ESDM: Harga Elpiji Disebut Lebih Mahal, Tengok Negara Tetangga
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, IGN Wiratmadja mengemukakan, banyak yang menyangka bahwa harga elpiji tidak transparan atau terlalu mahal. Menanggapi hal tersebut, Dirjen asal Bali itu meminta untuk melihat negara tetangga yang harga gasnya lebih mahal.
Dia menuturkan, dalam penentuan harga tidak ada yang tak transparan. Ini (Indonesia) sangat transparan lantaran formulanya sudah disepakati di komisi VII DPR dan sudah ditaruh di Web migas.
"Banyak yang bilang, elpiji ini harganya enggak transparan. Padahal, kita sudah bawa sampai ke DPR. Coba tengok negara tetangga, India, Malaysia, harganya lebih tinggi dari Indonesia dan yang nonsubsidi pun kita paling rendah," ujar Wiratmadja, di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Dia mengatakan, angkanya berubah-ubah lantaran harga elpiji di dunia juga berubah terus. Saat ini Indonesia menggunakan CP Aramco sebagai acuan.
"Ini adalah contoh angka saja, ini berubah terus. Karena harga elpiji di dunia berubah terus yang kita gunakan CP Aramco. Pajak-pajak sudah termasuk di sana. Contoh harga elpiji di penyalur Rp4.250, subsidinya Rp5.000. Ini cukup besar dari harganya sendiri," katanya.
Tidak hanya itu, Wiratmadja juga menyayangkan kritik terhadap PT Pertamina yang tidak efisien terhadap harga elpiji Indonesia. Padahal, perseroan tersebut sudah menekan harga produk di level murah.
Tidak hanya itu, pemerintah lewat Pertamina telah melakukan konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg guna menghemat subsidi minyak tanah yang berkualitas tinggi. (Baca: Elpiji 3 Kg Masih Melum Menyentuh Indonesia Timur)
"Kritik Pertamina bahwa tidak efisien, harus kita lihat ke tetangga yang tinggi harga jualnya. Artinya, Pertamina membenahi diri untuk bisa lebih efisien," tegasnya.
Jika dilihat dari penghematan subsidi, lanjut Wirat, ini cukup mencengangkan sebenarnya di mana program konversi minyak tanah ke elpiji bisa hemat ratusan triliun rupiah. "subsidi yang dihemat Rp189,8 triliun. Ini subsidinya berkurang cukup banyak," tandas Wiratmadja.
Dia menuturkan, dalam penentuan harga tidak ada yang tak transparan. Ini (Indonesia) sangat transparan lantaran formulanya sudah disepakati di komisi VII DPR dan sudah ditaruh di Web migas.
"Banyak yang bilang, elpiji ini harganya enggak transparan. Padahal, kita sudah bawa sampai ke DPR. Coba tengok negara tetangga, India, Malaysia, harganya lebih tinggi dari Indonesia dan yang nonsubsidi pun kita paling rendah," ujar Wiratmadja, di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Dia mengatakan, angkanya berubah-ubah lantaran harga elpiji di dunia juga berubah terus. Saat ini Indonesia menggunakan CP Aramco sebagai acuan.
"Ini adalah contoh angka saja, ini berubah terus. Karena harga elpiji di dunia berubah terus yang kita gunakan CP Aramco. Pajak-pajak sudah termasuk di sana. Contoh harga elpiji di penyalur Rp4.250, subsidinya Rp5.000. Ini cukup besar dari harganya sendiri," katanya.
Tidak hanya itu, Wiratmadja juga menyayangkan kritik terhadap PT Pertamina yang tidak efisien terhadap harga elpiji Indonesia. Padahal, perseroan tersebut sudah menekan harga produk di level murah.
Tidak hanya itu, pemerintah lewat Pertamina telah melakukan konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg guna menghemat subsidi minyak tanah yang berkualitas tinggi. (Baca: Elpiji 3 Kg Masih Melum Menyentuh Indonesia Timur)
"Kritik Pertamina bahwa tidak efisien, harus kita lihat ke tetangga yang tinggi harga jualnya. Artinya, Pertamina membenahi diri untuk bisa lebih efisien," tegasnya.
Jika dilihat dari penghematan subsidi, lanjut Wirat, ini cukup mencengangkan sebenarnya di mana program konversi minyak tanah ke elpiji bisa hemat ratusan triliun rupiah. "subsidi yang dihemat Rp189,8 triliun. Ini subsidinya berkurang cukup banyak," tandas Wiratmadja.
(dmd)