Pungutan Wajib Tapera Dinilai Ulang Kesalahan Bapertarum
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencemaskan pungutan wajib Tabungan Pembiayaan Perumahan (Tapera) hanya akan mengulang kesalahan serupa yang pernah dilakukan pemerintah terdahulu yakni kebijakan Badan Pertimbangan Tabungan perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS).
Ketua Apindo DKI Jakarta Soeprayitno menanyakan bagaimana kelanjutan dana puluhan triliun dari hasil Bapertarum yang menurutnya hanya mengendap tidak efektif. Menurutnya jangan sampai mengulang kesalahan ketika dana yang terkumpul malah tidak bisa digunakan lantaran tidak jelas kualifikasi yang harus menerima.
"Pemerintah sebetulnya pintar sekali mengumpulkan dana, tapi tidak ahli dalam mengelolanya. Buktinya dana Bapertarum nganggur puluhan triliun. Apa ini nanti mau berakhir seperti itu," jelasnya di Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Lanjut dia, Tapera yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan, baik kepada masyarakat maupun pengusaha. "Tapera ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Karena semua orang wajib membayarkan uangnya. Tapi tidak semua orang bisa menikmati," sambungnya.
Dia menambahkan tidak semua perusahaan memiliki tenaga kerja yang memiliki pendapatan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). "Kalau begini, maka perusahaan yang tidak mempekerjakan tenaga kerja berpenghasilan di bawah UMR akan dirugikan. Karena tetap berkewajiban membayarkan, namun tidak ada satu pun tenaga kerjanya bisa menerima manfaat dari Tapera," tandasnya.
Ketua Apindo DKI Jakarta Soeprayitno menanyakan bagaimana kelanjutan dana puluhan triliun dari hasil Bapertarum yang menurutnya hanya mengendap tidak efektif. Menurutnya jangan sampai mengulang kesalahan ketika dana yang terkumpul malah tidak bisa digunakan lantaran tidak jelas kualifikasi yang harus menerima.
"Pemerintah sebetulnya pintar sekali mengumpulkan dana, tapi tidak ahli dalam mengelolanya. Buktinya dana Bapertarum nganggur puluhan triliun. Apa ini nanti mau berakhir seperti itu," jelasnya di Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Lanjut dia, Tapera yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan, baik kepada masyarakat maupun pengusaha. "Tapera ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Karena semua orang wajib membayarkan uangnya. Tapi tidak semua orang bisa menikmati," sambungnya.
Dia menambahkan tidak semua perusahaan memiliki tenaga kerja yang memiliki pendapatan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). "Kalau begini, maka perusahaan yang tidak mempekerjakan tenaga kerja berpenghasilan di bawah UMR akan dirugikan. Karena tetap berkewajiban membayarkan, namun tidak ada satu pun tenaga kerjanya bisa menerima manfaat dari Tapera," tandasnya.
(akr)