Proyek Kereta Cepat Disebut Pengamat Langgar Undang-undang
A
A
A
JAKARTA - Proyek kereta cepat (high speed train) yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tengah pekan kemarin untuk rute Jakarta-Bandung dinilai telah melanggar undang-undang (UU). Pengamat kebijakan publik Agung Pambagyo menerangkan Perpres No. 107 tahun 2015 tentang Percepatan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat menyalahi UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Saya mohon kalau ingin bangun harus ikuti aturan yang ada. Kalau Perpres itu tidak diubah, jangan-jangan nanti akan ada Perpres atau Kepres baru yang dilanggar. Kalau begitu, apa bedanya dengan Orde Baru?” tegasnya di Jakarta, Minggu (24/1/2016).
(Baca Juga: JK Tegaskan Proyek Kereta Cepat Kantongi Semua Izin)
Dalam mengebut proyek infrastruktur, Dia menilai terkesan tidak apa-apa melanggar aturan yang penting cepat diselesaikan. Padahal atas kelayakan proyek ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub)belum memberikan izin. Dan menurutnya dari sisi amdal (analisis dampak lingkungan) dan tata ruang kota tidak sesuai aturan.
“Pemerintah rentan terjerumus. Terkesan yang penting jadi, tidak apa-apa menabrak aturan. Mestinya dikaji dulu kelayakannya, baru kemudian melakukan pembangunan. Ini membangun dulu baru akan mengkaji dampak lingkungannya,” sambungnya.
Dia menekankan tidak setuju pembangunan kereta cepat ini, karena menurutnya dana itu dapat digunakan untuk membenahi infrastruktur yang ada atau bisa juga buat memperbaiki sinyal kereta, rel dan lain-lain. “Bahkan untuk kereta Jakarta-Surabaya saja jika hal yang di diperbaiki hanya butuh Rp10 triliun dan laju keretanya bisa cepat,” tandasnya.
Sementara itu Anggota Komisi VI DPR, Refrizal mengungkapkan, jika proyek kereta cepat ini memang sangat beresiko secara bisnis dan mengancam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui Menteri BUMN, Rini Soemarno menyatakan proyek kereta cepat dibangun oleh konsorsium BUMN yakni PT Wijaya Karya Tbk (Persero), PT Jasa Marga Tbk (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
“Ada resiko bisnis, empat BUMN harus setor modal. Jika nantinya dalam proses pengerjaan terjadi apa-apa, maka yang jadi jaminan BUMN tersebut,” beber Refrizal.
“Saya mohon kalau ingin bangun harus ikuti aturan yang ada. Kalau Perpres itu tidak diubah, jangan-jangan nanti akan ada Perpres atau Kepres baru yang dilanggar. Kalau begitu, apa bedanya dengan Orde Baru?” tegasnya di Jakarta, Minggu (24/1/2016).
(Baca Juga: JK Tegaskan Proyek Kereta Cepat Kantongi Semua Izin)
Dalam mengebut proyek infrastruktur, Dia menilai terkesan tidak apa-apa melanggar aturan yang penting cepat diselesaikan. Padahal atas kelayakan proyek ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub)belum memberikan izin. Dan menurutnya dari sisi amdal (analisis dampak lingkungan) dan tata ruang kota tidak sesuai aturan.
“Pemerintah rentan terjerumus. Terkesan yang penting jadi, tidak apa-apa menabrak aturan. Mestinya dikaji dulu kelayakannya, baru kemudian melakukan pembangunan. Ini membangun dulu baru akan mengkaji dampak lingkungannya,” sambungnya.
Dia menekankan tidak setuju pembangunan kereta cepat ini, karena menurutnya dana itu dapat digunakan untuk membenahi infrastruktur yang ada atau bisa juga buat memperbaiki sinyal kereta, rel dan lain-lain. “Bahkan untuk kereta Jakarta-Surabaya saja jika hal yang di diperbaiki hanya butuh Rp10 triliun dan laju keretanya bisa cepat,” tandasnya.
Sementara itu Anggota Komisi VI DPR, Refrizal mengungkapkan, jika proyek kereta cepat ini memang sangat beresiko secara bisnis dan mengancam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui Menteri BUMN, Rini Soemarno menyatakan proyek kereta cepat dibangun oleh konsorsium BUMN yakni PT Wijaya Karya Tbk (Persero), PT Jasa Marga Tbk (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
“Ada resiko bisnis, empat BUMN harus setor modal. Jika nantinya dalam proses pengerjaan terjadi apa-apa, maka yang jadi jaminan BUMN tersebut,” beber Refrizal.
(akr)