MNC Bank Siapkan Strategi Atasi Kredit Macet

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 19:28 WIB
MNC Bank Siapkan Strategi...
MNC Bank Siapkan Strategi Atasi Kredit Macet
A A A
JAKARTA - PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) atau MNC Bank menyiapkan strategi untuk mengamankan risiko kredit macet yang semakin tinggi seiring tren perlambatan ekonomi nasional yang terus terjadi.

Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross perseroan per Agustus sudah mencapai 3,7% dan NPL nett mencapai 3,2%.

Presiden Direktur Bank MNC Benny Purnomo mengatakan, pihaknya masih optimistis melakukan ekspansi bisnis dengan sangat hati hati. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD dan masih buruknya kondisi perekonomian dalam negeri membuat kenaikan NPL perbankan nasional semakin berat.

Meski demikian, perseroan telah menyiapkan strategi untuk mengatasi risiko yang muncul. "Kami terus ekspansi kredit namun dengan sangat selektif. Kami masih optimistis. Ini terbukti dari aset dan simpanan yang tetap naik meski tidak signifikan karena kehati hatian," ujar Benny saat ditemui di Jakarta, Jumat (28/8/2015).

Dia mengakui strategi utamanya yaitu dengan semakin selektif untuk menyalurkan kredit hanya kepada nasabah potensial. Dia juga telah menghentikan pemberian pinjaman valas kepada nasabah yang menghasilkan pendapatan dalam rupiah. Nasabah segmen ini disebutnya sangat berisiko di kondisi saat ini.

"Kami beruntung eksposur kredit valas hanya 12% dari total kredit. Kami hanya melayani valas untuk nasabah yang pendapatannya dalam USD. Sehingga kecukupan modal atau CAR tidak tergerus signifikan," katanya.

Selain itu, pihaknya juga semakin rutin mengawasi dengan 50 debitur terbesarnya. Sehingga dalam sepekan setidaknya dua kali para account officer harus memberikan info terkini mengenai kliennya.

Sementara, kepada 100 nasabah simpanan juga dilakukan komunikasi intensif mengenai kabar terkini dari kesehatan perseroan. Karena berita negatif dapat cepat menjadi risiko besar di saat kondisi tidak menentu seperti sekarang.

"Kami coba kontrol persepsi nasabah apabila ada kabar miring soal kesehatan bank ini. Lalu kami juga tegas untuk nasabah pengemplang yang sebenarnya mampu, tapi menunggak cicilan kredit. Kami tegas menggunakan jalur hukum dan polisi. Lalu kami siap eksekusi lelang jaminan nasabah apabila nasabah tidak merespon teguran kami," ujar dia.

Benny mengatakan, tujuan bank melelang jaminan hanya ingin menyelamatkan dengan menutupi kredit macet bukan untuk menyengsarakan nasabah. Prosedur tetap dilakukan dari pemberian tiga surat peringatan hingga tahap eksekusi. Petugas lelang juga akan melihat prosedur hukum hingga lengkap lalu baru dilelang dan pemenang lelang berhak atas barang tersebut.

"Proses eksekusi akan dilakukan setelah nasabah jelas tidak mampu bayar, tidak semena mena. Ada settlement karena juga bisa dilakukan restrukturisasi kredit kalau ada harapan. Namun ada juga nasabah yang tidak punya itikad baik meski mampu. Kami tidak bertanggung jawab atas kebijakan direksi kepada karyawan mereka. Itu tidak ada hubungannya dengan bank," jelas dia.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis kondisi perbankan masih cukup kuat menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon yang mengatakan, pihaknya masih terus memantau dampak pelemahan Rupiah terhadap NPL.

Otoritas masih optimistis industri perbankan masih mampu menahan gejolak nilai tukar baik secara langsung dalam kredit valas ataupun lesunya perekonomian nasional.

"Kita akan terus monitor dampaknya ke NPL perbankan dan dampak lainnya juga. Tapi saya masih yakin, bank nasional masih cukup kuat menghadapi kurs seperti sekarang," ujar Nelson saat dihubungi beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dia menjelaskan, untuk dampak risiko terhadap bank bank BUKU 1 atau 2 masih dinilai tidak signifikan. Karena, bank segmen tersebut masih memiliki eksposur valas yang kecil sehingga dampaknya tidak terlalu berisiko bagi industri bank nasional. Posisi NPL gross per Juni masih di level 2,46% dan 1,25% untuk NPL net.

"Jadi kami masih yakin akan ada di bawah 3% hingga akhir tahun, kecuali ekonomi makro kita merosot sangat dalam. Pasti NPL perbankan terpengaruh lebih besar. Sedangkan bank kecil, umumnya bukan bank devisa. Kalaupun sudah jadi bank devisa, umumnya tidak punya exposure valas yang besar. Jadi menurut saya tidak terlalu banyak pengaruh," tandas Nelson.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5386 seconds (0.1#10.140)