BPJS Ketenagakerjaan Kewalahan Cairkan JHT Pekerja
A
A
A
MAKASSAR - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Makassar mengaku kewalahan melakukan pencairan terhadap klaim jaminan hari tua (JHT) bagi pekerja, sejak dilakukan revisi dari aturan sebelumnya yang mulai berlaku pada 1 September 2015.
Aturan yang direvisi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 46/2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah No 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Kepala BPJS Ketenakerjaan Makassar Rasidin menuturkan, dalam aturan-aturan baru tersebut menetapkan mulai 1 September 2015, JHT para pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK bisa dicairkan sesuai besaran saldo.
JHT juga bisa dicairkan bagi pekerja yang meninggal dunia dan pekerja yang sudah mencapai usia 56 tahun serta Pekerja yang mengalami cacat tetap.
Begitu juga, kata dia, para pekerja yang terkena PHK atau berhenti bisa mencairkan JHT satu bulan setelah mereka terkena PHK atau berhenti bekerja.
Diakui Rasidin, sejak aturan diberlakukan pencairan JHT di wilayahnya terus membludak, bahkan di awal pemberlakuan revisi manajemennya membuka layanan hingga 24 jam selama tiga hari dari 1-3 September.
"September saja, kami mencairkan JHT sebesar Rp18 miliar lebih dengan jumlah klaim sebanyak 2.432 pengajuan. Jumlah tersebut dipastikan terus meningkat, jika kondisi ekonomi tidak mengalami pergerakan signifikan apalagi rata-rata mereka yang mencairkan merupakan karyawan terkena dampak PHK," ujarnya, Selas (22/9/2015).
Rasidin menuturkan, jika diakumulasi dari Januari hingga Agustus total pencairan JHT mencapai Rp87,881 miliar dengan total klaim sebanyal 8.433 pencairan. Jumlah itu dipastikan meningkat dari medio yang sama di tahun lalu sekitar 50%, bahkan sudah melampaui realisasi tahun lalu.
Pencairannya menggandeng perbankan untuk klaim di atas Rp10 juta, yakni sistem transfer ke pekerja dengan memanfaatkan kerjasama bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, Bukopin, dan BCA.
Dia menjelaskan, pencairan JHT didominasi perusahaan pabrikan yang mengandalkan bahan impor, sisanya beberapa perusahaan kecil dengan komposisi JHT cukup besar mencapai 50% dari total klaim yang dikelola yakni, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK).
"Saat ini posisi kepesertaan mencapai 160 ribu peserta dan jumlah terus tergerus seiring pencairan JHT, namun disisi lain terus digenjot sosialisasi ke kepesertaan baru. Apalagi, tahun ini sudah diterima kepesertaan mandiri ke pekerja non formal dengan besaran iuran mencapai Rp16.800 per bulan untuk JKK dan JK,"jelasnya.
Rasidin menyebutkan, para pekerja yang ingin mengambil manfaat kerena mengundurkan diri harus dengan melampirkan persyaratan asli kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan tempat peserta bekerja dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku.
Untuk pekerja yang terkena PHK, persyaratan yang dibutuhkan adalah kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, bukti persetujuan bersama yang telah didaftarkan di pengadilan hubungan industrial atau penetapan pengadilan hubungan industrial dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku.
Sementara, bagi pekerja yang akan mengambil manfaat JHT dengan alasan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dibayarkan secara tunai dan sekaligus dengan melampirkan persyaratan surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia, fotokopi paspor dan fotokopi visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
Di sisi lain, seiring kemudahan untuk mencairkan JHT, dari sebelumnya hanya bisa dicairkan saat usia pensiun atau lima tahun setelah berhenti bekerja. BPJS TK juga telah membekukan pencairan Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) bagi pekerja, sambil menunggu keputusan bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
"Tahun ini penyaluran PUMP dibekukan, di tahun lalu PUMP terealisasi Rp11 miliar dan tahun ini ditiadakan sementara. Kalaupun dilanjutkan baru di tahun depan dengan skema berbeda," jelasnya.
Penerima JHT, Harsia, 30, pernah bekerja di Pabrik tripleks KTC mengaku senang dengan adanya kebijakan baru tersebut, sebab tidak harus menunggu lama untuk memperoleh haknya.
