Tak Perlu Khawatir, 17 Mata Uang Lebih Anjlok dari Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Pengamat valuta asing (valas) Nico Omer mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi saat ini. Pasalnya, pelemahan tersebut bersifat sementara dan Indonesia tidak menjadi yang terburuk.
Dia mengatakan, sejak pemerintah China melakukan penurunan nilai mata uang (devaluasi) yuan pada dua pekan lalu, mata uang Garuda sejatinya termasuk sebagai salah satu mata uang di negara berkembang yang masih mampu bertahan. Sementara terdapat 17 mata uang lain di luar rupiah yang anjlok hingga di atas 3%.
"Tidak perlu dikhawatirkan sama sekali karena kalau saya melihat, sejak devaluasi yuan dilakukan dua minggu lalu kita sebetulnya salah satu currency di negara berkembang yang bertahan. Ada 17 currency yang melemah di atas 3%. Kita sendiri rupiah tidak," katanya di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Menurut dia, kondisi nilai tukar rupiah secara makro ekonomi masih cukup bagus ketimbang mata uang lainnya di dunia. Terlebih, Bank Indonesia (BI) sudah melakukan sejumlah upaya agar pelemahan rupiah tidak semakin dalam, salah satunya dengan diterbitkannya kembali Surat Utang Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9-12 bulan.
"BI juga saya kasih jempol karena mereka melakukan pekerjaan yang sangat bagus. Mereka masuk ke pasar obligasi, di mana mereka menyerap kelebihannya dan saya rasa itu sangat bagus untuk menstabilkan pasar saat ini," terang dia.
Vice President Research & Analysis Asia Securities ini menambahkan, pelemahan rupiah juga seiring pelemahan mata uang lainnya di Asia, sehingga rupiah tidak melemah sendiri.
"Apalagi pelemahan juga seiring pelemahan mata uang yang lain di Asia. Kalau kita lihat yang lebih terpuruk itu ringgit Malaysia. Saya pikir kita sendiri masih relatif oke dan secara makro stabilisasi rupiah ini masih cukup bagus," tandasnya.
Baca:
Rupiah Terus Bertahan di Zona Merah Siang Ini
Mata Uang Afrika Selatan Anjlok Terbesar Sejak 2011
Mata Uang dengan Koreksi Tertajam Sejak Devaluasi Yuan
Dia mengatakan, sejak pemerintah China melakukan penurunan nilai mata uang (devaluasi) yuan pada dua pekan lalu, mata uang Garuda sejatinya termasuk sebagai salah satu mata uang di negara berkembang yang masih mampu bertahan. Sementara terdapat 17 mata uang lain di luar rupiah yang anjlok hingga di atas 3%.
"Tidak perlu dikhawatirkan sama sekali karena kalau saya melihat, sejak devaluasi yuan dilakukan dua minggu lalu kita sebetulnya salah satu currency di negara berkembang yang bertahan. Ada 17 currency yang melemah di atas 3%. Kita sendiri rupiah tidak," katanya di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Menurut dia, kondisi nilai tukar rupiah secara makro ekonomi masih cukup bagus ketimbang mata uang lainnya di dunia. Terlebih, Bank Indonesia (BI) sudah melakukan sejumlah upaya agar pelemahan rupiah tidak semakin dalam, salah satunya dengan diterbitkannya kembali Surat Utang Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9-12 bulan.
"BI juga saya kasih jempol karena mereka melakukan pekerjaan yang sangat bagus. Mereka masuk ke pasar obligasi, di mana mereka menyerap kelebihannya dan saya rasa itu sangat bagus untuk menstabilkan pasar saat ini," terang dia.
Vice President Research & Analysis Asia Securities ini menambahkan, pelemahan rupiah juga seiring pelemahan mata uang lainnya di Asia, sehingga rupiah tidak melemah sendiri.
"Apalagi pelemahan juga seiring pelemahan mata uang yang lain di Asia. Kalau kita lihat yang lebih terpuruk itu ringgit Malaysia. Saya pikir kita sendiri masih relatif oke dan secara makro stabilisasi rupiah ini masih cukup bagus," tandasnya.
Baca:
Rupiah Terus Bertahan di Zona Merah Siang Ini
Mata Uang Afrika Selatan Anjlok Terbesar Sejak 2011
Mata Uang dengan Koreksi Tertajam Sejak Devaluasi Yuan
(rna)