Kejar Wajib Pajak, DJP Jateng Gunakan Satelit Lapan

Rabu, 13 Januari 2016 - 00:37 WIB
Kejar Wajib Pajak, DJP...
Kejar Wajib Pajak, DJP Jateng Gunakan Satelit Lapan
A A A
SEMARANG - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah (Jateng) I memanfaatkan teknologi modern untuk menggenjot penerimaan dari wajib pajak. Salah satunya adalah dengan menggunakan foto citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Kepala Kanwil DJP Jateng I Dasto Ledyanto mengatakan, salah satu keuntungan menggunakan foto citra satelit Lapan adalah dapat mencari pengusaha-pengusaa tambang yang ada di daerah terpencil yang selama ini tidak mau membayar pajak. “Teknologi sangat dibutuhkan untuk mencari keberadaan wajib pajak (WP) terutama di daerah-daerah terpencil,” ujar Kepala Kanwil DJP Jateng I Dasto Ledyanto.

Dia mencontohkan, melalui foto citra satelit Lapan, pihaknya berhasil mendeteksi 100-an lebih pengusaha tambang di daerah pegunungan Rembang yang cukup besar, dan belum pernah melakukan pembayaran pajak. “Padahal, penambang ini skala besar, makanya akan kita buru, dan akan kita bina,” katanya.

Selain untuk mendeteksi di kawasan terpencil, penggunaan foto citra satelit juga bisa untuk melihat dan menganalisa sejumlah bangunan baik itu rumah maupun bangunan lainmilik pribadi maupun perusahaan. (Baca: Genjot Penerimaan Pajak, HT Sebut Pemerintah Pakai Cara Berisiko)

“Sebagai contoh, Kanwil DJP Jawa Tengah I berhasil menjaring 121 usaha pertambangan yang selama ini belum dikenakan pajak dengan jumlah ketetapan PBB P3 sebesar Rp942 juta. Selain itu, pengusaha berskala besar yang bergerak di bidang retail, industri dan pergudangan yang selama ini tidak mendaftarkan kegiatannya dalam administrasi perpajakan,” imbuhnya.

Selain menggunakan citra satelit, DJP Jateng juga menerjunkan ratusan petugas untuk melakukan visit ke desa-desa, kelurahan, dan berkoordinasi dengan pemangku wilayah. Hasilnya ditemukan sebanyak 5.000 calon wajib pajak tak terdaftar. Mereka semua seharusnya sudah terdata sejak 2 tahun lalu. Karena tidak terdaftar sampai kini, mereka tidak melakukan pembayaran pajak. "Saat ini sedang kita lakukan pembinaan, dan sebagian sudah ada yang melakukan pembayaran di tahun 2015 lalu,” ujar Dasto.

Menurutnya, tingkat kesadaran WP orang pribadi sepanjang 2015 mengalami peningkatan hingga 44,95%, dengan jumlah mencapai 6.825 WP. Sementara untuk peningkatan WP badan, terdapat 4.567 WP baru. Dari WP orang pribadi dan WP Badan baru tersebut didapatkan iuran sebesar Rp599,49 miliar.

Dasto menjelaskan, peningkatan tersebut efek dari kebijakan pemerintah yang memberlakukan penghapusan sanksi pajak, dan memberikan kesempatan kepada WP untuk melakukan pembetulan SPT. “Program Tahun Pembinaan Wajib Pajak yang ditujukan untuk mendorong WP melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sangat berpengaruh terahadap penerimaan pajak,” katanya.

Saat ini, terdapat peningkatan signifikan terjadap jumlah WP yang terdaftar. Sampai akhir 2015, jumlah WP mencapai 1.301.443, terdiri dari 92.046 WP badan, 1.185.980 WP orang pribadi, dan 23.417 WP bendaharawan. "Jumlah WP ini naik sekitar 12,68% dibandingkan jumlah WP sampai dengan akhir Desember 2014 yang hanya sebesar 1.154.910 WP," ungkapnya.

Penerimaan Pajak 2015

Untuk penerimaan pajak sepanjang 2015 , hanya mencapai Rp23,45 triliun atau 83,47% dari target yang dipatok sebesar Rp28,09 triliun. Meski begitu, jumlah tersebut mengalami pertumbuhan 17,7% dibandingkan penerimaan pajak pada 2014 yang mencapai Rp16,86 triliun.

