Pemerintah Harus Proteksi Masyarakat dari Pasar Bebas

Kamis, 05 November 2015 - 10:55 WIB
Pemerintah Harus Proteksi...
Pemerintah Harus Proteksi Masyarakat dari Pasar Bebas
A A A
BOGOR - Indonesia saat ini masih belum siap menghadapi pasar bebas, maka pemerintah harus mengkaji ulang akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan rencana gabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP).

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, masyarakat bawah akan tergilas pasar bebas, terutama sektor UMKM.

"Bagaimana mereka mau siap cari modal susah, KUR dengan bunga 12% saat ini masih sulit didapatkan. Keterampilan juga terbatas karena latar pendidikan kurang," tegasnya saat temu kader Partai Perindo di Kota dan Kabupaten Bogor, Rabu, 4 November 2015.

Seharusnya, lanjut HT, pemerintah bisa membuat kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah. Memproteksi, memberikan perlakuan-perlakuan khusus pada masyarakat bawah. "Kunci membangun produktivitas dan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah yaitu akses modal murah, pelatihan keterampilan dan proteksi," jelasnya.

Sebab, tanpa hal tersebut mereka tidak bisa bersaing dengan pengusaha yang lebih mapan dengan modal besar, pengalaman panjang, keterampilan mumpuni, memiliki kredibilitas, dan jaringan lebih baik.

Menurutnya, selama ini pembangunan ekonomi Indonesia salah arah. "Kita ini masuk ke era atau strategi liberalisme, pasar bebas, dari dulu diarahkan kesitu," kata dia.

Banyak kebijakan lahir dari lobi pengusaha dan asing. Pertumbuhan dirasakan menengah atas, namun tidak dengan yang berada di bawah. Strategi ekonomi tersebut seharusnya segera diubah, jika tidak kesenjangan akan makin melebar, yang miskin semakin tertinggal.

HT mengatakan, perjuangan Partai Perindo adalah mendorong masyarakat bawah untuk tumbuh lebih cepat dari kalangan mengengah atas, maka akan naik kelas. Artinya akan semakin banyak penggerak ekonomi Indonesia, sehingga Indonesia lebih cepat menjadi negara maju.

Sebagai contoh, HT bercerita tentang perbedaan strategi ekonomi China dan India. China menerapkan pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan yang mendorong masyarakat bawah untuk naik kelas.

"Di push ke atas dari yang tadinya belum mapan. Diberikan proteksi, diberikan perlakuan khusus, sehingga selama 30 tahun jumlah kelompok menengah atas meningkat. Tiap tahun menigkat," imbuhnya.

Hasilnya, China mampu tumbuh dengan rata-rata 9% per tahun. Sekarang China menjadi negara dengan perekonomian nomor dua terbesar di dunia.

Sementara India, menerapkan pasar bebas, liberalisme, akibatnya pertumbuhan hanya terpusat pada yang mapan. Dalam kurun waktu yang sama kesenjangan sosial melebar. "Yang miskin banyaknya luar biasa sampai hari ini. Yang kaya, kaya sekali tapi sedikit," kata dia.

Bahkan, perekonomian India pun jauh tertinggal dibanding China. "Untuk membangun suatu bangsa harus diawali dengan membangun kesejahteraan. Ini yang tidak dilakukan di Indonesia. Mungkin banyak yang mengerti banyak yang tahu tapi praktiknya tidak dilaksanakan," tegas HT dihadapan kader partai berlambang rajawali tersebut.

Dia mengatakan, Partai Perindo hadir dengan fokus khusus, yaitu masalah kesejahteraan. Mengentaskan golongan ekonomi lemah, supaya mereka naik kelas. Sehingga masyarakat ekonomi lemah akan menjadi bagian positif dalam pertumbuhan ekonomi, bukan bagian netral atau menjadi beban.

"Dengan begitu Indonesia akan dapat menjadi negara yang maju lebih cepat dan lebih konkret," kata pria asal Jawa Timur tersebut.

(Teddy Febrianto)
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0967 seconds (0.1#10.140)