Daya Beli Melemah, Inflasi Agustus Hanya 0,39%
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Agustus 2015 relatif rendah, hanya 0,39%. Melemahnya daya beli masyarakat dinilai turut menjadi penyebab rendahnya inflasi bulan lalu.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, rendahnya inflasi pada Agustus merupakan fenomena musiman pasca-Lebaran. Namun, tegas dia, lesunya daya beli masyarakat juga turut menyumbang rendahnya inflasi.
”Penurunan daya beli terlihat dari berbagai indikator seperti penjualan ritel turun, penjualan mobil turun. Hari ini (kemarin) buruh berunjuk rasa yang menunjukkan kehidupan mereka semakin susah,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut Eko, penurunan daya beli menimpa masyarakat berpendapatan tetap dan rendah. Gejolak harga bahan makanan menurut dia juga ikut mengganggu daya beli masyarakat menengah ke bawah, karena 70-80% pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi.
Eko menambahkan, jika daya beli terus melemah, maka target inflasi 4% plus minus 1% berpeluang dicapai sampai akhir tahun, namun bukanlah sebuah prestasi. ”Ini tidak bagus, (inflasi) rendah tapi bukan karena hasil dari kebijakan stabilisasi (harga),” tandasnya.
Sementara, dalam jumpa pers mengenai perkembangan inflasi di kantornya kemarin, Kepala BPS Suryamin mengatakan bahwa rendahnya inflasi pada Agustus terjadi karena kondisi alamiah pasca- Lebaran pada bulan Juli. Dia menyanggah rendahnya inflasi disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat.
”Saya tidak menduga ini (karena) penurunan daya beli. Tapi memang, di daerah-daerah harga cukup terkendali. Beberapa daerah bahkan deflasi,” ujar Suryamin. Suryamin menyebutkan, beberapa barang yang mengalami deflasi atau penurunan harga antara lain bawang merah (-15,92%), tomat sayur (- 8,04%), tarif angkutan udara (- 4,7%), tarif kereta api (-5,46%), dan tarif angkutan antar-kota (-6,08%).
Meski mengalami deflasi, permintaan akan barang-barang tersebut tidak menurun. ”Jumlah penumpang angkutan udara misalnya, itu masih tinggi. Bahkan, tertinggi dalam 68 bulan terakhir,” tuturnya.
Sementara, faktor yang mendorong inflasi pada Agustus menurutnya adalah kenaikan rata-rata harga di kelompok harga bahan makanan sebesar 0,91%. Kemudian, kenaikan rata-rata harga kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 1,72% juga ikut menyumbang inflasi karena mulai memasuki tahun ajaran baru.
Harga barang-barang yang mendorong inflasi bulan Agustus antara lain daging ayam ras (+6,08%), beras (+1,6%), cabai rawit (+24,01%), uang SD (+4,75%), SMP (+5,40%), SMA (+4,11%), uang kuliah akademi/ perguruan tinggi (+0,57%). Secara umum, lanjut dia, inflasi barang-barang yang terkait bahan makanan disebabkan oleh kurangnya pasokan.
Suryamin mengatakan, dari 82 kota yang disurvei, 59 kota mengalami inflasi dan 23 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan 2,29% sementara deflasi tertinggi terjadi Ambon sebesar 1,77%. Berdasarkan data BPS, tingkat inflasi pada tahun kalender (Januari-Agustus) 2015 mencapai 2,29%.
Sementara, tingkat inflasi secara tahunan (Agustus 2015 dibandingkan Agustus 2014) sudah mencapai 7,18%. Suryamin tak menampik bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpengaruh terhadap inflasi terhadap barang-barang impor. Tapi, sepanjang pemakaian barang impor dapat dikendalikan dorongannya terhadap inflasi pun bisa ditekan rendah.
Terpisah, Bank Indonesia (BI) menyatakan optimismenya target inflasi pada 2015 akan tercapai melihat perkembangan inflasi hingga Agustus yang relatif rendah. ”Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Agustus, BI memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4% plus minus 1% dapat dicapai dengan dukungan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara kemarin.
Tirta menuturkan, sebagaimana pola koreksi harga pasca- Lebaran, inflasi Agustus 2015 mengalami perlambatan. Hal tersebut didorong oleh deflasi kelompok barang-barang yang diatur pemerintah (administered prices ) dan inflasi inti yang relatif terkendali.
Tekanan inflasi inti menurutnya masih cukup terkendali didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjaga dan kegiatan ekonomi domestik yang melambat.
