Perpres Jalan Keluar Kendalikan Fluktuasi Harga Ayam
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bustanul Arifin mengatakan diperlukan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur soal harga eceran terendah dan tertinggi untuk komoditas ayam ketika terus terjadi fluktuasi. Bahkan dia menerangkan lonjakan harga ayam sebagai situasi yang luar biasa.
"Kita mungkin ingin ada Perpres, atau lembaga besar yang mengatur soal harga eceran tertinggi dan terendah (untuk harga ayam). Karena kalau tidak ada, pasti bakal tersendat. Pada Januari kita lihat harganya mahal, sekarang harganya rendah, bisnis seperti ini sulit memprediksi," jelasnya dalam diskusi di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Dia menerangkan untuk harga eceran daging ayam saat ini yakni Rp29.000, sedangkan untuk telur Rp 23.560 per Jumat (4/3) kemarin berdasarkan data pusat perunggasan nasional. Sementara per 2 Maret 2016, harga daging ayam di Jawa tercatat terendah Rp9.500 dan tertinggi Rp14.000 pada tingkat peternak. Untuk Sulawesi Rp18.000 dan Kalimantan Rp18.500.
"Jadi secara rata-rata, Rp18.500, kebayang ruginya. Dengan harga jual mereka Rp11.500, rugi Rp8.000 untuk ayam hidup. Bisnis seperti ini sulit menganut prediksi cashflow selama satu tahun, baik untuk usaha rakyat atau perusahaan. Peternak tidak mampu buat cashflow, mungkin hanya sebulan atau dua bulan padahal normal setahun," sambungnya.
Lanjut dia, pemerintah dinilai tidak berperan banyak soal peternakan unggas dalam jangka waktu 30 tahun. "Kita sangat berkembang, bahkan kalau ada peran pemerintah akan membuat lebih dahsyat. Jangan ketika sudah maju, ujug-ujug minta berperan. Negara perlu hadir," pungkasnya.
"Kita mungkin ingin ada Perpres, atau lembaga besar yang mengatur soal harga eceran tertinggi dan terendah (untuk harga ayam). Karena kalau tidak ada, pasti bakal tersendat. Pada Januari kita lihat harganya mahal, sekarang harganya rendah, bisnis seperti ini sulit memprediksi," jelasnya dalam diskusi di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Dia menerangkan untuk harga eceran daging ayam saat ini yakni Rp29.000, sedangkan untuk telur Rp 23.560 per Jumat (4/3) kemarin berdasarkan data pusat perunggasan nasional. Sementara per 2 Maret 2016, harga daging ayam di Jawa tercatat terendah Rp9.500 dan tertinggi Rp14.000 pada tingkat peternak. Untuk Sulawesi Rp18.000 dan Kalimantan Rp18.500.
"Jadi secara rata-rata, Rp18.500, kebayang ruginya. Dengan harga jual mereka Rp11.500, rugi Rp8.000 untuk ayam hidup. Bisnis seperti ini sulit menganut prediksi cashflow selama satu tahun, baik untuk usaha rakyat atau perusahaan. Peternak tidak mampu buat cashflow, mungkin hanya sebulan atau dua bulan padahal normal setahun," sambungnya.
Lanjut dia, pemerintah dinilai tidak berperan banyak soal peternakan unggas dalam jangka waktu 30 tahun. "Kita sangat berkembang, bahkan kalau ada peran pemerintah akan membuat lebih dahsyat. Jangan ketika sudah maju, ujug-ujug minta berperan. Negara perlu hadir," pungkasnya.
(akr)