Pungutan Dana Ketahanan Energi Jalankan Sistem Ekonomi Penjajahan

Minggu, 27 Desember 2015 - 11:02 WIB
Pungutan Dana Ketahanan...
Pungutan Dana Ketahanan Energi Jalankan Sistem Ekonomi Penjajahan
A A A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengecam rencana pemerintah yang menjalankan pungutan dana ketahanan energi dari penjualan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar.. Menurutnya pungutan tersebut merupakan sistem ekonomi penjajahan yang menekan rakyat.

Dia menambahkan bila rencana pemerintah itu dapat disebut bertentangan dengan Nawacita, karena rakyat tidak berdaulat atas ekonomi.

“Ini sangat salah. Mereka melanggar sumpah jabatan untuk menjalankan konstitusi. Ini harus dibatalkan secepatnya dan harus diajukan ke DPR. Karena rakyat harus berdaulat dalam ekonomi bukan dibebankan dengan pungutan,” jelasnya, Sabtu (26/12/2015).

(Baca Juga: Pungutan Dana Ketahanan Energi Dinilai Tak Punya Landasan Hukum)

Dijelaskannya bahwa ide dana ketahanan energi secara substansial bermasalah karena ada dua beban yakni untuk ketahanan energi dan energi terbarukan. Secara aspek ekonomi hal tersebut tidak memiliki dasar.

Menurutnya dana ketahanan energi akan berhubungan dengan cost recovery, yang memiliki banyak item yang tidak berhubungan dengan produksi. Hingga saat ini biaya pokok produksi tidak bisa dihitung, baik dari perusahaan ataupun setiap sumur.

“Pihak yang melakukan penyusutan ialah perusahaan, maka seharusnya yang wajib bayar dana ketahanan energi ialah kontraktor tersebut. Kenapa rakyat yang tidak dapat apa-apa, namun harus dibebankan. Harga minyak kemahalan di masyarakat dan ditambah harus menangani kerusakan. Ini sama saja ekonomi model penjajahan artinya,” lanjutnya.

Selain itu, Dia juga mengkritik soal energi baru dan terbarukan yang seharusnya ada cetak biru dalam kebijakan energi nasional. Sementara negara ini tidak jelas akan bicarakan energi terbarukan berbasis apa.

Di Amerika Serikat jelas isunya menggunakan solar cell tenaga matahari dan tenaga angin. Isu ini selalu digagas oleh Hillary Clinton.

"Sedangkan rencana ketahanan energi nasional kita belum jelas menggunakan basis apa. Apakah berbasis ekonomi fosil yang mengandalkan kilang? Sedangkan di paket kebijakan VIII pemerintah sudah mengarahkan kebijakan hilir minyak ke konsep liberal,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0409 seconds (0.1#10.140)