Rahmat fiansyah/ Kunthi fahmar sandy
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, rendahnya inflasi pada Agustus merupakan fenomena musiman pasca-Lebaran. Namun, tegas dia, lesunya daya beli masyarakat juga turut menyumbang rendahnya inflasi.
”Penurunan daya beli terlihat dari berbagai indikator seperti penjualan ritel turun, penjualan mobil turun. Hari ini (kemarin) buruh berunjuk rasa yang menunjukkan kehidupan mereka semakin susah,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut Eko, penurunan daya beli menimpa masyarakat berpendapatan tetap dan rendah. Gejolak harga bahan makanan menurut dia juga ikut mengganggu daya beli masyarakat menengah ke bawah, karena 70-80% pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi.
Eko menambahkan, jika daya beli terus melemah, maka target inflasi 4% plus minus 1% berpeluang dicapai sampai akhir tahun, namun bukanlah sebuah prestasi. ”Ini tidak bagus, (inflasi) rendah tapi bukan karena hasil dari kebijakan stabilisasi (harga),” tandasnya.
Sementara, dalam jumpa pers mengenai perkembangan inflasi di kantornya kemarin, Kepala BPS Suryamin mengatakan bahwa rendahnya inflasi pada Agustus terjadi karena kondisi alamiah pasca- Lebaran pada bulan Juli. Dia menyanggah rendahnya inflasi disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat.
”Saya tidak menduga ini (karena) penurunan daya beli. Tapi memang, di daerah-daerah harga cukup terkendali. Beberapa daerah bahkan deflasi,” ujar Suryamin. Suryamin menyebutkan, beberapa barang yang mengalami deflasi atau penurunan harga antara lain bawang merah (-15,92%), tomat sayur (- 8,04%), tarif angkutan udara (- 4,7%), tarif kereta api (-5,46%), dan tarif angkutan antar-kota (-6,08%).
Meski mengalami deflasi, permintaan akan barang-barang tersebut tidak menurun. ”Jumlah penumpang angkutan udara misalnya, itu masih tinggi. Bahkan, tertinggi dalam 68 bulan terakhir,” tuturnya.
Sementara, faktor yang mendorong inflasi pada Agustus menurutnya adalah kenaikan rata-rata harga di kelompok harga bahan makanan sebesar 0,91%. Kemudian, kenaikan rata-rata harga kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 1,72% juga ikut menyumbang inflasi karena mulai memasuki tahun ajaran baru.
Harga barang-barang yang mendorong inflasi bulan Agustus antara lain daging ayam ras (+6,08%), beras (+1,6%), cabai rawit (+24,01%), uang SD (+4,75%), SMP (+5,40%), SMA (+4,11%), uang kuliah akademi/ perguruan tinggi (+0,57%). Secara umum, lanjut dia, inflasi barang-barang yang terkait bahan makanan disebabkan oleh kurangnya pasokan.
Suryamin mengatakan, dari 82 kota yang disurvei, 59 kota mengalami inflasi dan 23 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan 2,29% sementara deflasi tertinggi terjadi Ambon sebesar 1,77%. Berdasarkan data BPS, tingkat inflasi pada tahun kalender (Januari-Agustus) 2015 mencapai 2,29%.
Sementara, tingkat inflasi secara tahunan (Agustus 2015 dibandingkan Agustus 2014) sudah mencapai 7,18%. Suryamin tak menampik bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpengaruh terhadap inflasi terhadap barang-barang impor. Tapi, sepanjang pemakaian barang impor dapat dikendalikan dorongannya terhadap inflasi pun bisa ditekan rendah.
Terpisah, Bank Indonesia (BI) menyatakan optimismenya target inflasi pada 2015 akan tercapai melihat perkembangan inflasi hingga Agustus yang relatif rendah. ”Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Agustus, BI memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4% plus minus 1% dapat dicapai dengan dukungan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara kemarin.
Tirta menuturkan, sebagaimana pola koreksi harga pasca- Lebaran, inflasi Agustus 2015 mengalami perlambatan. Hal tersebut didorong oleh deflasi kelompok barang-barang yang diatur pemerintah (administered prices ) dan inflasi inti yang relatif terkendali.
Tekanan inflasi inti menurutnya masih cukup terkendali didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjaga dan kegiatan ekonomi domestik yang melambat.
Rahmat fiansyah/ Kunthi fahmar sandy
(ftr)