Ada Tol Cipali, Ekonomi Indramayu 2015 Melambat
A
A
A
INDRAMAYU - Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indramayu selama periode 2015 mengalami keterlambatan pada angka 5,97%. Karena, pertumbuhan industri di kabupaten ini tidak signifikan.
Hasil produksi ketahanan pangan yang menurun dan bisnis perdagangan mengalami kerugian seiring dibukanya akses jalan tol Cipali.
Petugas Neraca dan Analisis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu Wijayanti mengatakan, lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indramayu disebabkan berbagai faktor, salah satunya ikon Kabupaten Indramayu sebagai lumbung padi nasional mengalami hasil produksi menurun akibat gagal panen.
Apalagi, komoditi unggulan daerah tersebut tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga berpengaruh juga terhadap inflasi Kabupaten Indramayu pada Desember 2015 ini secara umum mencapai 6,59%.
"Perlambatan itu terjadi karena sektor nonmigas pada 2015 tidak tumbuh sebesar tahun sebelumnya. Apalagi sektor migas mengalami perlambatan karena menurunnya jumlah produksi migas secara umum di Indramayu," tuturnya.
Laju inflasi dalam perkembangannya semakin kecil nilainya menandakan bahwa daerah tersebut mengalami persaingan ekonomi yang sangat kuat seiring perputaran kebutuhan bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bangunan, seperti inflasi Kota Cirebon 1,78% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 117,11%.
Menurutnya, berdasarkan pantauan inflasi satu tahun kalender Januari-Desember 2015 sebesar 6,59% diakumulasikan dari hasil indeks harga konsumen mengalami inflasi yakni kelompok bahan makanan sebesar 11,03%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,70%, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bangunan sebesar 7,78%, dan sandang 4,05%.
"Sedangkan untuk kesehatan mengalami deflasi sebesar 3,31%, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami deflasi 2,10%," tuturnya.
Khusus untuk Desember 2015, inflasi juga dipicu oleh kenaikan telur, susu, kacang-kacangan, buah-buahan dan bumbu yang cukup berpengaruh terhadap inflasi. Ditambah lagi bahan kebutuhan pokok selama ini banyak diperoleh dari daerah lain dan berdampak pada nilai jual yang sangat mahal.
"Contoh kebutuhan kelapa, harga di Cirebon tidak sama dengan Indramayu, karena barang kiriman kelapa dari Garut transit dulu di Cirebon baru ke Indramayu, juga terhadap bahan-bahan yang lainnya, sebagai perbandingan Indramayu gudangnya ikan nilai inflasinya hanya 5,19%," terang dia.
Secara umum, masyarakat Kabupaten Indramayu tidak dapat menikmati hasil produksi yang dikelola selama ini, sehingga dapat dikategorikan sebagai masyarakat konsumtif bukan produktif.
Kondisi yang terjadi dari hasil analisa dan penelitian, banyak ditemukan masyarakat Kabupaten Indramayu memilih menghabiskan uang di daerah lain, baik urusan belanja perlengkapan rumah tangga, penyelenggaraan rumah tangga, barang pribadi dan sandang bahkan kebutuhan yang lain.
"Hal itu disebabkan, karena pusat perbelanjaan seperti mall dan super market sedikit, warung-warung besar juga minim, sehingga berdampak pada inflasi juga, di mana inflasi kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terjadi secara terus-menerus," imbuhnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kabupaten Indramayu Djaenuddin mengakui, dalam periode 2015 perekonomian mengalami kelesuan.
"Kelesuan usaha tidak hanya dialami di Indramayu melainkan juga di tingkat regional dan nasional," kata dia.
Pada 2016, Hipmi Kabupaten Indramayu mendorong ekonomi kreatif dan UMKM untuk bisa lebih kompetitif terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Hasil produksi ketahanan pangan yang menurun dan bisnis perdagangan mengalami kerugian seiring dibukanya akses jalan tol Cipali.
Petugas Neraca dan Analisis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu Wijayanti mengatakan, lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indramayu disebabkan berbagai faktor, salah satunya ikon Kabupaten Indramayu sebagai lumbung padi nasional mengalami hasil produksi menurun akibat gagal panen.
Apalagi, komoditi unggulan daerah tersebut tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga berpengaruh juga terhadap inflasi Kabupaten Indramayu pada Desember 2015 ini secara umum mencapai 6,59%.
"Perlambatan itu terjadi karena sektor nonmigas pada 2015 tidak tumbuh sebesar tahun sebelumnya. Apalagi sektor migas mengalami perlambatan karena menurunnya jumlah produksi migas secara umum di Indramayu," tuturnya.
Laju inflasi dalam perkembangannya semakin kecil nilainya menandakan bahwa daerah tersebut mengalami persaingan ekonomi yang sangat kuat seiring perputaran kebutuhan bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bangunan, seperti inflasi Kota Cirebon 1,78% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 117,11%.
Menurutnya, berdasarkan pantauan inflasi satu tahun kalender Januari-Desember 2015 sebesar 6,59% diakumulasikan dari hasil indeks harga konsumen mengalami inflasi yakni kelompok bahan makanan sebesar 11,03%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,70%, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bangunan sebesar 7,78%, dan sandang 4,05%.
"Sedangkan untuk kesehatan mengalami deflasi sebesar 3,31%, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami deflasi 2,10%," tuturnya.
Khusus untuk Desember 2015, inflasi juga dipicu oleh kenaikan telur, susu, kacang-kacangan, buah-buahan dan bumbu yang cukup berpengaruh terhadap inflasi. Ditambah lagi bahan kebutuhan pokok selama ini banyak diperoleh dari daerah lain dan berdampak pada nilai jual yang sangat mahal.
"Contoh kebutuhan kelapa, harga di Cirebon tidak sama dengan Indramayu, karena barang kiriman kelapa dari Garut transit dulu di Cirebon baru ke Indramayu, juga terhadap bahan-bahan yang lainnya, sebagai perbandingan Indramayu gudangnya ikan nilai inflasinya hanya 5,19%," terang dia.
Secara umum, masyarakat Kabupaten Indramayu tidak dapat menikmati hasil produksi yang dikelola selama ini, sehingga dapat dikategorikan sebagai masyarakat konsumtif bukan produktif.
Kondisi yang terjadi dari hasil analisa dan penelitian, banyak ditemukan masyarakat Kabupaten Indramayu memilih menghabiskan uang di daerah lain, baik urusan belanja perlengkapan rumah tangga, penyelenggaraan rumah tangga, barang pribadi dan sandang bahkan kebutuhan yang lain.
"Hal itu disebabkan, karena pusat perbelanjaan seperti mall dan super market sedikit, warung-warung besar juga minim, sehingga berdampak pada inflasi juga, di mana inflasi kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terjadi secara terus-menerus," imbuhnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kabupaten Indramayu Djaenuddin mengakui, dalam periode 2015 perekonomian mengalami kelesuan.
"Kelesuan usaha tidak hanya dialami di Indramayu melainkan juga di tingkat regional dan nasional," kata dia.
Pada 2016, Hipmi Kabupaten Indramayu mendorong ekonomi kreatif dan UMKM untuk bisa lebih kompetitif terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
(izz)