Asuransi Takut Tanggung Risiko Jika Blok Masela Pakai Kilang Laut
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan Blok Masela jika menggunakan kilang laut (offshore) ditakutkan oleh Ekonom dari Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad Wibowo tidak ada asuransi yang berani menanggung risikonya. Dia menerangkan perusahaan asuransi tidak akan mau menanggung kerugian untuk proyek yang belum teruji sebelumnya di Indonesia.
"Belum ada asuransi yang mau mencover proyek ini (Blok Masela), kalau memang menguntungkan mereka pasti akan berbondong-bondong karena preminya besar sekali. Tapi tidak ada, salah satu penyebab teknologinya belum teruji," jelasnya di Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
(Baca Juga: Teknologi Belum Teruji, Blok Masela Tak Tepat Pakai Kilang Laut)
Lanjut dia, pemerintah seharusnya bisa melihat bahwa pembangunan kilang ini memang sudah seharusnya dilakukan menggunakan skema darat melihat pengalaman Indonesia yang sudah belasan tahun membangun kilang darat.
"Soal kemampuan Indonesia membangun kilang darat kita sudah pengalaman. Jika di laut, kalau disini bisa dikatakan bakal menjadi floating kilang terbesar di dunia. Pertama itu di Austalia, namun persoalanya mereka saja baru beroperasi 2017. Jika di sini, siapa yang mau menanggung? Saya kroscek kesana kemari, memang belum ada yang mau (asuransi menanggung)," ungkap dia.
Dia mencemaskan jika proyek ini tidak ada yang mengcover, maka otomatis negara sekali lagi menjadi menjamin. Berbeda jika pembangunannya di darat untuk pembangunan ada di kedalaman laut 1500 meter (m). Kemudian dari segi jarak, jarak pipanya, ke pulau Tanimbar 90 kilometer (km).
Sedangkan di negara-negara seperti Aljazair dan Inggris disebutkan jarak pipanya 200-300 km "Dan itu semua berjalan lancar. Artinya, pembangunan di darat tidak ada masalah dan minim risiko. Sehingga itu bisa dilakukan," pungkasnya.
"Belum ada asuransi yang mau mencover proyek ini (Blok Masela), kalau memang menguntungkan mereka pasti akan berbondong-bondong karena preminya besar sekali. Tapi tidak ada, salah satu penyebab teknologinya belum teruji," jelasnya di Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
(Baca Juga: Teknologi Belum Teruji, Blok Masela Tak Tepat Pakai Kilang Laut)
Lanjut dia, pemerintah seharusnya bisa melihat bahwa pembangunan kilang ini memang sudah seharusnya dilakukan menggunakan skema darat melihat pengalaman Indonesia yang sudah belasan tahun membangun kilang darat.
"Soal kemampuan Indonesia membangun kilang darat kita sudah pengalaman. Jika di laut, kalau disini bisa dikatakan bakal menjadi floating kilang terbesar di dunia. Pertama itu di Austalia, namun persoalanya mereka saja baru beroperasi 2017. Jika di sini, siapa yang mau menanggung? Saya kroscek kesana kemari, memang belum ada yang mau (asuransi menanggung)," ungkap dia.
Dia mencemaskan jika proyek ini tidak ada yang mengcover, maka otomatis negara sekali lagi menjadi menjamin. Berbeda jika pembangunannya di darat untuk pembangunan ada di kedalaman laut 1500 meter (m). Kemudian dari segi jarak, jarak pipanya, ke pulau Tanimbar 90 kilometer (km).
Sedangkan di negara-negara seperti Aljazair dan Inggris disebutkan jarak pipanya 200-300 km "Dan itu semua berjalan lancar. Artinya, pembangunan di darat tidak ada masalah dan minim risiko. Sehingga itu bisa dilakukan," pungkasnya.
(akr)