Pertamina Klaim Efisiensi melalui ISC Capai Rp2,87 T
A
A
A
JAKARTA - Melalui kebijakan transparan dalam memangkas mata rantai proses pengadaan minyak mentah dan BBM yang sebelumnya dijalankan PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Pertamina mengklaim Integrated Supply Chain (ISC) berhasil mencatatkan efisiensi senilai USD208,1 juta atau setara Rp2,87 triliun (kurs Rp13.800/USD) sepanjang 2015. Capaian efisiensi tersebut diperoleh melalui lima program terobosan ISC yang disebut dengan fase ISC 1.0.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, lima program fase ISC 1.0 itu adalah memotong perantara dari rantai suplai, peningkatan pemanfaatan dan fleksibilitas dari armada laut Pertamina. Terobosan lainnya adalah dengan pemberian kesempatan yang sama dan adil untuk semua peserta pengadaan.
“ISC 1.0 juga menerapkan terobosan lain berupa penerapan proses evaluasi penawaran yang transparan dan mengurangi biaya dengan menerapkan pembayaran telegraphic transfer (TT),” ujar Wianda di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Dia menjelaskan keberadaan ISC sangat penting untuk membuka transparansi seluas-luasnya supaya banyak mitra terpilih yang ikut serta. Sehingga, ada perubahan yang signifikan berupa penghematan. “Kami bisa memangkas rantai suplai pengadaan impor untuk minyak maupun produk. Ini yang kami kejar terus,” katanya.
Transformasi ISC adalah bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan memperkuat transparansi pengadaan minyak mentah dan produk minyak yang selalu menjadi perhatian publik. Perkuatan ISC dengan mengembalikan fungsi lembaga tersebut sekaligus meningkatkan kewenangannya.
Menurut Wianda, efisiensi dari sisi pengadaan minyak mentah dan BBM yang dilakukan ISC salah satunya dilakukan dengan mengevaluasi ulang kontrak-kontrak pembelian sebelumnya. “ISC akan melakukan upaya terbaik untuk mendapatkan harga yang paling optimal bagi Pertamina,” ujarnya.
Dalam efisiensi pengadaan, lanjut dia, dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan kapal-kapal yang dikelola oleh Pertamina, baik untuk mengangkut BBM, minyak mentah, dan elpiji impor dari titik penjualan ke dalam negeri. Keberhasilan lainnya dalam pengadaan ialah adanya renegosiasi kontrak dengan Saudi Aramco, yang memiliki kontrak evergreen dengan Pertamina sekitar 120.000 barel per hari. Sejak Juni 2015, Saudi Aramco bersedia untuk tidak lagi mewajibkan Pertamina menerbitkan letter of credit (L/C).
“Ini adalah bentuk kepercayaan dari pemasok minyak mentah kepada Pertamina dalam kaitannya dengan jaminan pembayaran. Berapa sen pun yang dapat kami hemat, Pertamina akan lakukan upaya terbaik untuk meraihnya, tentu saja sesuai dengan kaidah-kaidah dan best practices yang ada,” tandas Wianda.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, lima program fase ISC 1.0 itu adalah memotong perantara dari rantai suplai, peningkatan pemanfaatan dan fleksibilitas dari armada laut Pertamina. Terobosan lainnya adalah dengan pemberian kesempatan yang sama dan adil untuk semua peserta pengadaan.
“ISC 1.0 juga menerapkan terobosan lain berupa penerapan proses evaluasi penawaran yang transparan dan mengurangi biaya dengan menerapkan pembayaran telegraphic transfer (TT),” ujar Wianda di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Dia menjelaskan keberadaan ISC sangat penting untuk membuka transparansi seluas-luasnya supaya banyak mitra terpilih yang ikut serta. Sehingga, ada perubahan yang signifikan berupa penghematan. “Kami bisa memangkas rantai suplai pengadaan impor untuk minyak maupun produk. Ini yang kami kejar terus,” katanya.
Transformasi ISC adalah bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan memperkuat transparansi pengadaan minyak mentah dan produk minyak yang selalu menjadi perhatian publik. Perkuatan ISC dengan mengembalikan fungsi lembaga tersebut sekaligus meningkatkan kewenangannya.
Menurut Wianda, efisiensi dari sisi pengadaan minyak mentah dan BBM yang dilakukan ISC salah satunya dilakukan dengan mengevaluasi ulang kontrak-kontrak pembelian sebelumnya. “ISC akan melakukan upaya terbaik untuk mendapatkan harga yang paling optimal bagi Pertamina,” ujarnya.
Dalam efisiensi pengadaan, lanjut dia, dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan kapal-kapal yang dikelola oleh Pertamina, baik untuk mengangkut BBM, minyak mentah, dan elpiji impor dari titik penjualan ke dalam negeri. Keberhasilan lainnya dalam pengadaan ialah adanya renegosiasi kontrak dengan Saudi Aramco, yang memiliki kontrak evergreen dengan Pertamina sekitar 120.000 barel per hari. Sejak Juni 2015, Saudi Aramco bersedia untuk tidak lagi mewajibkan Pertamina menerbitkan letter of credit (L/C).
“Ini adalah bentuk kepercayaan dari pemasok minyak mentah kepada Pertamina dalam kaitannya dengan jaminan pembayaran. Berapa sen pun yang dapat kami hemat, Pertamina akan lakukan upaya terbaik untuk meraihnya, tentu saja sesuai dengan kaidah-kaidah dan best practices yang ada,” tandas Wianda.
(dmd)