Bersyukur Properti Melambat

Rabu, 09 September 2015 - 10:40 WIB
Bersyukur Properti Melambat
Bersyukur Properti Melambat
A A A
Perlambatan pasar properti semakin dirasakan memasuki awal 2015 sampai saat ini. Perlambatan ini sebenarnya telah coba diprediksi oleh Indonesia Property Watch.

Malah pada 2009 telah memperkirakan pasar properti akan bangkit sampai menuju booming-nya pada 2013, tapi banyak pihak yang tidak percaya. Pada 2013 ketika benar terjadi booming properti, Indonesia Property Watch (IPW) malah membuat pernyataan hati-hati akan terjadi perlambatan pada 2014 dan terendah pada 2015, makin banyak yang tidak percaya.

Kenyataannya saat ini pasar properti memang berada di titik terendah. Hal ini juga terkait dengan perekonomian Indonesia yang belum pulih. Namun, kita harus bisa membedakan jatuhnya perekonomian karena fundamental yang lemah dengan melemahnya perekonomian karena belanja negara yang sangat besar. Mungkin kondisi saat ini menggambarkan kondisi kedua dengan pembelanjaan negara di sektor infrastruktur yang sangat luar biasa.

Pemerintah saat ini berpikir jangka panjang dan tidak hanya melihat sebagai periode pemilu 5 tahun. Karena dampak infrastruktur akan sangat menjanjikan untuk pertumbuhan ekonomi negara dalam jangka panjang. Mengapa kita malah harus bersyukur? Coba bayangkan jika properti terus mengalami peningkatan yang pesat dan harga naik tidak terkendali, malah akan membuat kesenjangan semakin tinggi dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Hal itu tentunya akan merusak pasar properti dengan sendirinya. Dengan kondisi adanya relaksasi dalam bisnis properti, maka pasar akan mencari keseimbangan baru. Di sisi lain, pasar perumahan menengah bawah di semester 1 mulai memperlihatkan peningkatan permintaan. Ketika kita berada di atas, kadang kita kurang waspada dan lengah karena mungkin ada jurang di depan kita.

Meski demikian, dengan kondisi properti di titik terendah, maka di depan kita akan melihat puncak properti lagi, akan ada kebangkitan pasar properti di depan kita. Kita tidak bisa mengesampingkan siklus properti yang ada. Kondisi ini merupakan sebuah siklus alamiah pasar properti yang harus dilalui dan pengembang tidak perlu manja.

Karena pasar properti akan memasuki fase baru siklus properti. IPW juga mengkritisi Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengkaji opsi untuk membuka kepemilikan properti berupa apartemen tanpa batasan harga dan rumah tapak di kawasan ekonomi khusus oleh warga negara asing. IPW menilai langkah pemerintah ini merupakan sebuah dosa besar pemerintah bila sampai disahkan. Pasalnya, dampaknya akan sangat luas merugikan penyediaan rumah bagi masyarakat menengah bawah. Dampaknya akan membuat hargaharga tanah di sekitar lokasi KEK naik tidak terkendali karena sampai saat ini pemerintah belum mempunyai instrumen pengendali harga tanah seperti bank tanah.

Dengan demikian, tidak ada jaminan harga tanah akan dapat dilokalisasi untuk tidak naik. Dengan naiknya harga tanah, maka lupakan pembangunan untuk rumah murah karena dipastikan harga rumah semakin tidak terjangkau. Dengan tingginya harga di KEK akan membuat zona tersebut menjadi eksklusif dan akan membahayakan tatanan sosial masyarakat karena dipastikan juga masyarakat pekerja akan tersingkir dari wilayah tersebut dan mempunyai hunian lebih pinggir lagi.

Karena itu, IPW menilai langkah tersebut merupakan sesuatu hal yang aneh dan perlu dipertanyakan. Sebenarnya dengan kondisi saat ini saja, WNA sudah happy membeli properti melalui hak pakai meskipun harus diperpanjang. Tanpa adanya revisi perpanjangan hak pakai pun, WNA akan tetap membeli properti di Indonesia –dengan hak pakai– jika memang dibutuhkan untuk para ekspatriatnya.

Dengan perekonomian yang tinggi, maka arus investasi asing akan masuk dan sejalan dengan permintaan hunian bagi para ekspatriat. Meskipun tidak ada perpanjangan hak pakai, jika memang menjadi kebutuhan, mereka akan membeli dengan hak pakai. Jadi, salah kaprah bila ada pihak yang menilai dengan dibukanya kran kepemilikan asing, maka ekonomi akan meningkat. Selain itu, WNA bisa juga menyewa tanpa membeli di mana para investor adalah orang lokal Indonesia.

Seharusnya dengan dikondisikan menyewa pun, akan memberikan keuntungan bagi pasar lokal. Karena itu, sebuah hal yang mengadaada bila kemudian kepemilikan asing seakanakan sudah mendesak. Ironisnya lagi jika perpanjangan hak pakai seumur hidup dan bisa diwariskan akan memberikan rasa ketidakadilan di mana pribumi dengan HGB hanya bisa 30 tahun dan diperpanjang, malah WNA bisa seumur hidup.

Bila memang pemerintah mau mendorong sektor riil, maka seharusnya didorong untuk masuknya investasi asing dengan menggandeng partner lokal. Karena dengan investasi asing akan berbeda multiplier effect-nya dibandingkan dengan hanya kepemilikan asing yang bersifat ritel. Dengan arus investasi asing masuk, akan menggerakkan sektor riil di Tanah Air dengan meningkatnya lapangan kerja.

Namun berbeda bila hanya dibuka kepemilikan asing, hal tersebut lebih bersifat mikro dan menguntungkan kelompok tertentu. Indonesia Property Watch meminta Pemerintah untuk tidak mengada-ada dalam membuat kebijakan yang dapat meresahkan dan merusak tatanan perumahan nasional, khususnya untuk masyarakat menengah bawah.

Ali Tranghanda
Direktur Indonesia Property Watch (IPW)
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6513 seconds (0.1#10.140)