Bos PLN Akui Ada Mafia Proyek Pembangkit Listrik
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mengakui bahwa selama ini ada mafia dalam proyek pembangkit listrik yang dikerjakan perseroan. Hal ini terbukti dengan mangkraknya pembangunan pembangkit listrik dalam proyek Fast Track Programme (FTP) I dan II yang lalu.
Hal tersebut dikatakan menanggapi pernyataan Komisi VII DPR RI yang menyatakan bahwa proyek pembangkit listrik PLN sarat dengan keberadaan pemburu rente. Dia mengatakan, para pemenang proyek pembangkit listrik tersebut hanya sebagai penjual atau calo kontrak.
"Apa yang Bapak (anggota PDR) sampaikan benar (mafia dalam proyek pembangkit listrik PLN). Mereka selama ini hanya sebagai penjual kontrak. Selama in yang Bapak sampaikan benar, bahwa terjadi hambatan luar biasa di 10.000 MW (FTP) I dan II terlambat sekali. Jadi, kita telah telat 20.000 MW," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Untuk mencegah terjadinya hal serupa dalam proyek pembangkit listrik 35.000 MW, sambung mantan Bos BRI ini, pihaknya memutuskan untuk membuat aturan baru agar investor yang menang benar-benar yang memiliki modal, berpengalaman, dan punya kapasitas.
"Contohnya mereka, kami mintakan uang garansi lebih besar, karena semata untuk keseriusan mereka agar pengusaha tidak seperti dulu. Mereka jadi pemenang tapi tidak menjalankan proyek," imbuh dia.
Sofyan juga membantah jika dikatakan lelang proyek pembangkit listrik 35.000 MW diadakan secara online. Sebab, tender online hanya dilakukan untuk pengadaan material dasar utama (MDU).
"Tapi untuk pembangkit besar tidak online. Karena ini tender internasional. Saya sepakat bahwa dengan pengalaman lama tadi, kami membangun aturan baru agar yang datang itu betul-betul investor yang mempunyai modal, berpengalaman dan punya kapasitas. Itu yang kami harapkan," tandasnya.
Sekadar informasi, program kelistrikan 35.000 MW yang menjadi cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini telah ditandatangani proyeknya sebesar 17.000 MW hingga akhir Desember 2015 terdiri dari 13.000 MW proyek baru dan 4.000 MW lainnya merupakan bawaan dari sisa FTP 1 dan 2.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi VII DPR RI menyinggung adanya keberadaan mafia atau pemburu rente dalam proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang tengah dikerjakan PLN. Modusnya, mereka mengikuti tender lelang proyek pembangkit listrik namun setelah menang justru menjual kembali kontrak yang dimenangkan tersebut.
Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mengungkapkan, meskipun saat ini proses lelang PLN dilakukan secara online namun tetap masih bisa dipermainkan. Hal tersebut diungkapkannya dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan pemerintah dan direksi PLN.
"Yang saya dengar di PLN itu semua lelang online. Tapi yang terjadi di bawah banyak mafia di bawah. Karena lelang online masih bisa dipermainkan," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, hari ini.
Baca: DPR Singgung Ada Mafia Proyek Pembangkit Listrik PLN
Hal tersebut dikatakan menanggapi pernyataan Komisi VII DPR RI yang menyatakan bahwa proyek pembangkit listrik PLN sarat dengan keberadaan pemburu rente. Dia mengatakan, para pemenang proyek pembangkit listrik tersebut hanya sebagai penjual atau calo kontrak.
"Apa yang Bapak (anggota PDR) sampaikan benar (mafia dalam proyek pembangkit listrik PLN). Mereka selama ini hanya sebagai penjual kontrak. Selama in yang Bapak sampaikan benar, bahwa terjadi hambatan luar biasa di 10.000 MW (FTP) I dan II terlambat sekali. Jadi, kita telah telat 20.000 MW," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Untuk mencegah terjadinya hal serupa dalam proyek pembangkit listrik 35.000 MW, sambung mantan Bos BRI ini, pihaknya memutuskan untuk membuat aturan baru agar investor yang menang benar-benar yang memiliki modal, berpengalaman, dan punya kapasitas.
"Contohnya mereka, kami mintakan uang garansi lebih besar, karena semata untuk keseriusan mereka agar pengusaha tidak seperti dulu. Mereka jadi pemenang tapi tidak menjalankan proyek," imbuh dia.
Sofyan juga membantah jika dikatakan lelang proyek pembangkit listrik 35.000 MW diadakan secara online. Sebab, tender online hanya dilakukan untuk pengadaan material dasar utama (MDU).
"Tapi untuk pembangkit besar tidak online. Karena ini tender internasional. Saya sepakat bahwa dengan pengalaman lama tadi, kami membangun aturan baru agar yang datang itu betul-betul investor yang mempunyai modal, berpengalaman dan punya kapasitas. Itu yang kami harapkan," tandasnya.
Sekadar informasi, program kelistrikan 35.000 MW yang menjadi cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini telah ditandatangani proyeknya sebesar 17.000 MW hingga akhir Desember 2015 terdiri dari 13.000 MW proyek baru dan 4.000 MW lainnya merupakan bawaan dari sisa FTP 1 dan 2.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi VII DPR RI menyinggung adanya keberadaan mafia atau pemburu rente dalam proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang tengah dikerjakan PLN. Modusnya, mereka mengikuti tender lelang proyek pembangkit listrik namun setelah menang justru menjual kembali kontrak yang dimenangkan tersebut.
Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mengungkapkan, meskipun saat ini proses lelang PLN dilakukan secara online namun tetap masih bisa dipermainkan. Hal tersebut diungkapkannya dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan pemerintah dan direksi PLN.
"Yang saya dengar di PLN itu semua lelang online. Tapi yang terjadi di bawah banyak mafia di bawah. Karena lelang online masih bisa dipermainkan," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, hari ini.
Baca: DPR Singgung Ada Mafia Proyek Pembangkit Listrik PLN
(izz)