Indef Minta Pemerintah Waspadai Pembekakan Utang
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) meminta pemerintah mewaspadai utang negara yang sebesar Rp4.204,7 triliun.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, meski rasio product domestic bruto (PDB) Indonesia masih aman, namun banyak indikator yang patut dicermati lebih dalam di luar sektor itu.
"Pemerintah harus waspada dengan utang ini. Memang jika dilihat dari rasio PDB kita masih aman, di bawah 60 %. Namun banyak indikator yang mesti diperhatikan karena kita tahu penerimaan kita turun," kata dia di Kantornya, Rabu (30/12/2015).
Indef mencatat jika sepanjang Januari hingga November 2015 utang pemerintah bertambah Rp466,04 triliun atau naik 17,86% dibanding tahun lalu. Bahkan lebih dari itu, realisasi utang ini mengalami pembengkakan hampir dua kali lipat jika dibanding 2014 yang meningkat 9,82% dari 2013 atau sebesar Rp233,2 triliun.
Selain itu, realisasi penerimaan pajak sampai akhir November 2015 baru mencapai 68,2% atau sebesar Rp1.015,6 triliun. Capaian ini jauh merosot jika dibanding periode sama 2014 yang mampu mencapai 80,2% atau sebesar Rp1.246,1 triliun.
"Nah, ketika utang aman atau tidak, risiko tinggi atau tidak, ya sederhana saja. Apakah kita mampu refinancing atau tidak, mampu membayar atau tidak. Itu semua tergantung pada penerimaan," tukas Enny.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, meski rasio product domestic bruto (PDB) Indonesia masih aman, namun banyak indikator yang patut dicermati lebih dalam di luar sektor itu.
"Pemerintah harus waspada dengan utang ini. Memang jika dilihat dari rasio PDB kita masih aman, di bawah 60 %. Namun banyak indikator yang mesti diperhatikan karena kita tahu penerimaan kita turun," kata dia di Kantornya, Rabu (30/12/2015).
Indef mencatat jika sepanjang Januari hingga November 2015 utang pemerintah bertambah Rp466,04 triliun atau naik 17,86% dibanding tahun lalu. Bahkan lebih dari itu, realisasi utang ini mengalami pembengkakan hampir dua kali lipat jika dibanding 2014 yang meningkat 9,82% dari 2013 atau sebesar Rp233,2 triliun.
Selain itu, realisasi penerimaan pajak sampai akhir November 2015 baru mencapai 68,2% atau sebesar Rp1.015,6 triliun. Capaian ini jauh merosot jika dibanding periode sama 2014 yang mampu mencapai 80,2% atau sebesar Rp1.246,1 triliun.
"Nah, ketika utang aman atau tidak, risiko tinggi atau tidak, ya sederhana saja. Apakah kita mampu refinancing atau tidak, mampu membayar atau tidak. Itu semua tergantung pada penerimaan," tukas Enny.
(izz)