"Sangat disyukuri pencairannya cepat meski yang didapat hanya Rp3 juta, ketimbang harus menunggu lama lagi hingga bertahun-tahun," tuturnya.
Aturan yang direvisi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 46/2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah No 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Kepala BPJS Ketenakerjaan Makassar Rasidin menuturkan, dalam aturan-aturan baru tersebut menetapkan mulai 1 September 2015, JHT para pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK bisa dicairkan sesuai besaran saldo.
JHT juga bisa dicairkan bagi pekerja yang meninggal dunia dan pekerja yang sudah mencapai usia 56 tahun serta Pekerja yang mengalami cacat tetap.
Begitu juga, kata dia, para pekerja yang terkena PHK atau berhenti bisa mencairkan JHT satu bulan setelah mereka terkena PHK atau berhenti bekerja.
Diakui Rasidin, sejak aturan diberlakukan pencairan JHT di wilayahnya terus membludak, bahkan di awal pemberlakuan revisi manajemennya membuka layanan hingga 24 jam selama tiga hari dari 1-3 September.
"September saja, kami mencairkan JHT sebesar Rp18 miliar lebih dengan jumlah klaim sebanyak 2.432 pengajuan. Jumlah tersebut dipastikan terus meningkat, jika kondisi ekonomi tidak mengalami pergerakan signifikan apalagi rata-rata mereka yang mencairkan merupakan karyawan terkena dampak PHK," ujarnya, Selas (22/9/2015).
Rasidin menuturkan, jika diakumulasi dari Januari hingga Agustus total pencairan JHT mencapai Rp87,881 miliar dengan total klaim sebanyal 8.433 pencairan. Jumlah itu dipastikan meningkat dari medio yang sama di tahun lalu sekitar 50%, bahkan sudah melampaui realisasi tahun lalu.
Pencairannya menggandeng perbankan untuk klaim di atas Rp10 juta, yakni sistem transfer ke pekerja dengan memanfaatkan kerjasama bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, Bukopin, dan BCA.
Dia menjelaskan, pencairan JHT didominasi perusahaan pabrikan yang mengandalkan bahan impor, sisanya beberapa perusahaan kecil dengan komposisi JHT cukup besar mencapai 50% dari total klaim yang dikelola yakni, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK).
"Saat ini posisi kepesertaan mencapai 160 ribu peserta dan jumlah terus tergerus seiring pencairan JHT, namun disisi lain terus digenjot sosialisasi ke kepesertaan baru. Apalagi, tahun ini sudah diterima kepesertaan mandiri ke pekerja non formal dengan besaran iuran mencapai Rp16.800 per bulan untuk JKK dan JK,"jelasnya.
Rasidin menyebutkan, para pekerja yang ingin mengambil manfaat kerena mengundurkan diri harus dengan melampirkan persyaratan asli kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan tempat peserta bekerja dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku.
Untuk pekerja yang terkena PHK, persyaratan yang dibutuhkan adalah kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, bukti persetujuan bersama yang telah didaftarkan di pengadilan hubungan industrial atau penetapan pengadilan hubungan industrial dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku.
Sementara, bagi pekerja yang akan mengambil manfaat JHT dengan alasan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dibayarkan secara tunai dan sekaligus dengan melampirkan persyaratan surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia, fotokopi paspor dan fotokopi visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.
Di sisi lain, seiring kemudahan untuk mencairkan JHT, dari sebelumnya hanya bisa dicairkan saat usia pensiun atau lima tahun setelah berhenti bekerja. BPJS TK juga telah membekukan pencairan Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) bagi pekerja, sambil menunggu keputusan bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
"Tahun ini penyaluran PUMP dibekukan, di tahun lalu PUMP terealisasi Rp11 miliar dan tahun ini ditiadakan sementara. Kalaupun dilanjutkan baru di tahun depan dengan skema berbeda," jelasnya.
Penerima JHT, Harsia, 30, pernah bekerja di Pabrik tripleks KTC mengaku senang dengan adanya kebijakan baru tersebut, sebab tidak harus menunggu lama untuk memperoleh haknya.
"Sangat disyukuri pencairannya cepat meski yang didapat hanya Rp3 juta, ketimbang harus menunggu lama lagi hingga bertahun-tahun," tuturnya.
(izz)