Menteri Susi Ungkap Kronologi Tangkap Kapal Pencuri Ikan Terbesar
A
A
A
PANGANDARAN - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerangkan kronologis terkait penangkapan kapal pencuri ikan bernama Forest Victor (FV) Viking, yang berukuran 1.322 grosston (GT) di laut Indonesia. Setelah sempat beberapa tahun belakangan jadi buronan banyak negara dan Interpol, akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibantu oleh TNI Angkatan Laut (AL) telah berhasil menangkap kapal hantu FV Viking.
(Baca Juga: KKP Ledakkan Kapal Raksasa di Tanah Kelahiran Menteri Susi)
Dia menambahkan bahwa kapal tersebut merupakan kapal tanpa kebangsaan (stateless vessel) yang telah lama melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di berbagai belahan dunia. Bahkan, oleh Regional Fisheries Management Organization (RFMO) Samudera Antartika Selatan, kapal ini dikategorikan sebagai kapal pelaku ilegal fishing.
"Indonesia akan menjadi tempat peristirahatan terakhir kapal FV Viking. Penenggelaman kapal ini merupakan kontribusi pemerintah Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam memberantas ilegal fishing," katanya di Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3/2016).
(Baca Juga: Dirikan Monumen Perang Illegal Fishing, Ini Alasan Menteri Susi)
Lanjut dia, kapal FV Viking tersebut ditangkap pada 26 Februari 2016 di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 12,7 mil dari Tanjung Uban, Bintan, Provinsi Riau. Kapal ini masuk ke Indonesia tanpa melaksanakan kewajiban pelaporan identitas dan data pelayaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2008 2008 Pelayaran.
Selain itu dijelaskan, kapal ini beroperasi di wilayah Indonesia tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Tindakan ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dari kegiatan penggeledahan ditemukan jaring ikan yang setelah diperiksa merupakan jenis gillnet dasar atau liong bun, dengan panjang sekitar 50 meter untuk 7.980 unit dan 71 kilometer tali tambang jaring.
"Jaringnya panjangnya 71 km. Itu sanggup merusak sumber daya perikanan kita. Hari ini kita ingin kapal ini tinggal disana, menjadi pelajaran bahwa ketegasan diperlukan dalam menjaga laut, menjaga bangsa kita," imbuh dia.
Dari penggeledahan kapal, Satgas Pemberantasan Illegal Fishing yang dibantu oleh Multilateral Investigation Support Team (MIST) dari Norwegia dan Kanada juga menemukan bahwa kapal ini tidak memiliki kebangsaan. Sebab, pemerintah Nigeria telah menyatakan secara resmi bahwa FV Fiking tidak terdaftar di Nigeria.
Tak hanya itu, laporan penangkapan ikan dan komputer navigasi juga tidak ditemukan di atas kapal. Bahkan, dari dokumen-dokumen terungkap bahwa hasil tangkapan ikan-ikannya itu seringkali didaratkan di Thailand. Lebih dari itu, kapal FV Viking telah berulangkali mengisi ulang logistik perkapalan dari Singapura serta melakukan perbaikan kapal di Singapura.
"FV Viking justru memiliki keterkaitan dengan perusahaan perikanan di Spanyol. Temuan tersebut semakin jelas menunjukkan bahwa kapal FV Viking melakukan berbagai pelanggaran ketentuan conservation measures yang diatur berbagai ketentuan hukum internasional," tandasnya.
(Baca Juga: KKP Ledakkan Kapal Raksasa di Tanah Kelahiran Menteri Susi)
Dia menambahkan bahwa kapal tersebut merupakan kapal tanpa kebangsaan (stateless vessel) yang telah lama melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di berbagai belahan dunia. Bahkan, oleh Regional Fisheries Management Organization (RFMO) Samudera Antartika Selatan, kapal ini dikategorikan sebagai kapal pelaku ilegal fishing.
"Indonesia akan menjadi tempat peristirahatan terakhir kapal FV Viking. Penenggelaman kapal ini merupakan kontribusi pemerintah Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam memberantas ilegal fishing," katanya di Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3/2016).
(Baca Juga: Dirikan Monumen Perang Illegal Fishing, Ini Alasan Menteri Susi)
Lanjut dia, kapal FV Viking tersebut ditangkap pada 26 Februari 2016 di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 12,7 mil dari Tanjung Uban, Bintan, Provinsi Riau. Kapal ini masuk ke Indonesia tanpa melaksanakan kewajiban pelaporan identitas dan data pelayaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2008 2008 Pelayaran.
Selain itu dijelaskan, kapal ini beroperasi di wilayah Indonesia tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Tindakan ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dari kegiatan penggeledahan ditemukan jaring ikan yang setelah diperiksa merupakan jenis gillnet dasar atau liong bun, dengan panjang sekitar 50 meter untuk 7.980 unit dan 71 kilometer tali tambang jaring.
"Jaringnya panjangnya 71 km. Itu sanggup merusak sumber daya perikanan kita. Hari ini kita ingin kapal ini tinggal disana, menjadi pelajaran bahwa ketegasan diperlukan dalam menjaga laut, menjaga bangsa kita," imbuh dia.
Dari penggeledahan kapal, Satgas Pemberantasan Illegal Fishing yang dibantu oleh Multilateral Investigation Support Team (MIST) dari Norwegia dan Kanada juga menemukan bahwa kapal ini tidak memiliki kebangsaan. Sebab, pemerintah Nigeria telah menyatakan secara resmi bahwa FV Fiking tidak terdaftar di Nigeria.
Tak hanya itu, laporan penangkapan ikan dan komputer navigasi juga tidak ditemukan di atas kapal. Bahkan, dari dokumen-dokumen terungkap bahwa hasil tangkapan ikan-ikannya itu seringkali didaratkan di Thailand. Lebih dari itu, kapal FV Viking telah berulangkali mengisi ulang logistik perkapalan dari Singapura serta melakukan perbaikan kapal di Singapura.
"FV Viking justru memiliki keterkaitan dengan perusahaan perikanan di Spanyol. Temuan tersebut semakin jelas menunjukkan bahwa kapal FV Viking melakukan berbagai pelanggaran ketentuan conservation measures yang diatur berbagai ketentuan hukum internasional," tandasnya.
(akr)