BUMN Didorong Lebih Aktif Hasilkan Devisa
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah meminta badan usaha milik negara (BUMN) lebih aktif menghasilkan devisa dalam rangka mendorong perlambatan ekonomi dan pelemahan rupiah.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menuturkan, paradigma sebagai pengguna devisa harus diubah menjadi penghasil devisa terutama di sektor BUMN. Tujuannya agar kuat menghadapi benturan ekonomi global sehingga tetap aktif menyerap tenaga kerja.
"Kami melihat BUMN ada di hampir semua sektor perekonomian harus mampu menjadi penyumbang devisa bukan lagi pengguna. Pertamina sebagai pengimpor BBM (bahan bakar minyak) dan PLN sebagai pengguna devisa terbesar saya harapkan ke depan menjadi penyumbang devisa terbesar," katanya dalam Forum Chief Financial Officer (CFO) BUMN, di Kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Rini juga meminta PT Garuda Indonesia dan PT Telkom ke depan mampu menyumbangkan devisa lebih besar dengan membuat program-program terencana untuk menjual jasa maupun produknya di luar negeri. Tidak hanya itu, PT Perkebunan Nusantara juga harus mampu menciptakan produk ekspor yang lebih bervariasi.
"Tapi perlu kami ingatkan, di tengah kondisi rupiah harus pandai menjaga foreign currency sehingga di sini letak pentingnya lindung nilai dan saya lebih senang kalau internal hedging. Kalau tidak ke sana gimana bisa komunikasi dan bisa beli dolar biar tidak guncangkan pasar," jelas Rini.
Di tempat yang sama, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, akan terus menekan penggunaan dolar dalam melakukan impor BBM. Pihaknya telah mengkoordinasikan dengan internal mana saja yang berpotensi untuk meningkatkan sumbangan devisa bagi negara.
"Semua sudah dikoordinasikan untuk memastikan bagaimana potensi-potensi itu bisa kita tingkatkan," ujarnya.
Dia membeberkan, penggunaan dolar dalam kegiatan impor BBM menacapai USD70-USD80 juta per hari.
Sementara, Ketua Forum CFO BUMN Ari Askhara Danadiputra mengatakan, peningkatan hasil devisa penting di tengah kondisi perekonomian global yang belum menentu.
Menurutnya, BUMN perlu merapatkan barisan dan memperkuat sinergi karena kondisi seperti ini rawan memicu terjadinya gejolak keuangan. Mengingat, terjadinya krisis pada 1997 dan 2008 memberikan pelajaran berharga.
"Sebagai motor penggerak perekonomian dan agen pembangunan, BUMN mesti bersatu-padu dan meningkatkan sinergi," kata dia.
Di tengah kondisi sulit seperti ini, CFO BUMN dituntut untuk semakin meningkatkan profesionalisme sehingga dapat memberikan value lebih bagi para stakeholder. Termasuk bagaimana penerapan program-program cost efficiency dan cost leadership perusahaan dapat menjadi fokus utama.
"Di sini peran CFO BUMN untuk memastikan BUMN dapat survive bahkan bisa mengambil momentum dalam perlambatan ekonomi seperti saat ini," pungkasnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menuturkan, paradigma sebagai pengguna devisa harus diubah menjadi penghasil devisa terutama di sektor BUMN. Tujuannya agar kuat menghadapi benturan ekonomi global sehingga tetap aktif menyerap tenaga kerja.
"Kami melihat BUMN ada di hampir semua sektor perekonomian harus mampu menjadi penyumbang devisa bukan lagi pengguna. Pertamina sebagai pengimpor BBM (bahan bakar minyak) dan PLN sebagai pengguna devisa terbesar saya harapkan ke depan menjadi penyumbang devisa terbesar," katanya dalam Forum Chief Financial Officer (CFO) BUMN, di Kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Rini juga meminta PT Garuda Indonesia dan PT Telkom ke depan mampu menyumbangkan devisa lebih besar dengan membuat program-program terencana untuk menjual jasa maupun produknya di luar negeri. Tidak hanya itu, PT Perkebunan Nusantara juga harus mampu menciptakan produk ekspor yang lebih bervariasi.
"Tapi perlu kami ingatkan, di tengah kondisi rupiah harus pandai menjaga foreign currency sehingga di sini letak pentingnya lindung nilai dan saya lebih senang kalau internal hedging. Kalau tidak ke sana gimana bisa komunikasi dan bisa beli dolar biar tidak guncangkan pasar," jelas Rini.
Di tempat yang sama, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, akan terus menekan penggunaan dolar dalam melakukan impor BBM. Pihaknya telah mengkoordinasikan dengan internal mana saja yang berpotensi untuk meningkatkan sumbangan devisa bagi negara.
"Semua sudah dikoordinasikan untuk memastikan bagaimana potensi-potensi itu bisa kita tingkatkan," ujarnya.
Dia membeberkan, penggunaan dolar dalam kegiatan impor BBM menacapai USD70-USD80 juta per hari.
Sementara, Ketua Forum CFO BUMN Ari Askhara Danadiputra mengatakan, peningkatan hasil devisa penting di tengah kondisi perekonomian global yang belum menentu.
Menurutnya, BUMN perlu merapatkan barisan dan memperkuat sinergi karena kondisi seperti ini rawan memicu terjadinya gejolak keuangan. Mengingat, terjadinya krisis pada 1997 dan 2008 memberikan pelajaran berharga.
"Sebagai motor penggerak perekonomian dan agen pembangunan, BUMN mesti bersatu-padu dan meningkatkan sinergi," kata dia.
Di tengah kondisi sulit seperti ini, CFO BUMN dituntut untuk semakin meningkatkan profesionalisme sehingga dapat memberikan value lebih bagi para stakeholder. Termasuk bagaimana penerapan program-program cost efficiency dan cost leadership perusahaan dapat menjadi fokus utama.
"Di sini peran CFO BUMN untuk memastikan BUMN dapat survive bahkan bisa mengambil momentum dalam perlambatan ekonomi seperti saat ini," pungkasnya.
(izz)