Kereta Cepat Rugi, Aset BUMN Bisa Pindah ke Tangan China
A
A
A
JAKARTA - Pro-kontra proyek kereta cepat (high speed train/HST) Jakarta-Bandung, yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 21 Januari 2016, terus bergulir. Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu khawatir jika layanan kereta tersebut merugi aset empat BUMN yang mengolola kereta cepat berpindah tangan ke China.
Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono menuturkan, kereta cepat ini dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia China, dengan saham dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN, yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Adapun komposisi penyertaan saham dalam PT Pilar Sinergi BUMN adalah WIKA sebesar 38% atau senilai Rp1,71 miliar, PTPN VIII sebesar 25% atau senilai Rp1,12 miliar, KAI sebesar 25% atau senilai Rp1,12 miliar, dan Jasa Marga sebesar 12% atau senilai Rp540 juta.
"Komposisi saham kepemilikan operator kereta api cepat Jakarta-Bandung ini, yaitu PT KCIC memiliki saham sebesar 60% dan China Railway International Group (CRIG) 40%," ujarnya dalam keterangan resmi kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (31/1/2016).
Pembangunan proyek kereta api cepat yang menelan biaya USD5,5 miliar atau sekitar Rp75 triliun (kurs Rp13.680/USD) tersebut masih di luar ongkos pembebasan lahan jalur kereta api milik PTPN VIII dan Jasa Marga. Total biaya tersebut didapat KCIC dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan dengan fasilitas dari China Railway Engineering Corp (CREC) yang merupakan produsen kereta api cepat.
"Artinya, PT Pilar Sinergi BUMN mempunyai kewajiban untuk membayar kredit pada China Development Bank sebesar 60% x Rp80 triliun atau sebesar Rp48 triliun dalam waktu yang ditentukan, sementara CREC menanggung sisanya," ungkapnya.
Menurutnya, keuntungan produsen kereta api cepat asal Negeri Tirai Bambu dalam proyek ini adalah sahamnya langsung merangkak naik 3% saat Presiden Jokowi melaksanakan groundbreaking pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. T
Namun, Arief menilai harga yang dibebankan kepada KCIC untuk membangun proyek ini tiga kali lebih mahal dari proyek serupa yang dibangun di China dengan rute Haikou-Sanya. "Padahal, jalur (kereta api cepat Haikou-Sanya) memiliki humidity, kontur tanah dan keadaan geologi, cuaca, dilalui jalur gempa bumi yang lebih sulit dari pada jalur Jakarta-Bandung," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Politisi Partai Gerindra ini, semua peralatan mulai dari rel, kabel, instalansi elektrik, hingga lokomotif untuk membangun kereta cepat ini diimpor dari China tanpa kena bea masuk. "Investor yang berinvestasi di sektor infrastruktur diharapkan membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia. Tapi rencananya 89% pekerja di proyek tersebut berasal dari China," bebernya.
China pun meminta jaminan dari pemerintah berupa sovereign guarantee yang meliputi jaminan keberlangsungan proyek tersebut hingga selesai dan pasca pengoperasiannya selama masih merugi. Untuk mendapatkan pinjaman, CDB pun sudah pasti meminta subsidiary loan agreement (SLA) dari pemerintah untuk menjamin pinjaman tersebut.
Jika dalam perjalanan hingga pengoperasian kereta cepat ini terus merugi, kata Arief, maka para pemegang saham diminta untuk menyuntikkan working capital. "Jika Pilar Sinergi BUMN gagal menyuntikkan modal, maka saham KCIC otomatis akan terdelusi. Nah, kalau sudah terdelusi maka melayanglah aset-aset BUMN tersebut ke China," tandasnya.
Baca juga:
Kereta Cepat Tersendat
Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung Lebih Mahal dari China dan Iran
Dibilang Biaya Kereta Cepat Lebih Mahal, Rini Soemarno Geram
Kedubes China Klarifikasi Isu Kereta Cepat RI Lebih Mahal dari Iran
Jokowi Paparkan Polemik Kereta Cepat Pekan Depan
Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono menuturkan, kereta cepat ini dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia China, dengan saham dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN, yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Adapun komposisi penyertaan saham dalam PT Pilar Sinergi BUMN adalah WIKA sebesar 38% atau senilai Rp1,71 miliar, PTPN VIII sebesar 25% atau senilai Rp1,12 miliar, KAI sebesar 25% atau senilai Rp1,12 miliar, dan Jasa Marga sebesar 12% atau senilai Rp540 juta.
"Komposisi saham kepemilikan operator kereta api cepat Jakarta-Bandung ini, yaitu PT KCIC memiliki saham sebesar 60% dan China Railway International Group (CRIG) 40%," ujarnya dalam keterangan resmi kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (31/1/2016).
Pembangunan proyek kereta api cepat yang menelan biaya USD5,5 miliar atau sekitar Rp75 triliun (kurs Rp13.680/USD) tersebut masih di luar ongkos pembebasan lahan jalur kereta api milik PTPN VIII dan Jasa Marga. Total biaya tersebut didapat KCIC dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan dengan fasilitas dari China Railway Engineering Corp (CREC) yang merupakan produsen kereta api cepat.
"Artinya, PT Pilar Sinergi BUMN mempunyai kewajiban untuk membayar kredit pada China Development Bank sebesar 60% x Rp80 triliun atau sebesar Rp48 triliun dalam waktu yang ditentukan, sementara CREC menanggung sisanya," ungkapnya.
Menurutnya, keuntungan produsen kereta api cepat asal Negeri Tirai Bambu dalam proyek ini adalah sahamnya langsung merangkak naik 3% saat Presiden Jokowi melaksanakan groundbreaking pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. T
Namun, Arief menilai harga yang dibebankan kepada KCIC untuk membangun proyek ini tiga kali lebih mahal dari proyek serupa yang dibangun di China dengan rute Haikou-Sanya. "Padahal, jalur (kereta api cepat Haikou-Sanya) memiliki humidity, kontur tanah dan keadaan geologi, cuaca, dilalui jalur gempa bumi yang lebih sulit dari pada jalur Jakarta-Bandung," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Politisi Partai Gerindra ini, semua peralatan mulai dari rel, kabel, instalansi elektrik, hingga lokomotif untuk membangun kereta cepat ini diimpor dari China tanpa kena bea masuk. "Investor yang berinvestasi di sektor infrastruktur diharapkan membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia. Tapi rencananya 89% pekerja di proyek tersebut berasal dari China," bebernya.
China pun meminta jaminan dari pemerintah berupa sovereign guarantee yang meliputi jaminan keberlangsungan proyek tersebut hingga selesai dan pasca pengoperasiannya selama masih merugi. Untuk mendapatkan pinjaman, CDB pun sudah pasti meminta subsidiary loan agreement (SLA) dari pemerintah untuk menjamin pinjaman tersebut.
Jika dalam perjalanan hingga pengoperasian kereta cepat ini terus merugi, kata Arief, maka para pemegang saham diminta untuk menyuntikkan working capital. "Jika Pilar Sinergi BUMN gagal menyuntikkan modal, maka saham KCIC otomatis akan terdelusi. Nah, kalau sudah terdelusi maka melayanglah aset-aset BUMN tersebut ke China," tandasnya.
Baca juga:
Kereta Cepat Tersendat
Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung Lebih Mahal dari China dan Iran
Dibilang Biaya Kereta Cepat Lebih Mahal, Rini Soemarno Geram
Kedubes China Klarifikasi Isu Kereta Cepat RI Lebih Mahal dari Iran
Jokowi Paparkan Polemik Kereta Cepat Pekan Depan
(dmd)