Kereta Cepat Tak Sejalan Program Infrastruktur

Selasa, 26 Januari 2016 - 11:23 WIB
Kereta Cepat Tak Sejalan Program Infrastruktur
Kereta Cepat Tak Sejalan Program Infrastruktur
A A A
JAKARTA - Proyek kereta cepat dinilai tidak sejalan dengan program pemerataan infrastruktur yang diusung pemerintah, lantaran mega proyek yang bekerja sama dengan China itu menjadi bukti pembangunan kembali hanya berpusat di pulau Jawa. Anggota DPR Komisi VI Refrizal menekankan proyek kereta cepat belum merupakan prioritas.

Dia juga menambahkan agar pemerintah mematangkan kajian tentang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung agar tidak berhenti di tengah jalan. Menurutnya ada sejumlah insfrastruktur yang pembangunannya lebih mendesak untuk didahulukan, seperti proyek perbaikan jalan di Papua, proyek jalan Trans Sulawesi, atau jalan Trans Kalimantan.

"Sebaiknya ditunda dan dibuat kajian yang matang tentang proyek ini. Tunda lima hingga 10 tahun mendatang. Lakukan evaluasi komprehensif. Buat perencanaan yang matang, misal, kereta cepat untuk Jakarta-Surabaya dengan Bandung sebagai salah satu koridornya," ucapnya di Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Secara terpisah, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyarankan pemerintah membuat studi makro yang komprehensif terkait proyek tersebut sehingga bisa mengeluarkan argumentasi kebijakan yang solid. (Baca Juga: Ekonom: Proyek Kereta Cepat Jokowi Perlu Dievaluasi)

“Sekarang ini semua fokus pada analisis finansial dan fiskal. Sebenarnya urutan yang benari adalah investment appraisal, financing appraisal, dan procurement appraisal. Lah ini kan dimulai dari yang paling bontot,” ujarnya.

Ditambahkannya, pemerintah dinilai belum menghitung dengan baik eksposur risiko seperti risiko permintaan, pendapatan, biaya, kebijakan, dan governance. Karena itu disarankan memposisikan proyek High Speed Train (HST) di Jawa ini sebagai instrumen transformasi ekonomi.

“Kalau itu alasannya maka mungkin ada justifikasi proyek high speed train di Jawa. Setelah itu proyek serupa di Sumatera pada 2025 dan Sulawesi di 2035. Konektivitas luar Jawa tidak akan bisa tanpa transformasi di Jawa. Biaya investasi di Sulawesi misalnya saat ini dua kali di Jawa untuk industri serupa, apalagi di Papua bisa enam hingga delapan kali. Selalu ada tekanan fiskal untuk quick yielding,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5793 seconds (0.1#10.140)