Realisasi penerimaan pajak 2015 didominasi Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang mencapai Rp11,13 triliun. Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), sebesar Rp11,99 triliun. Selanjutnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3), sebesar Rp104,05 miliar, serta sisanya sebesar Rp210,05 miliar disumbang pajak lain-lain.

Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jateng 1, Machrizal Desano menambahkan untuk memberikan efek jera pihaknya melakukan tindakan penegakan hukum terhadap WP nakal.

Sepanjang 2015 lalu Machrizal mengaku sudah melakukan tindakan terhadap tujuh perusaaan dan sudah dilakukan tindakan. Bahkan satu diantara sudah ada yang divonis hukum.

“Penegakan hukum dilakukan setelah menemukan bukti permulaan yang cukup sebelum akhirnya dilakukan proses penyidikan,” jelasnya.

Selain itu, selama 2015, terdapat sebanyak 61 pengusaha (WP) yang dicekal karena bermasalah piutang. Penanganannya telah dilakukan sejak 2015, hingga saat ini prosesnya sedang berlangsung dan akan dituntaskan di tahun 2016. "Nilainya mencapai Rp 85,9 miliar," ujarnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Katholik Soegijapranata Andreas Lako mengatakan, penerimaan pajak memang sangat penting untuk negara. Karena itu, upaya penerimaan pajak harus dimaksimalkan.

Andreas melihat, sampai saat ini masih banyak kelompok masyarakat yang seharusnya menjadi wajib pajak, namun tidak masuk daftar. Karena itu, Dirjen pajak harus melakukan langkah evaluasi, kelompok mana saja yang seharusnya menjadi wajib pajak.

“Dirjen pajak perlu melakukan kajian yang mendalam terutama mengenai kira-kira kelompok mana yang belum disasar, jenis-jenis penghasilan seperti apa yang kena dan tidak kena pajak dan lainnya,” terangnya.

Namun, lanjut Andreas, yang terpenting sebenarnya adalah wajib pajak badan. Karena wajib pajak koorporasi, pembayaran pajaknya jauh lebih besar daripada wajib pajak orang pribadi.

Koorporasi banyak menggunakan cara rekayasa keuangan untuk menghindari pajak. "Dibuat seolah-olah rugi, memanfaatkan metode akutansi yang ada. Misalnya, meniadakan bukti transaksi sehingga tidak masuk laporan. Ini merugikan," tegasnya.

Dia menambahkan, upaya lain yang dilakukan perusahaan untuk menghindari pajak adalah dengan melakukan kongkalikong atau main mata dengan oknum petugas pajak. “Selama ini koorporasi menilai kalau bisa membayar pajak lebih murah kenapa harus membayar mahal. Ini yang seharusnya menjadi bidikan utama Dirjen pajak,” tandasnya.

Realisasi Penerimaan pajak 2014

Pencapaian Rp16,86 miliar
Kontribusi penerimaan pajak:

1. Industri pengolahan sebesar 39,52% (Rp 6.6 triliun),
2. Perdagangan besar-eceran sebesar 20,74% (Rp3.4 triliun)
3. Sektor keuangan dan asuransi sebesar 10,48% (Rp1,7 triliun),
4. Administrasi pemerintahan 8.96% (Rp1,5 triliun)
5. Bidang konstruksi di posisi 6,18% dengan capaian 1 triliun.
6. Sisanya sekitar 14% dari beberapa sektor lainnya.

Pertumbuhan tertinggi:
- PPN dan PPnBM yang mencapai 43,97%.
- PPh Non Migas mencapai 28,64%,

Realisasi Penerimaan Pajak 2015

Pencapai Rp23,45 triliun (83,47% dari target yang dipatok sebesar Rp28,09 triliun)
Kontribusi penerimaan pajak:

1. Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas Rp11,13 triliun
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), sebesar Rp11,99 triliun.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3), sebesar Rp104,05 miliar
4. Sisanya sebesar Rp210,05 miliar disumbang pajak lainnya.

Baca juga:

Jokowi Akui Ketimpangan Indonesia Timur Bagai Bumi dan Langit

Rincian Harga BBM dan Elpiji Terbaru

Gaji Pekerja Indonesia di Bawah Myanmar dan Vietnam
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0974 seconds (0.1#10.140)