Strategi Perekonomian Indonesia Harus Berubah
A
A
A
RIAU - Indonesia harus mengubah strategi perekonomian agar negara ini bisa menjadi negara maju. Masyarakat miskin harus diberi perlakuan khusus, agar tumbuh lebih cepat dari menengah ke atas. Sehingga, kesenjangan sosial menyempit dan penggerak perekonomian Indonesia akan menjadi semakin besar, pertumbuhan ekonomi pun melesat.
“Permasalahan indonesia kita terjebak dalam suatu sistim sedemikian rupa, bahwa pertumbuhan itu lebih cenderung kepada masyarakat menengah atas. Sebabnya sederhana, karena masyarakat indonesia mayoritas masih dalam tatanan belum sejahtera dan secara pendidikan masih tertinggal,” kata Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT), saat deklarasi DPW dan DPD Riau, Rabu (18/11/2015).
Kesenjangan di Indonesia semakin tahun makin melebar. “Pertumbuhan ekonomi itu lebih tertumpu pada masyarakat yang mapan. Jadi yang mapan ya makin mapan. Itu betul. Sedangkan yang marjinal, yang tidak mapan yang kita bicara petani, nelayan, UMKM, buruh, disitu terus,” tegas HT.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2015 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta jiwa atau sebesar 11,22% dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 860.000 orang dibandingkan pada periode September 2014 yang berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari total jumlah penduduk di Tanah Air.
HT mengatakan, masyarakat bawah membutuhkan perlakuan khusus agar mereka bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan menengah atas. Sehingga, masyarakat miskin akan naik kelas.
Melalui langkah ini ada dua hal, pertama, kesenjangan akan semakin menyempit. Kedua, penggerak perekonomian Indonesia akan lebih banyak. Artinya, Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju.
“Kalau kita ingin cepat maju artinya masyarakat yang marjinal, masyarakat yang tertinggal itu harus secepatnya naik kelas, naik kelas itu artinya kesejahteraan mereka meningkat,” tegas Pria asal Jawa Timur tersebut.
Dia mengatakan masyarakat bawah membutuhkan modal yang murah dengan akses yang mudah. Selain itu mereka membutuhkan pelatihan keterampilan dan proteksi. “Disitulah indonesia baru bisa maju. Partai Perindo fokus mengentaskan masyarakat yang tertinggal supaya mereka lebih sejahtera,” katanya.
HT memberikan contoh China yang menerapkan kebijakan khusus bagi masyarakat menengah bawah. Dari kebijakan tersebut mereka bisa tumbuh lebih cepat dari menengah atas. Hasilnya pertumbuhan ekonomi China rata-rata sebesar 9% per tahun dan berhasil menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-2 di dunia.
Sebaliknya, India yang menerapkan pasar bebas, di mana aturan berlaku sama bagi semua, baik yang mapan maupun yang belum mapan yang terjadi adalah kesenjangan India sangat lebar dan perekonomiannya jauh tertinggal di belakang China.
Selain itu, HT juga menyoroti dominasi asing di industri-industri strategis Indonesia. “Itu salah satu sebab mengapa banyak kebijakan cenderung berpihak kepada masyarakat yang mapan. Dunia usaha, masyarakat menengah ke atas, karena lobi. Saya pernah diberi tahu oleh satu mantan birokrat yang idealis, dia bilang, hampir semua kebijakan yang dibuat itu hasil dari lobi pengusaha dan asing,” kata pria yang genap berusia 50 tahun tersebut.
Dia menambahkan, dalam membangun bangsa harus memiliki koridor. “Yang terkait masyarakat menengah bawah tidak bisa ada kompromi, karena harus kita bangun mereka,” kata HT
“Permasalahan indonesia kita terjebak dalam suatu sistim sedemikian rupa, bahwa pertumbuhan itu lebih cenderung kepada masyarakat menengah atas. Sebabnya sederhana, karena masyarakat indonesia mayoritas masih dalam tatanan belum sejahtera dan secara pendidikan masih tertinggal,” kata Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT), saat deklarasi DPW dan DPD Riau, Rabu (18/11/2015).
Kesenjangan di Indonesia semakin tahun makin melebar. “Pertumbuhan ekonomi itu lebih tertumpu pada masyarakat yang mapan. Jadi yang mapan ya makin mapan. Itu betul. Sedangkan yang marjinal, yang tidak mapan yang kita bicara petani, nelayan, UMKM, buruh, disitu terus,” tegas HT.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2015 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta jiwa atau sebesar 11,22% dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 860.000 orang dibandingkan pada periode September 2014 yang berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari total jumlah penduduk di Tanah Air.
HT mengatakan, masyarakat bawah membutuhkan perlakuan khusus agar mereka bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan menengah atas. Sehingga, masyarakat miskin akan naik kelas.
Melalui langkah ini ada dua hal, pertama, kesenjangan akan semakin menyempit. Kedua, penggerak perekonomian Indonesia akan lebih banyak. Artinya, Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju.
“Kalau kita ingin cepat maju artinya masyarakat yang marjinal, masyarakat yang tertinggal itu harus secepatnya naik kelas, naik kelas itu artinya kesejahteraan mereka meningkat,” tegas Pria asal Jawa Timur tersebut.
Dia mengatakan masyarakat bawah membutuhkan modal yang murah dengan akses yang mudah. Selain itu mereka membutuhkan pelatihan keterampilan dan proteksi. “Disitulah indonesia baru bisa maju. Partai Perindo fokus mengentaskan masyarakat yang tertinggal supaya mereka lebih sejahtera,” katanya.
HT memberikan contoh China yang menerapkan kebijakan khusus bagi masyarakat menengah bawah. Dari kebijakan tersebut mereka bisa tumbuh lebih cepat dari menengah atas. Hasilnya pertumbuhan ekonomi China rata-rata sebesar 9% per tahun dan berhasil menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-2 di dunia.
Sebaliknya, India yang menerapkan pasar bebas, di mana aturan berlaku sama bagi semua, baik yang mapan maupun yang belum mapan yang terjadi adalah kesenjangan India sangat lebar dan perekonomiannya jauh tertinggal di belakang China.
Selain itu, HT juga menyoroti dominasi asing di industri-industri strategis Indonesia. “Itu salah satu sebab mengapa banyak kebijakan cenderung berpihak kepada masyarakat yang mapan. Dunia usaha, masyarakat menengah ke atas, karena lobi. Saya pernah diberi tahu oleh satu mantan birokrat yang idealis, dia bilang, hampir semua kebijakan yang dibuat itu hasil dari lobi pengusaha dan asing,” kata pria yang genap berusia 50 tahun tersebut.
Dia menambahkan, dalam membangun bangsa harus memiliki koridor. “Yang terkait masyarakat menengah bawah tidak bisa ada kompromi, karena harus kita bangun mereka,” kata HT
(dmd)