Alfamart Siapkan Strategi Jaga Pertumbuhan Bisnis
A
A
A
JAKARTA - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) menyiapkan beberapa strategi untuk menjaga pertumbuhan bisnis di tengah perlambatan ekonomi yang juga menyerang industri ritel tahun ini.
Presiden Direktur Alfamart, Anggara Hans Prawira mengatakan, untuk menghadapi pelemahan daya beli perusahaan menerapkan beberapa strategi. Antara lain, menambah jumlah toko, memanfaatkan teknologi informasi, mengoptimalkan lini bisnis di luar negeri dan pilihan terakhir adalah menaikkan harga jual ke konsumen.
"Opsi terakhir dilakukan ketika suplier atau pemasok menaikkan harga ke Alfamart. Mau tidak mau, kami juga menaikkan harga jual ke konsumen. Biasanya di kisaran 4 hingga 10%," ujarnya.
Meskipun produk yang dipasarkan di toko Alfamart merupakan produk lokal, namun beberapa di antaranya menggunakan bahan baku impor. Akibatnya, ikut terkena imbas pada saat rupiah melemah.
Hans mengakui, opsi menaikkan harga bisa menurunkan daya beli konsumen yang berujung pada melambatnya pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan.
Namun, agar roda bisnis tetap berjalan Alfamart memanfaatkan perangkat teknologi, seperti tablet. Tujuannya, guna mengefisiensikan penggunaan kertas dalam setiap laporan transaksi bisnis.
Tak hanya itu, perusahaan ritel ini juga terus menambah toko untuk meningkatkan volume penjualan barang. “Targetnya secara nasional, sekitar 1.200 toko baru sepanjang 2015," terang Hans.
Ekonomi yang lesu juga tidak membuat perusahaan menghentikan ekspansi toko di luar negeri. Hans menyebut, pihaknya akan membuka 100 toko Alfamart di Filipina pada semester II/2015. “Hingga semester pertama, perusahaan telah membuka 60 gerai Alfamart di Filipina,” ujarnya.
Atas kehadiran toko Alfamart di luar negeri, pihaknya berharap bisa menggenjot ekspor produk-produk lokal ke luar negeri. Rupiah yang melemah diharapkan bisa membuat harga produk ekspor ini bersaing.
Hans menambahkan, kondisi perekonomian saat ini adalah tantangan bagi peritel. Karena itu, perusahaan tidak mematok target yang muluk tahun ini. “Target pertumbuhan kami hanya sekitar 6 hingga 10%,” terang Hans.
Dia menegaskan untuk menggairahkan perekonomian nasional tidak cukup hanya mengandalkan festive season, yakni momen Ramadan dan Lebaran. Peritel sangat menunggu belanja pemerintah (government spending).
“Saya berharap anggaran belanja pemerintah segera digulirkan agar mendongkrak daya beli. Proyek infrastruktur yang belum dijalankan pemerintah, misalnya, bisa menstimulus daya beli masyarakat,” jelasnya.
Pemasok Naikkan Harga
Salah satu pemasok peritel, yakni Unilever, dikabarkan mulai menaikkan harga jual sejumlah produk dengan rata-rata 1%, per Agustus 2015. Menurut KDB Daewoo, manajemen Unilever, dalam wawancara sebelumnya, ada tiga strategi utama untuk menghadapi tantangan tahun ini.
Pertama, meningkatkan marjin. Contohnya, melalui promosi penjualan. Kedua, memperkuat jaringan distribusi dengan menambah fasilitas di area yang sudah dikuasai. Ketiga, meluncurkan produk baru untuk mendongkrak marjin keuntungan.
Presiden Direktur Alfamart, Anggara Hans Prawira mengatakan, untuk menghadapi pelemahan daya beli perusahaan menerapkan beberapa strategi. Antara lain, menambah jumlah toko, memanfaatkan teknologi informasi, mengoptimalkan lini bisnis di luar negeri dan pilihan terakhir adalah menaikkan harga jual ke konsumen.
"Opsi terakhir dilakukan ketika suplier atau pemasok menaikkan harga ke Alfamart. Mau tidak mau, kami juga menaikkan harga jual ke konsumen. Biasanya di kisaran 4 hingga 10%," ujarnya.
Meskipun produk yang dipasarkan di toko Alfamart merupakan produk lokal, namun beberapa di antaranya menggunakan bahan baku impor. Akibatnya, ikut terkena imbas pada saat rupiah melemah.
Hans mengakui, opsi menaikkan harga bisa menurunkan daya beli konsumen yang berujung pada melambatnya pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan.
Namun, agar roda bisnis tetap berjalan Alfamart memanfaatkan perangkat teknologi, seperti tablet. Tujuannya, guna mengefisiensikan penggunaan kertas dalam setiap laporan transaksi bisnis.
Tak hanya itu, perusahaan ritel ini juga terus menambah toko untuk meningkatkan volume penjualan barang. “Targetnya secara nasional, sekitar 1.200 toko baru sepanjang 2015," terang Hans.
Ekonomi yang lesu juga tidak membuat perusahaan menghentikan ekspansi toko di luar negeri. Hans menyebut, pihaknya akan membuka 100 toko Alfamart di Filipina pada semester II/2015. “Hingga semester pertama, perusahaan telah membuka 60 gerai Alfamart di Filipina,” ujarnya.
Atas kehadiran toko Alfamart di luar negeri, pihaknya berharap bisa menggenjot ekspor produk-produk lokal ke luar negeri. Rupiah yang melemah diharapkan bisa membuat harga produk ekspor ini bersaing.
Hans menambahkan, kondisi perekonomian saat ini adalah tantangan bagi peritel. Karena itu, perusahaan tidak mematok target yang muluk tahun ini. “Target pertumbuhan kami hanya sekitar 6 hingga 10%,” terang Hans.
Dia menegaskan untuk menggairahkan perekonomian nasional tidak cukup hanya mengandalkan festive season, yakni momen Ramadan dan Lebaran. Peritel sangat menunggu belanja pemerintah (government spending).
“Saya berharap anggaran belanja pemerintah segera digulirkan agar mendongkrak daya beli. Proyek infrastruktur yang belum dijalankan pemerintah, misalnya, bisa menstimulus daya beli masyarakat,” jelasnya.
Pemasok Naikkan Harga
Salah satu pemasok peritel, yakni Unilever, dikabarkan mulai menaikkan harga jual sejumlah produk dengan rata-rata 1%, per Agustus 2015. Menurut KDB Daewoo, manajemen Unilever, dalam wawancara sebelumnya, ada tiga strategi utama untuk menghadapi tantangan tahun ini.
Pertama, meningkatkan marjin. Contohnya, melalui promosi penjualan. Kedua, memperkuat jaringan distribusi dengan menambah fasilitas di area yang sudah dikuasai. Ketiga, meluncurkan produk baru untuk mendongkrak marjin keuntungan.
(dmd)