Bitung Didorong Jadi Pelabuhan Perikanan Internasional
A
A
A
JAKARTA - Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung di Manado, Sulawesi Utara, akan terus digenjot sebagai pelabuhan perikanan internasional menyamai pelabuhan perikanan di Filipina.
Kepala PPS Bitung, Frits PL Lesnussa mengatakan, pengembangan pelabuhan yang dipimpinnya akan berproses hingga tahun 2017. Saat ini, pelabuhan yang berada di atas lahan seluas 8,5 hektare tersebut mampu menampung dan mengolah hasil perikanan tangkap yang siap ekspor ke sejumlah negara.
"Kita memiliki areal reefer container, bengkel kapal perikanan, cold storage, pengolahan ikan, dermaga, docking hingga log perbekalan. Kami harapkan, ke depan bisa pelabuhan ini bisa menjadi pelabuhan perikanan internasional," ujarnya, dalam kunjungan sejumlah media ke PPS Bitung, Sulawesi Utara, akhir pekan lalu.
Menurutnya, PPS Bitung merupakan salah satu pintu gerbang ke wilayah Asia Pasifik yang bisa menyamai Pelabuhan General Santos di Filipina. Perputaran uang yang ada pada pelabuhan dibawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, mencapai Rp2,4 triliun dengan kondisi existing yang ada saat ini.
Perputaran uang, imbuh Frits, bisa meningkat dua kali lipat jika kondisi lahan dan pengelolaan ikan ditingkatkan. "Idealnya, lahan untuk pelabuhan perikanan internasional itu, minimal 20 ha. Kemudian kualitas pengolahan yang ada dalam PPS ini juga ditambah, maka peredaran uang bisa meningkat dua kali lipat atau sekittar Rp5 triliun," ujarnya.
Saat ini, PPS Bitung baru menyumbang sektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) rata-rata Rp600 juta. "Tapi tahun ini kami akan kejar target hampir mencapai Rp1 miliar," ucapnya.
Kendala yang ada saat ini, masih banyak kapal ikan yang berada di luar teritori PPS Bitung yang belum dipungut PNBP atau kapal-kapal besar hanya menambatkan kapalnya kemudian memanfaatkan kapal feeder ke area pengolahan ikan di PPS Bitung.
"Kami berharap ada aturan yang bisa mengenakan pungutan kepada kapal tangkap yang tak merapat ke dermaga. Dengan begitu, PNBP bisa diraih rata-rata Rp1 miliar," pungkasnya.
Adapun, keterbatasan lain dalam permasalaahan perikanan tangkap di PPS Bitung diantaranya, kapasitas yang terbatas untuk dermaga bongkar muat pada kapal diatas 30 GT (grooston), masih terbatasnya daya listrik pelabuhan atau hanya 30 KVA, terbatasnya kapasitas air bersih untuk nelayan atau hanya 70 ton, masih kurangnya konektivitas ke perusahaan perikanan serta masih lemahnya pelaksanaan Port State Measeure.
Dahulu, Pelabuhan General Santos atau lebih dikenal dengan Gensan di Filipina menerima pasokan 99% dari transaksi tuna yang dilakukan secara ilegal di Indonesia. Salah satu perikanan tangkap tuna terbesar di Indonesia ada di wilayah Bitung.
Saat ini produksi perikanan di PPS Bitung meningkat 52,45% pada tahun 2014. Peningkatan tersebut disebabkan adanya moratorium perikanan, sehingga daerah penangkapan ikan juga makin dekat.
Kepala PPS Bitung, Frits PL Lesnussa mengatakan, pengembangan pelabuhan yang dipimpinnya akan berproses hingga tahun 2017. Saat ini, pelabuhan yang berada di atas lahan seluas 8,5 hektare tersebut mampu menampung dan mengolah hasil perikanan tangkap yang siap ekspor ke sejumlah negara.
"Kita memiliki areal reefer container, bengkel kapal perikanan, cold storage, pengolahan ikan, dermaga, docking hingga log perbekalan. Kami harapkan, ke depan bisa pelabuhan ini bisa menjadi pelabuhan perikanan internasional," ujarnya, dalam kunjungan sejumlah media ke PPS Bitung, Sulawesi Utara, akhir pekan lalu.
Menurutnya, PPS Bitung merupakan salah satu pintu gerbang ke wilayah Asia Pasifik yang bisa menyamai Pelabuhan General Santos di Filipina. Perputaran uang yang ada pada pelabuhan dibawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, mencapai Rp2,4 triliun dengan kondisi existing yang ada saat ini.
Perputaran uang, imbuh Frits, bisa meningkat dua kali lipat jika kondisi lahan dan pengelolaan ikan ditingkatkan. "Idealnya, lahan untuk pelabuhan perikanan internasional itu, minimal 20 ha. Kemudian kualitas pengolahan yang ada dalam PPS ini juga ditambah, maka peredaran uang bisa meningkat dua kali lipat atau sekittar Rp5 triliun," ujarnya.
Saat ini, PPS Bitung baru menyumbang sektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) rata-rata Rp600 juta. "Tapi tahun ini kami akan kejar target hampir mencapai Rp1 miliar," ucapnya.
Kendala yang ada saat ini, masih banyak kapal ikan yang berada di luar teritori PPS Bitung yang belum dipungut PNBP atau kapal-kapal besar hanya menambatkan kapalnya kemudian memanfaatkan kapal feeder ke area pengolahan ikan di PPS Bitung.
"Kami berharap ada aturan yang bisa mengenakan pungutan kepada kapal tangkap yang tak merapat ke dermaga. Dengan begitu, PNBP bisa diraih rata-rata Rp1 miliar," pungkasnya.
Adapun, keterbatasan lain dalam permasalaahan perikanan tangkap di PPS Bitung diantaranya, kapasitas yang terbatas untuk dermaga bongkar muat pada kapal diatas 30 GT (grooston), masih terbatasnya daya listrik pelabuhan atau hanya 30 KVA, terbatasnya kapasitas air bersih untuk nelayan atau hanya 70 ton, masih kurangnya konektivitas ke perusahaan perikanan serta masih lemahnya pelaksanaan Port State Measeure.
Dahulu, Pelabuhan General Santos atau lebih dikenal dengan Gensan di Filipina menerima pasokan 99% dari transaksi tuna yang dilakukan secara ilegal di Indonesia. Salah satu perikanan tangkap tuna terbesar di Indonesia ada di wilayah Bitung.
Saat ini produksi perikanan di PPS Bitung meningkat 52,45% pada tahun 2014. Peningkatan tersebut disebabkan adanya moratorium perikanan, sehingga daerah penangkapan ikan juga makin dekat.
(dmd)