Kereta Kecepatan Sedang Dikhawatirkan Minim Peminat
A
A
A
JAKARTA - Wakil Skretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Izul Waro mengatakan, meskipun kereta kecepatan sedang telah diputuskan dibangun oleh pemerintah dengan skema bisnis (business to business/B to B), namun jangan sampai tidak diminati masyarakat.
Pasalnya, jika minat terhadap kereta api berkecepatan sedang minim, akhirnya proyek ini menjadi tidak laku dan merugi. Jika sudah merugi, dikhawatirkan akan meminta bantuan pemerintah.
"Jangan memaksakan membangun, sedangkan demand-nya tidak cukup. Karena kalau demand tidak cukup, yang terjadi adalah tidak laku, ujung-ujungnya rugi. Kalau sudah rugi minta bantuan dari pemerintah (subsidi). Itu banyak terjadi di pmbangunan infrastruktur lain," kata Izul kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (6/9/2015).
Dia menuturkan, hal itu sudah menjadi tren tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.Sebagai contoh infrastruktur monorail di Kuala Lumpur dan Bangkok.
"Awalnya mereka swasta murni, tapi karena mereka merugi, akhirnya pakai subsidi pemerintah. Jika sudah begini, memang masyarakat peduli? Kan tidak," katanya.
Izul khawatir, jika angkutan massal tersebut akhirnya tidak layak karena merugi dan tidak bisa memuaskan publik maka publik akan menyalahkan pemerintah. Akhirnya, mau tidak mau, pemerintah harus melakukan intervensi.
"Yang jelas, pelayanan publik sektor angkutan umum, kalau enggak layak, ya dicecar itu pemerintahnya. Itu ujung-ujungnya pasti akan dapat subsidi pemerintah. Nah, ini jangan sampai terjadi kasus di kereta cepat," pungkasnya.
(Baca: MTI Dukung Pemerintah Tak Bangun Kereta Cepat)
Pasalnya, jika minat terhadap kereta api berkecepatan sedang minim, akhirnya proyek ini menjadi tidak laku dan merugi. Jika sudah merugi, dikhawatirkan akan meminta bantuan pemerintah.
"Jangan memaksakan membangun, sedangkan demand-nya tidak cukup. Karena kalau demand tidak cukup, yang terjadi adalah tidak laku, ujung-ujungnya rugi. Kalau sudah rugi minta bantuan dari pemerintah (subsidi). Itu banyak terjadi di pmbangunan infrastruktur lain," kata Izul kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (6/9/2015).
Dia menuturkan, hal itu sudah menjadi tren tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.Sebagai contoh infrastruktur monorail di Kuala Lumpur dan Bangkok.
"Awalnya mereka swasta murni, tapi karena mereka merugi, akhirnya pakai subsidi pemerintah. Jika sudah begini, memang masyarakat peduli? Kan tidak," katanya.
Izul khawatir, jika angkutan massal tersebut akhirnya tidak layak karena merugi dan tidak bisa memuaskan publik maka publik akan menyalahkan pemerintah. Akhirnya, mau tidak mau, pemerintah harus melakukan intervensi.
"Yang jelas, pelayanan publik sektor angkutan umum, kalau enggak layak, ya dicecar itu pemerintahnya. Itu ujung-ujungnya pasti akan dapat subsidi pemerintah. Nah, ini jangan sampai terjadi kasus di kereta cepat," pungkasnya.
(Baca: MTI Dukung Pemerintah Tak Bangun Kereta Cepat)
(rna)