Ini Kekhawatiran Baru dari China bagi Wall Street
A
A
A
NEW YORK - Kekhawatiran investor telah bergeser terkait ekonomi China. Kekhawatiran pertama adalah tentang data pertumbuhan ekonomi China.
Kemudian pasar saham negara itu jatuh pada Juni dan Agustus, kemudian Wall Street juga khawatir terhadap penanganan pemerintah negeri Tirai Bambu tersebut. Dengan indeks ekonomi memerah, pemerintah China kemudian mendevaluasi mata uangnya, yuan.
Sekarang Wall Street bergerak menuju kekhawatiran baru, yakni sistem perbankan China. Selama pekan lalu, S&P, Moody dan Macquarie merilis peringatan tentang utang dan kredit bermasalah (NPL) serta aset bermasalah dalam neraca perbankan China.
"Investor perbankan cukup tepat telah bergeser kembali ke fundamental, dan area utama fokus investor sekarang tampaknya kembali ke tren penurunan kualitas aset," tulis Macquarie dalam catatannya, seperti dilansir dari Business Insider, Senin (29/9/2015).
Masalahnya bukan hanya pada bank-bank China yang memiliki banyak utang. Tapi karena sistem perbankan bayangan yang besar, di mana utang yang dimiliki tidak muncul di neraca bank, sehingga tidak tahu berapa besar sebenarnya utang yang dimiliki perbankan.
Senin pekan lalu, S & P mengubah prospek terhadap sistem perbankan China dari stabil menjadi negatif.
"Kami melihat risiko ekonomi untuk industri perbankan China tinggi. Besarnya utang bank dan sistem perbankan bayangan antara 2009 dan 2013 menyebabkan risiko tinggi terhadap ketidakseimbangan ekonomi dan meningkatkan risiko kredit dalam perekonomian," tulis S & P dalam sebuah laporan. .
Kemudian pada hari Selasa, Moody merilis laporan yang menjelaskan sistem perbankan bayangan telah berkembang selama beberapa bulan terakhir. Moody berpikir bahwa jika apa yang ada di dalam laporan ditambahkan ke sektor perbankan bayangan, rasio NPL China bisa mencapai 10% -12%.
Analis Sanford C. Bernstein & Co Wei Hou menulis bahwa itu akan menyebabkan krisis utang cukup besar di negara-negara lain.
Kemudian pasar saham negara itu jatuh pada Juni dan Agustus, kemudian Wall Street juga khawatir terhadap penanganan pemerintah negeri Tirai Bambu tersebut. Dengan indeks ekonomi memerah, pemerintah China kemudian mendevaluasi mata uangnya, yuan.
Sekarang Wall Street bergerak menuju kekhawatiran baru, yakni sistem perbankan China. Selama pekan lalu, S&P, Moody dan Macquarie merilis peringatan tentang utang dan kredit bermasalah (NPL) serta aset bermasalah dalam neraca perbankan China.
"Investor perbankan cukup tepat telah bergeser kembali ke fundamental, dan area utama fokus investor sekarang tampaknya kembali ke tren penurunan kualitas aset," tulis Macquarie dalam catatannya, seperti dilansir dari Business Insider, Senin (29/9/2015).
Masalahnya bukan hanya pada bank-bank China yang memiliki banyak utang. Tapi karena sistem perbankan bayangan yang besar, di mana utang yang dimiliki tidak muncul di neraca bank, sehingga tidak tahu berapa besar sebenarnya utang yang dimiliki perbankan.
Senin pekan lalu, S & P mengubah prospek terhadap sistem perbankan China dari stabil menjadi negatif.
"Kami melihat risiko ekonomi untuk industri perbankan China tinggi. Besarnya utang bank dan sistem perbankan bayangan antara 2009 dan 2013 menyebabkan risiko tinggi terhadap ketidakseimbangan ekonomi dan meningkatkan risiko kredit dalam perekonomian," tulis S & P dalam sebuah laporan. .
Kemudian pada hari Selasa, Moody merilis laporan yang menjelaskan sistem perbankan bayangan telah berkembang selama beberapa bulan terakhir. Moody berpikir bahwa jika apa yang ada di dalam laporan ditambahkan ke sektor perbankan bayangan, rasio NPL China bisa mencapai 10% -12%.
Analis Sanford C. Bernstein & Co Wei Hou menulis bahwa itu akan menyebabkan krisis utang cukup besar di negara-negara lain.
(rna)