Firmanzah Prediksi Ekonomi 2016 Hanya Tumbuh 4,9%-5,1%
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Firmanzah memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan berada di kisaran 4,9% hingga 5,1%. Angka ini di bawah perkiraan Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan ekonomi Indonesia akan berada di angka 5,2% hingga 5,6% pada 2016.
Dia menjelaskan, kendati prediksinya tidak terlalu tinggi namun tetap optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan jauh lebih baik pada tahun depan. Optimismenya tersebut karena melihat fundamental ekonomi yang relatif terjaga. (Baca: BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hanya 5,2%)
"Cadangan devisa meskipun tergerus USD11,1 juta untuk menenangkan rupiah tapi masih relatif oke," ujarnya di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menuturkan, optimisme tersebut juga melihat angka inflasi serta kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang jauh lebih tertata dibanding pada era 1998 dan 2008.
"Institusi untuk monitoring pendeteksian dini inflasi daerah jauh lebih mapan. Depresiasi rupiah juga relatif lebih soft, dan memang NPL di sektor UKM masih harus diwaspadai, tapi secara nasional masih managable," tutur dia.
Firmanzah melanjutkan, bunga di pasar uang antar bank juga relatif lebih halus dibanding beberapa tahun sebelumnya. Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meskipun sempat terkoreksi namun jauh lebih bagus dibanding 2008. "Suku bunga dan rasio utang luar negeri juga lebih managable," tandasnya.
Dia menjelaskan, kendati prediksinya tidak terlalu tinggi namun tetap optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan jauh lebih baik pada tahun depan. Optimismenya tersebut karena melihat fundamental ekonomi yang relatif terjaga. (Baca: BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hanya 5,2%)
"Cadangan devisa meskipun tergerus USD11,1 juta untuk menenangkan rupiah tapi masih relatif oke," ujarnya di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menuturkan, optimisme tersebut juga melihat angka inflasi serta kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang jauh lebih tertata dibanding pada era 1998 dan 2008.
"Institusi untuk monitoring pendeteksian dini inflasi daerah jauh lebih mapan. Depresiasi rupiah juga relatif lebih soft, dan memang NPL di sektor UKM masih harus diwaspadai, tapi secara nasional masih managable," tutur dia.
Firmanzah melanjutkan, bunga di pasar uang antar bank juga relatif lebih halus dibanding beberapa tahun sebelumnya. Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meskipun sempat terkoreksi namun jauh lebih bagus dibanding 2008. "Suku bunga dan rasio utang luar negeri juga lebih managable," tandasnya.
(dmd)