Asumsi Makro Dinilai Masih Terlalu Optimistis
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai asumsi makroekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2016 yang diajukan pemerintah masih terlalu optimistis.
Anggota Dewan mempertanyakan mekanisme penetapan asumsi makro dan target lainnya dalam anggaran. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, asumsi makro kerapkali berbeda dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Karena itu, pemerintah diminta untuk lebih realistis dalam menghitung asumsi makro tahun depan. Salah satu asumsi yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5%. Menurut dia, itu didasarkan pada laporan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Juli 2015, di mana angka pertumbuhan ekonomi global pada 2016 mencapai 3,8%.
Angka ini lebih baik dibanding pertumbuhan global pada 2014 sebesar 3,4% dan outlook pertumbuhan global pada 2015 sebesar 3,3%. ”ASEAN (diperkirakan tumbuh) 5,1% dari 2015 sebesar 4,6%. Karena itu, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional (2016) bisa mencapai 5,5%,” kata Bambang di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, kemarin.
Bambang memperkirakan, ketidakpastian ekonomi global tahun depan relatif berkurang karena bank sentral Amerika Serikat (AS) sudah menaikkan suku bunga dan China sudah mendevaluasi mata uangnya. Namun, dia mengakui, risiko perlambatan ekonomi global masih tetap menyelimuti ekonomi domestik, demikian pula kemunduran ekonomi yang dialami negara berkembang (emerging market), serta masih ada risiko terus turunnya harga minyak dunia.
”Karena itu, meski ada asumsi perekonomian global akan membaik, investasi harus terus didorong baik dari swasta maupun pemerintah dan konsumsi harus stabil,” tambahnya. Sementara asumsi makro lainnya yang tertuang dalam nota keuangan dan RAPBN 2016 adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.400, inflasi 4,7%, dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 5,5%.
Pemerintah mengakui, untuk nilai tukar yang sekarang sudah di atas Rp14.000/dolar AS dan diprediksi tetap berkisar di angka itu sampai akhir tahun, dibutuhkan kisaran baru. Senada, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, perekonomian global tahun depan diprediksi akan lebih baik dari tahun ini. Agus mengatakan, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional 2016 berada di kisaran 5,2-5,6%.
”Itu lebih tinggi dari kisaran outlook 2015 4,7-5,1% dan masih sejalan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang diajukan oleh pemerintah. Tetapi, sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di kisaran 5,4-5,8%,” sebutnya. Agus mengatakan, proyeksi itu didasarkan pada realisasi investasi pemerintah yang meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Selain itu, pertumbuhan usia produktif yang akan terserap sebagai tenaga kerja diyakini juga akan semakin meningkatkan konsumsi rumah tangga yang menjadi basis utama pertumbuhan ekonomi. Namun, mantan Menteri Keuangan tersebut menegaskan, anjloknya harga komoditas di pasar internasional masih menjadi ancaman bagi eksportir tahun depan.
Dia menyebut, per 14 September 2015, harga komoditas anjlok hingga 16% atau lebih dalam dari yang diperkirakan 11%. Untuk nilai tukar, Agus mengusulkan angka di kisaran Rp13.400-13.900/dolar AS untuk 2016 atau lebih lebar dari proyeksi sebelumnya Rp13.400- 13.700/dolar AS. Usul ini mempertimbangkan perkembangan terkini nilai tukar, prospek neraca pembayaran, dan ketidakpastian di pasar keuangan.
Kendati demikian, anggota Komisi XI DPR Maruarat Sirait menilai pemerintah harus lebih realistis. ”Kita memang perlu mendorong optimisme, tapi optimisme yang jujur dan rasional,” tegasnya. Politikus PDI Perjuangan tersebut mengatakan, kesalahan dalam menentukan asumsi makro dan target lainnya tidak memiliki konsekuensi secara hukum dan moral. Tetapi, imbuh dia, melesetnya asumsi makro dan target lainnya memiliki dampak besar.
”Pertumbuhan ekonomi 5,5% menurut saya itu terlalu besar. Menurut saya, paling pas adalah 5,2- 5,3%. Itu pun angka yang paling optimistis,” ujarnya. Anggota Komisi XI DPR lainnya, Johnny G Plate, juga menyebut asumsi pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah sebesar 5,5% terlampau optimistis.
Menurutnya, ketidakpastian ekonomi global masih sangat panjang sehingga pemerintah perlu meninjau ulang postur RPABN 2016. Menanggapi hal tersebut, Bambang mengatakan, pihaknya siap menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi di bawah 5,5% sesuai permintaan DPR. Untuk nilai tukar, dia pun mengaku lebih memilih untuk mengikuti perhitungan yang dilakukan BI.
Rapat untuk menentukan asumsi makro diputuskan untuk ditunda pada Senin (21/9) pekan depan. Penundaan itu dilakukan untuk menunggu keputusan rapat Federal Open Market Committee (FMOC) terkaitsukubungaAS yangakan digelar pada Kamis (17/9).
