi, kalau itu tidak dirombak secara revolusi, 35.000 MW tidak akan mungkin terwujud. Kendala-kendala itu banyak kalau hanya mengacu business as usual," imbuh dia.
Selain itu, Budi menyayangkan keputusan pemerintah untuk membangun proyek listrik 35.000 MW dengan komponen 50% berbasis batu bara dan 50% berbasis gas. Seharusnya, menurut dia, proyek listrik 35.000 MW seluruhnya berbasis batu bara, mengingat Indonesia saat ini kelebihan batu bara.
"Sudah tahu bahwa kita kelebihan batu bara, kenapa kok enggak 100% batu bara saja? Itu lebih mudah untuk mencapai pembangkit dengan daya yang tinggi," terangnya.
Menurut dia, batu bara juga membutuhkan teknologi yang lebih mudah serta harga yang relatif terjangkau ketimbang gas.
"Karena gas itu kan mahal dan mending gas itu dipakai untuk kepentingan lain seperti untuk pupuk, industri petrokimia, biarkan batu bara untuk bahan bakar," tandasnya.
Hal tersebut dikatakan menanggapi pernyataan Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang pesimistis bahwa proyek listrik cita-cita pemerintah tersebut dapat terealisasi.
"Sebenarnya kalau kita lihat dari apa yang sudah terjadi kayak program 10.000 MW, kalau pemerintah tidak melakukan perubahan secara substansial maka 35.000 MW itu bisa susah dicapai," katanya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Dia mengungkapkan, saat ini berbagai kendala substansial menjadi ganjalan terbesar dalam proyek listrik 35.000 MW. Kendala substansial tersebut, di antaranya proses perizinan, pembebasan lahan, harga serta ego sektoral antara PT PLN (Persero) dan pemerintah daerah.
"Jadi, kalau itu tidak dirombak secara revolusi, 35.000 MW tidak akan mungkin terwujud. Kendala-kendala itu banyak kalau hanya mengacu business as usual," imbuh dia.
Selain itu, Budi menyayangkan keputusan pemerintah untuk membangun proyek listrik 35.000 MW dengan komponen 50% berbasis batu bara dan 50% berbasis gas. Seharusnya, menurut dia, proyek listrik 35.000 MW seluruhnya berbasis batu bara, mengingat Indonesia saat ini kelebihan batu bara.
"Sudah tahu bahwa kita kelebihan batu bara, kenapa kok enggak 100% batu bara saja? Itu lebih mudah untuk mencapai pembangkit dengan daya yang tinggi," terangnya.
Menurut dia, batu bara juga membutuhkan teknologi yang lebih mudah serta harga yang relatif terjangkau ketimbang gas.
"Karena gas itu kan mahal dan mending gas itu dipakai untuk kepentingan lain seperti untuk pupuk, industri petrokimia, biarkan batu bara untuk bahan bakar," tandasnya.
(rna)