Aksi Broker Nakal Ganggu Perekonomian

Kamis, 10 September 2015 - 11:33 WIB
Aksi Broker Nakal Ganggu Perekonomian
Aksi Broker Nakal Ganggu Perekonomian
A A A
JAKARTA - Otoritas pasar modal diminta untuk menertibkan aksi broker nakal yang mengendalikan harga saham. Jika hal ini dibiarkan, akan berdampak negatif terhadap kondisi perekonomian.

Head Analis NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengungkapkan, tindakan broker nakal yang mempermainkan harga saham untuk memperoleh keuntungan tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Pasalnya, mereka terkesan tidak peduli atas aksinya yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin tertekan.

Hal ini jelas mengganggu perekonomian secara keseluruhan. ”Jelas (mengganggu perekonomian). Kalau memang ada sekuritas yang melakukan hal tersebut, akan sangat memberikan sentimen yang negatif di pasar. Karena dengan hanya aksi jual yang seharusnya tidak boleh dilakukan, akan memengaruhi persepsi pasar menjadi negatif,” tutur Reza di Jakarta kemarin.

Menurut Reza, dengan persepsi pasar yang dibelokkan menjadi pesimistis, membuat para investor khawatir yang akhirnya menunda transaksi. Alhasil efeknya akan memengaruhi seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. ”Karena dengan adanya perbuatan tersebut, membuat kondisi dari pasar kita mengalami penurunan. Para pelaku pasar menjadiwait and see untuk masuk ke pasar,” katanya.

Reza memaparkan, setidaknya ada tiga macam modus dari broker nakal untuk mencoba mengambil keuntungan sendiri. Pertama, modus transaksi penjualan yang tidak didukung dengan ketersediaan efek atau short selling. Kedua, aksi goreng saham dengan menggiring psikologis pasar dengan tujuan melemahkan nilai saham tertentu atau cornering. ”Jadi, harga sahamnya dibuat menuju satu harga yang telah ditetapkan. Kemudian dibeli lagi di level terendah atau bottom fishing,” jelas Reza.

Ketiga, aksi perdagangan semu yakni kegiatan perdagangan antar-rekening efek satu dengan rekening efek lainnya, namun masih dalam penguasaan satu pihak atau memiliki keterkaitan. Aksi tersebut bertujuan untuk menciptakan persepsi pasar bahwa tercipta transaksi perdagangan sebenarnya.

”Misalnya, investor punya rekening efek di berbagai sekuritas, masing-masing taruh Rp5 miliar. Kalau sekuritas satu dijual Rp3 miliar, dibeli ke sekuritas kedua yang terkait, artinya sahamnya sebenarnya tidak ke mana-mana. Tapi, orang melihatnya ada transaksi,” tukasnya.

Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan mengingatkan, aksi broker nakal akan membuat pasar menjadi semu dan menurunkan minat investor untuk berinvestasi di pasar modal. ”Dampak dari short seling, nilai har-ga saham akan turun, padahal kinerja emiten tersebut masih cukup potensial, ini harus dipahami oleh broker-broker di bursa saham,” kata Haryajid.

Menurut Haryajid, transaksi short selling banyak terjadi pada saham unggulan yang termasuk ke dalam blue chip. Akibatnya, bukan hanya satu emiten yang berdampak pada penurunan nilai sahamnya, tetapi juga ikut melemahkan nilai sahamblue chipyang lain. ”Jika sistem short selling terjadi di tengah kondisi ekonomi saat ini, tentu saja membahayakan pasar modal itu sendiri, bahkan bisa saja mengacaukan perekonomian secara keseluruhan,” tegasnya.

Dampak lainnya lanjut Haryajid, transaksi short selling akan membuat perusahaan menunda untuk melakukan pelepasan saham perdana (initial public offering/IPO) atau rights issue karena perusahaan melihat pasar yang kurang bagus. ”Bursa kita dianggap semakin negatif dengan adanya short selling tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan sudah bisa dikatakan menjadi barometer ekonomi. Maka, secara tidak langsung akan berdampak pula dengan yang lain misalnya forex,” paparnya.

Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menegaskan, kabar transaksi semu yang dilakukan sejumlah broker tidak terbukti. Dia sepenuhnya percaya berdasarkan laporan yang disampaikan Bursa Efek Indonesia (BEI) ke OJK.

Menurut Nurhaida, tidak ada yang perlu ditindaklanjuti karena BEI sudah melakukan pemeriksaan atas adanya isu short selling yang dilakukan oleh beberapa perusahaan efek (PE) yang tidak sesuai dengan ketentuan.

”Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BEI, penjualan saham yang dilakukan oleh beberapa PE, yang diisukan sebagai short selling, ternyata ada sahamnya. Hal ini juga diperkuat dengan bukti bahwa settlement juga bisa diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. Tidak ada yang perlu ditindaklanjuti,” ujar Nurhaida.

Sebelumnya BEI telah memeriksa sejumlah broker yang diduga telah melakukan pelanggaran dalam transaksi short selling. Namun, pemeriksaan tidak menunjukkan cukup bukti adanya pelanggaran. Sebagian besar broker yang diperiksa berdasarkan kabar yang beredar di pasar merupakan broker asing, salah satunya CLSA.

Ketika dikonfirmasi, Direktur PT CLSA Indonesia Suwantara Gotama m mengaku tidak mengetahui praktik-praktik semacam itu. ”Maaf, saya tidak tahu menahu soal itu,” kata Suwantara.

Hafid fuad/ Heru febrianto/ Okezone/ sindonews
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7309 seconds (0.1#10.140)