DPR Kritik Tax Amnesty Masuk RAPBN 2016
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengkritisi masuknya anggaran tax amnesty atau pemutihan pajak ke dalam asumsi postur RAPBN 2016 yang tengah dibahas Badan Anggaran (Banggar).
Menurutnya, negara tidak bisa dalam pengajuan anggarannya seperti yang dilakukan perusahaan swasta. "Itu disebut Contingent liabilities. Prinsipnya itu hanya dikenal di perusahaan swasta. Sementara pemerintah tidak boleh menggunakan asumsi utang yang ditunda. Jadi mengasumsikan ada uang masuk dalam RAPBN 2016 ini melalui pengampunan pajak. Padahal pengampunan itu belum jelas," katanya, Selasa (27/10/2015).
Fahri menolak dengan adanya rancangan UU ikhwal pengampunan pajak nasional yang diusulkan dewan. Seharusnya, usulan itu diusulkan melalui pemerintah. (Baca: Pemerintah Dinilai Selundupkan Tax Amnesty ke RAPBN 2016).
"Saya mau buka saja, di depan Pak Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) saya menolak DPR disuruh menjadi pengusul. Menurut saya itu harus menjadi proposal pemerintah," imbuh dia.
Menurut Fahri, sangat aneh jika yang mengusulkan DPR sementara yang membutuhkan uang adalah pemerintah.
"Kok bisa pemerintah perlu uang tapi yang menyusun usulan undang-undangnya DPR. Nanti orang bilang, ini DPR mau malak pajak apa. Nah itu yang kami tolak waktu itu. Itu sebabnya kalau pemerintah mau melakulan silakan, tapi pos dana sebesar Rp21 triliun sampai Rp500 triliun tidak boleh muncul dulu, di pengeluaran yang akan datang. Uangnya belum masuk," tandasnya.
Menurutnya, negara tidak bisa dalam pengajuan anggarannya seperti yang dilakukan perusahaan swasta. "Itu disebut Contingent liabilities. Prinsipnya itu hanya dikenal di perusahaan swasta. Sementara pemerintah tidak boleh menggunakan asumsi utang yang ditunda. Jadi mengasumsikan ada uang masuk dalam RAPBN 2016 ini melalui pengampunan pajak. Padahal pengampunan itu belum jelas," katanya, Selasa (27/10/2015).
Fahri menolak dengan adanya rancangan UU ikhwal pengampunan pajak nasional yang diusulkan dewan. Seharusnya, usulan itu diusulkan melalui pemerintah. (Baca: Pemerintah Dinilai Selundupkan Tax Amnesty ke RAPBN 2016).
"Saya mau buka saja, di depan Pak Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) saya menolak DPR disuruh menjadi pengusul. Menurut saya itu harus menjadi proposal pemerintah," imbuh dia.
Menurut Fahri, sangat aneh jika yang mengusulkan DPR sementara yang membutuhkan uang adalah pemerintah.
"Kok bisa pemerintah perlu uang tapi yang menyusun usulan undang-undangnya DPR. Nanti orang bilang, ini DPR mau malak pajak apa. Nah itu yang kami tolak waktu itu. Itu sebabnya kalau pemerintah mau melakulan silakan, tapi pos dana sebesar Rp21 triliun sampai Rp500 triliun tidak boleh muncul dulu, di pengeluaran yang akan datang. Uangnya belum masuk," tandasnya.
(izz)