Ikut Proyek Kereta Cepat, Rini Ajukan Syarat untuk Jepang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan pihaknya masih membuka kemungkinan untuk Jepang bergabung dengan proyek kereta cepat yang digarap BUMN. Syaratnya, Negeri Sakura tersebut mengikuti ketetapan yang ditentukan pemerintah.
Dia mengungkapkan, proposal kereta cepat yang diajukan Jepang mensyaratkan jaminan dari pemerintah. Sebab berdasarkan hasil studi kelayakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tahap I yang dilakukan beberapa waktu lalu, Jepang menyatakan proyek kereta cepat memiliki tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) negatif.
Dengan demikian proyek tersebut tidak menguntungkan, sehingga pembangunan tidak bisa diserahkan sepenuhnya ke swasta dan harus ada jaminan dari pemerintah. "Jadi kalau Jepang ingin ikut dalam proses ini, tentunya harus menghilangkan keharusannya menggunakan permintaan jaminan pemerintah," katanya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (4/9/2015).
Proposal Negeri Matahari Terbit itu, lanjutnya, juga mensyaratkan bahwa dana yang dipinjamkan untuk menggarap proyek tersebut harus diberikan kepada pemerintah terlebih dahulu, baru diserahkan ke BUMN oleh pemerintah.
Padahal, proyek ini melarang penggunaan dana dari pemerintah baik dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) langsung atau dengan cara apapun. "Yang ditekankan sejak awal, tidak akan ada jaminan pemerintah dari dana APBN," tegas dia.
Rini membandingkan proposal yang diajukan Jepang dengan proposal kereta cepat yang diajukan China. Negeri Tirai Bambu sama sekali tidak meminta jaminan dari pemerintah untuk menggarap proyek tersebut. "Itu perbedaan yang sangat utama. Sangat penting itu," imbuh dia.
Selain itu, China juga mengucurkan langsung pinjaman dananya kepada BUMN, tanpa melalui perantara pemerintah seperti yang dilakukan Jepang. "Kalau dari China (pinjaman) langsung ke BUMN, sehingga tidak ada pendanaan dari pemerintah. Karena tidak ada dalam hal ini pinjamannya melalui pemerintah," terangnya.
Dia menambahkan, kendati saat ini belum ada keputusan mengenai partner asing yang akan digandeng untuk proyek kereta cepat tersebut, namun dipastikan bahwa nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) yang dilakukan pemerintah dengan China Development Bank (CDB) terkait pinjaman dana untuk proyek BUMN sebesar USD20 miliar beberapa waktu lalu tidak dibatalkan.
Hanya saja, Rini meminta proposal tersebut diperbaiki lantaran pemerintah memutuskan untuk menurunkan kecepatan kereta cepat menjadi medium speed train. Artinya, China masih memiliki peluang besar untuk menjadi rekanan perusahaan pelat merah untuk menggarap proyek kereta cepat tersebut.
"Enggak ada pembatalan apa-apa (soal MoU dengan China). Kita menganalisa secara mendalam dua proposal ini. Tetapi kita hanya mengatakan ke mereka harus ada perbaikan sedikit. Karena harus ada kalkulasi mengenai kereta cepat yang mungkin speednya lebih rendah dari yang mereka usulkan," pungkasnya.
Baca juga:
Ini Alasan Rini Ngotot Bangun Kereta Cepat
Rini Pastikan Kereta Cepat Akan Dibangun BUMN
Dia mengungkapkan, proposal kereta cepat yang diajukan Jepang mensyaratkan jaminan dari pemerintah. Sebab berdasarkan hasil studi kelayakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tahap I yang dilakukan beberapa waktu lalu, Jepang menyatakan proyek kereta cepat memiliki tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) negatif.
Dengan demikian proyek tersebut tidak menguntungkan, sehingga pembangunan tidak bisa diserahkan sepenuhnya ke swasta dan harus ada jaminan dari pemerintah. "Jadi kalau Jepang ingin ikut dalam proses ini, tentunya harus menghilangkan keharusannya menggunakan permintaan jaminan pemerintah," katanya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (4/9/2015).
Proposal Negeri Matahari Terbit itu, lanjutnya, juga mensyaratkan bahwa dana yang dipinjamkan untuk menggarap proyek tersebut harus diberikan kepada pemerintah terlebih dahulu, baru diserahkan ke BUMN oleh pemerintah.
Padahal, proyek ini melarang penggunaan dana dari pemerintah baik dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) langsung atau dengan cara apapun. "Yang ditekankan sejak awal, tidak akan ada jaminan pemerintah dari dana APBN," tegas dia.
Rini membandingkan proposal yang diajukan Jepang dengan proposal kereta cepat yang diajukan China. Negeri Tirai Bambu sama sekali tidak meminta jaminan dari pemerintah untuk menggarap proyek tersebut. "Itu perbedaan yang sangat utama. Sangat penting itu," imbuh dia.
Selain itu, China juga mengucurkan langsung pinjaman dananya kepada BUMN, tanpa melalui perantara pemerintah seperti yang dilakukan Jepang. "Kalau dari China (pinjaman) langsung ke BUMN, sehingga tidak ada pendanaan dari pemerintah. Karena tidak ada dalam hal ini pinjamannya melalui pemerintah," terangnya.
Dia menambahkan, kendati saat ini belum ada keputusan mengenai partner asing yang akan digandeng untuk proyek kereta cepat tersebut, namun dipastikan bahwa nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) yang dilakukan pemerintah dengan China Development Bank (CDB) terkait pinjaman dana untuk proyek BUMN sebesar USD20 miliar beberapa waktu lalu tidak dibatalkan.
Hanya saja, Rini meminta proposal tersebut diperbaiki lantaran pemerintah memutuskan untuk menurunkan kecepatan kereta cepat menjadi medium speed train. Artinya, China masih memiliki peluang besar untuk menjadi rekanan perusahaan pelat merah untuk menggarap proyek kereta cepat tersebut.
"Enggak ada pembatalan apa-apa (soal MoU dengan China). Kita menganalisa secara mendalam dua proposal ini. Tetapi kita hanya mengatakan ke mereka harus ada perbaikan sedikit. Karena harus ada kalkulasi mengenai kereta cepat yang mungkin speednya lebih rendah dari yang mereka usulkan," pungkasnya.
Baca juga:
Ini Alasan Rini Ngotot Bangun Kereta Cepat
Rini Pastikan Kereta Cepat Akan Dibangun BUMN
(dmd)