Fondasi Ekonomi RI Rendah Picu Ketimpangan Sosial
A
A
A
JAKARTA - Direktur Institut For Economic and Social Research I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan, ketahanan ekonomi yang rendah mengindikasikan bahwa fondasi ekonomi Indonesia tidak kuat dalam menghadapi shocks yang terjadi.
Shock economy yang terjadi adalah perlambatan ekonomi yang melanda Indonesia dan dunia dalam beberapa waktu terakhir, dan tentunya menghantam masyarakat bawah.
(Baca Juga: Empat Cara Memangkas Ketimpangan Sosial versi Bank Dunia)
"Kaum yang paling rentan dari shocks adalah masyarakat miskin. Ini menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya ketimpangan terutama saat sekarang ini Indonesia mengahadapi shocks dari perekonomian global," ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (9/12/2015).
Faktor lain yang paling menentukan ketimpangan, lanjut dia adalah masalah buruknya tata kelola pemerintahanan. Maka kualitas institusi harus ditingkatkan baik pada level nasional maupun daerah.
"Institusi pemerintah yang bersih, transparan dan yang paling penting adalah kebijakannya bersifat inklusif, yaitu kebijakan yang memberi keadilan terutama untuk masyarakat miskin dan tidak mampu," sambungnya.
Menurutnya hal ini sudah mulai terlihat di pemerintahan Jokowi dimana dari sisi budget sudah dialihkan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) ke pengeluaran produktif.
"Alokasi budget belum cukup kalau tidak disertai dengan transparansi dan kontrol serta evaluasi hasilnya. Dalam era desentralisasi ini tata kelola pemerintah daerah menjadi ujung tombak untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan memberi keadilan untuk masyarakat miskin," pungkasnya.
Shock economy yang terjadi adalah perlambatan ekonomi yang melanda Indonesia dan dunia dalam beberapa waktu terakhir, dan tentunya menghantam masyarakat bawah.
(Baca Juga: Empat Cara Memangkas Ketimpangan Sosial versi Bank Dunia)
"Kaum yang paling rentan dari shocks adalah masyarakat miskin. Ini menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya ketimpangan terutama saat sekarang ini Indonesia mengahadapi shocks dari perekonomian global," ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (9/12/2015).
Faktor lain yang paling menentukan ketimpangan, lanjut dia adalah masalah buruknya tata kelola pemerintahanan. Maka kualitas institusi harus ditingkatkan baik pada level nasional maupun daerah.
"Institusi pemerintah yang bersih, transparan dan yang paling penting adalah kebijakannya bersifat inklusif, yaitu kebijakan yang memberi keadilan terutama untuk masyarakat miskin dan tidak mampu," sambungnya.
Menurutnya hal ini sudah mulai terlihat di pemerintahan Jokowi dimana dari sisi budget sudah dialihkan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) ke pengeluaran produktif.
"Alokasi budget belum cukup kalau tidak disertai dengan transparansi dan kontrol serta evaluasi hasilnya. Dalam era desentralisasi ini tata kelola pemerintah daerah menjadi ujung tombak untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan memberi keadilan untuk masyarakat miskin," pungkasnya.
(akr)