Soal Blok Masela, Pemerintah Lebih Untung Bangun Kilang di Laut
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai pembangunan kilang di Blok Masela, Maluku melalui jalur laut lewat skema floating LNG (offshore) lebih menguntungkan, dibanding menggunakan skema pipanisasi (onshore).
Dia menjelaskan, dua opsi yang muncul dalam pengembangan kilang di Lapangan Abadi tersebut sejatinya tidak menjadi hal yang penting bagi kontraktor, dalam hal ini Inpex Corporation dan Shell. Sebab, yang mereka tekankan adalah jatah internal rate of return (IRR) sebesar 12%.
"Mau apapun di darat atau di laut itu tidak ada urusan sama kontraktor. Paling penting dia 12% internal rate of return (IRR) nya. Mau pemerintah minta berapa, ujung-ujungnya 12% IRR nya," katanya di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Kendati demikian, sambung mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, jika menggunakan skema offshore maka pemerintah akan mendapat bagi hasil yang menguntungkan. "Kalau di laut, itu split nya kira-kira 70% pemerintah dan 30% Inpex sama Shell. Kemudian ada cost recovery," imbuh dia.
Sementara jika dibangun di darat, kemungkinan besar porsi bagi hasil antara pemerintah dan operator bisa terbalik. Sebab, skema pipanisasi membutuhkan ongkos lebih besar karena harus membangun pipa sepnjang 800 kilometer (km) dan tidak efisien.
"Sekarang muncul offshore, tetap dia (operator) minta 12% kan. Akibatnya apa? Tadinya 70% (pemerintah) dan 30% (contractor), karena ongkosnya naik tapi untung dia ingin tetap kan (12%), maka splitnya kan yang berubah. Pemerintahnya cuma dapat 20% dan merekanya 80%," tandasnya.
Dia menjelaskan, dua opsi yang muncul dalam pengembangan kilang di Lapangan Abadi tersebut sejatinya tidak menjadi hal yang penting bagi kontraktor, dalam hal ini Inpex Corporation dan Shell. Sebab, yang mereka tekankan adalah jatah internal rate of return (IRR) sebesar 12%.
"Mau apapun di darat atau di laut itu tidak ada urusan sama kontraktor. Paling penting dia 12% internal rate of return (IRR) nya. Mau pemerintah minta berapa, ujung-ujungnya 12% IRR nya," katanya di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Kendati demikian, sambung mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, jika menggunakan skema offshore maka pemerintah akan mendapat bagi hasil yang menguntungkan. "Kalau di laut, itu split nya kira-kira 70% pemerintah dan 30% Inpex sama Shell. Kemudian ada cost recovery," imbuh dia.
Sementara jika dibangun di darat, kemungkinan besar porsi bagi hasil antara pemerintah dan operator bisa terbalik. Sebab, skema pipanisasi membutuhkan ongkos lebih besar karena harus membangun pipa sepnjang 800 kilometer (km) dan tidak efisien.
"Sekarang muncul offshore, tetap dia (operator) minta 12% kan. Akibatnya apa? Tadinya 70% (pemerintah) dan 30% (contractor), karena ongkosnya naik tapi untung dia ingin tetap kan (12%), maka splitnya kan yang berubah. Pemerintahnya cuma dapat 20% dan merekanya 80%," tandasnya.
(akr)