Rahmat fiansyah
Anggota Dewan mempertanyakan mekanisme penetapan asumsi makro dan target lainnya dalam anggaran. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, asumsi makro kerapkali berbeda dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Karena itu, pemerintah diminta untuk lebih realistis dalam menghitung asumsi makro tahun depan. Salah satu asumsi yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5%. Menurut dia, itu didasarkan pada laporan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Juli 2015, di mana angka pertumbuhan ekonomi global pada 2016 mencapai 3,8%.
Angka ini lebih baik dibanding pertumbuhan global pada 2014 sebesar 3,4% dan outlook pertumbuhan global pada 2015 sebesar 3,3%. ”ASEAN (diperkirakan tumbuh) 5,1% dari 2015 sebesar 4,6%. Karena itu, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional (2016) bisa mencapai 5,5%,” kata Bambang di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, kemarin.
Bambang memperkirakan, ketidakpastian ekonomi global tahun depan relatif berkurang karena bank sentral Amerika Serikat (AS) sudah menaikkan suku bunga dan China sudah mendevaluasi mata uangnya. Namun, dia mengakui, risiko perlambatan ekonomi global masih tetap menyelimuti ekonomi domestik, demikian pula kemunduran ekonomi yang dialami negara berkembang (emerging market), serta masih ada risiko terus turunnya harga minyak dunia.
”Karena itu, meski ada asumsi perekonomian global akan membaik, investasi harus terus didorong baik dari swasta maupun pemerintah dan konsumsi harus stabil,” tambahnya. Sementara asumsi makro lainnya yang tertuang dalam nota keuangan dan RAPBN 2016 adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.400, inflasi 4,7%, dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 5,5%.
Pemerintah mengakui, untuk nilai tukar yang sekarang sudah di atas Rp14.000/dolar AS dan diprediksi tetap berkisar di angka itu sampai akhir tahun, dibutuhkan kisaran baru. Senada, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, perekonomian global tahun depan diprediksi akan lebih baik dari tahun ini. Agus mengatakan, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional 2016 berada di kisaran 5,2-5,6%.
”Itu lebih tinggi dari kisaran outlook 2015 4,7-5,1% dan masih sejalan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang diajukan oleh pemerintah. Tetapi, sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di kisaran 5,4-5,8%,” sebutnya. Agus mengatakan, proyeksi itu didasarkan pada realisasi investasi pemerintah yang meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Selain itu, pertumbuhan usia produktif yang akan terserap sebagai tenaga kerja diyakini juga akan semakin meningkatkan konsumsi rumah tangga yang menjadi basis utama pertumbuhan ekonomi. Namun, mantan Menteri Keuangan tersebut menegaskan, anjloknya harga komoditas di pasar internasional masih menjadi ancaman bagi eksportir tahun depan.
Dia menyebut, per 14 September 2015, harga komoditas anjlok hingga 16% atau lebih dalam dari yang diperkirakan 11%. Untuk nilai tukar, Agus mengusulkan angka di kisaran Rp13.400-13.900/dolar AS untuk 2016 atau lebih lebar dari proyeksi sebelumnya Rp13.400- 13.700/dolar AS. Usul ini mempertimbangkan perkembangan terkini nilai tukar, prospek neraca pembayaran, dan ketidakpastian di pasar keuangan.
Kendati demikian, anggota Komisi XI DPR Maruarat Sirait menilai pemerintah harus lebih realistis. ”Kita memang perlu mendorong optimisme, tapi optimisme yang jujur dan rasional,” tegasnya. Politikus PDI Perjuangan tersebut mengatakan, kesalahan dalam menentukan asumsi makro dan target lainnya tidak memiliki konsekuensi secara hukum dan moral. Tetapi, imbuh dia, melesetnya asumsi makro dan target lainnya memiliki dampak besar.
”Pertumbuhan ekonomi 5,5% menurut saya itu terlalu besar. Menurut saya, paling pas adalah 5,2- 5,3%. Itu pun angka yang paling optimistis,” ujarnya. Anggota Komisi XI DPR lainnya, Johnny G Plate, juga menyebut asumsi pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah sebesar 5,5% terlampau optimistis.
Menurutnya, ketidakpastian ekonomi global masih sangat panjang sehingga pemerintah perlu meninjau ulang postur RPABN 2016. Menanggapi hal tersebut, Bambang mengatakan, pihaknya siap menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi di bawah 5,5% sesuai permintaan DPR. Untuk nilai tukar, dia pun mengaku lebih memilih untuk mengikuti perhitungan yang dilakukan BI.
Rapat untuk menentukan asumsi makro diputuskan untuk ditunda pada Senin (21/9) pekan depan. Penundaan itu dilakukan untuk menunggu keputusan rapat Federal Open Market Committee (FMOC) terkaitsukubungaAS yangakan digelar pada Kamis (17/9).
Rahmat fiansyah
(ars)