Pertagas Caplok PGN, Ini Komentar BPH Migas
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai rencana PT Pertamina Gas (Pertagas) mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) bukan solusi dalam memperbaiki tata kelola gas di Tanah Air.
Kepala Sub Bagian Direktorat Gas BPH Migas Sri Wahyu Purwanto menjelaskan, PGN merupakan perusahaan negara yang berstatus terbuka (Tbk), yang harganya sudah mengikuti perkembangan pasar. Jika Pertagas mengakuisisi PGN, maka biaya yang dikeluarkan harus mengikuti harga saham PGN yang bergerak di pasar.
Menurutnya, aset PGN saat ini sekitar Rp50 triliun dengan saham yang diedarkan sekitar 24,2 miliar lembar saham atau senilai Rp63 triliun (asumsi harga saham Rp2.625 per lembar saham). Dari lembaran saham yang diedarkan tersebut, yang dikuasai asing sekitar 34,9%, pemerintah 56%, dan investor lokal 8%.
"Sehingga kalau yang mau di-buyback itu kan berarti yang asing. Kalau 34% mau di-buyback berarti butuh dana 34% kali Rp63 triliun. Jadi sekitar Rp22 triliun yang harus disiapkan. Mahal ya," katanya di Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Sementara, jika PGN yang mengakuisisi Pertagas, sebanyak 34,9% saham PGN telah dimiliki asing. Namun, ongkos akuisisi akan lebih murah karena nilai aset Pertagas itu nilai buku, sedangkan PGN adalah nilai pasar. "Karena perusahaan Tbk itu kalau akan diakuisisi tentunya akan sesuai harga pasar," imbuh dia.
Wahyu menuturkan, kendala dalam pengelolaan gas di Tanah Air saat ini adalah minimnya infrastruktur gas yang dibangun. Dengan demikian, dana Rp22 triliun tersebut lebih baik diserahkan ke Pertagas untuk membangun infrastruktur.
"Ngapain digabungin. Persoalan kita kan kurang infrastruktur, kalau punya uang Rp22 triliun mending bikin pipa. Kalau Pertagas yang diakuisisi PGN tentunya akan heboh. Karena sahamnya 39% asing. Jadi Pertagas mending dikasih Rp22 triliun untuk bangun infrastruktur," jelasnya.
Menurutnya, dana Rp22 triliun yang dibutuhkan untuk mengakuisisi PGN tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membangun pipa oleh Pertagas. Bahkan, dengan asumsi investasi pipa sekitar USD50 ribu per kilometer (km) per inch, maka uang Rp22 triliun tersebut bisa digunakan untuk membangun pipa sekitar 3.289 km.
"Pertagas punya pipa 2.900 km, PGN 6.470 km. Jadi total pipa existing 9.370 km. Kalau tidak ada merger, duit Rp22 triliun itu bisa bangun pipa 3 ribu km. Jadi ngapain ada merger," tandas Wahyu.
Kepala Sub Bagian Direktorat Gas BPH Migas Sri Wahyu Purwanto menjelaskan, PGN merupakan perusahaan negara yang berstatus terbuka (Tbk), yang harganya sudah mengikuti perkembangan pasar. Jika Pertagas mengakuisisi PGN, maka biaya yang dikeluarkan harus mengikuti harga saham PGN yang bergerak di pasar.
Menurutnya, aset PGN saat ini sekitar Rp50 triliun dengan saham yang diedarkan sekitar 24,2 miliar lembar saham atau senilai Rp63 triliun (asumsi harga saham Rp2.625 per lembar saham). Dari lembaran saham yang diedarkan tersebut, yang dikuasai asing sekitar 34,9%, pemerintah 56%, dan investor lokal 8%.
"Sehingga kalau yang mau di-buyback itu kan berarti yang asing. Kalau 34% mau di-buyback berarti butuh dana 34% kali Rp63 triliun. Jadi sekitar Rp22 triliun yang harus disiapkan. Mahal ya," katanya di Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Sementara, jika PGN yang mengakuisisi Pertagas, sebanyak 34,9% saham PGN telah dimiliki asing. Namun, ongkos akuisisi akan lebih murah karena nilai aset Pertagas itu nilai buku, sedangkan PGN adalah nilai pasar. "Karena perusahaan Tbk itu kalau akan diakuisisi tentunya akan sesuai harga pasar," imbuh dia.
Wahyu menuturkan, kendala dalam pengelolaan gas di Tanah Air saat ini adalah minimnya infrastruktur gas yang dibangun. Dengan demikian, dana Rp22 triliun tersebut lebih baik diserahkan ke Pertagas untuk membangun infrastruktur.
"Ngapain digabungin. Persoalan kita kan kurang infrastruktur, kalau punya uang Rp22 triliun mending bikin pipa. Kalau Pertagas yang diakuisisi PGN tentunya akan heboh. Karena sahamnya 39% asing. Jadi Pertagas mending dikasih Rp22 triliun untuk bangun infrastruktur," jelasnya.
Menurutnya, dana Rp22 triliun yang dibutuhkan untuk mengakuisisi PGN tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membangun pipa oleh Pertagas. Bahkan, dengan asumsi investasi pipa sekitar USD50 ribu per kilometer (km) per inch, maka uang Rp22 triliun tersebut bisa digunakan untuk membangun pipa sekitar 3.289 km.
"Pertagas punya pipa 2.900 km, PGN 6.470 km. Jadi total pipa existing 9.370 km. Kalau tidak ada merger, duit Rp22 triliun itu bisa bangun pipa 3 ribu km. Jadi ngapain ada merger," tandas Wahyu.
(izz)