Satgas Sebut Tak Adil Bandingkan Dwelling Time RI dan Singapura
A
A
A
JAKARTA - Task Force Dwelling Time atau Satuan Tugas (Satgas) Dwelling Time yang dibentuk Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman menerangkan jangan pernah menyamakan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dengan Singapura. Menurut Ketua Satgas, Agung Kuswandono hal itu tidak adil karena kapasitas keduanya jauh berbeda.
Dia menambahkan kerap kali banyak pihak menyamakan dwelling time Indonesia dengan Singapura, padahal dari segi wilayah saja jelas berbeda. "Saya mohon, jangan bandingkan kita, Tanjung Priok itu dengan di Singapura. Di Singapura itu transhipment. Barang yang ke sana, hanya 10% yang masuk ke Singapura," jelasnya di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (14/3/2016).
(Baca Juga: Manajemen Risiko Ekspor-Impor Didorong Tekan Dwelling Time)
Lanjut dia, sedangkan 90% nya lagi, hanya tukar kapal misalnya ke Malaysia atau ke Australia, sehingga menyebabkan, tukar menukarnya kapal tersebut hanya membutuhkan waktu 1,5 hari. "Sedangkan di kita, 90% kapal itu masuk ke Indonesia. Harus dicek satu-satu dulu, untuk mmberikan keamanan untuk masyarakat Indonesia. Maka dari itu ada custom, ada quarantine, ada imigrasi di sana dan dinas kesehatan. 90% tentu beda dengan yang 10% di Singapura," kata dia.
Menurutnya apabila jika ada perbandingan, mungkin dengan yang lebih besar seperti Portland, yang lebih dekat dan aktivitasnya lebih mirip Tanjung Priok. Namun demikian Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman itu mengingatkan agar jangan berkecil hati. Pasalnya, pengurangan dwelling time menjadi 3,6 hari itu menjadi prestasi yang luar biasa. Bahkan bisa lebih kecil lagi.
"Kita tidak perlu kecil hati, kita tetep bisa mengurangi dwell time dari 3,6 menjadi lebih kecil lagi, melalui kerjasama seluruh pihak. 3,6 hari saja itu sebuah prestasi. Semua tentunya punya komitmen yang besar untuk memperbaiki pelabuhan Tanjung Priok," pungkasnya.
Dia menambahkan kerap kali banyak pihak menyamakan dwelling time Indonesia dengan Singapura, padahal dari segi wilayah saja jelas berbeda. "Saya mohon, jangan bandingkan kita, Tanjung Priok itu dengan di Singapura. Di Singapura itu transhipment. Barang yang ke sana, hanya 10% yang masuk ke Singapura," jelasnya di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (14/3/2016).
(Baca Juga: Manajemen Risiko Ekspor-Impor Didorong Tekan Dwelling Time)
Lanjut dia, sedangkan 90% nya lagi, hanya tukar kapal misalnya ke Malaysia atau ke Australia, sehingga menyebabkan, tukar menukarnya kapal tersebut hanya membutuhkan waktu 1,5 hari. "Sedangkan di kita, 90% kapal itu masuk ke Indonesia. Harus dicek satu-satu dulu, untuk mmberikan keamanan untuk masyarakat Indonesia. Maka dari itu ada custom, ada quarantine, ada imigrasi di sana dan dinas kesehatan. 90% tentu beda dengan yang 10% di Singapura," kata dia.
Menurutnya apabila jika ada perbandingan, mungkin dengan yang lebih besar seperti Portland, yang lebih dekat dan aktivitasnya lebih mirip Tanjung Priok. Namun demikian Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman itu mengingatkan agar jangan berkecil hati. Pasalnya, pengurangan dwelling time menjadi 3,6 hari itu menjadi prestasi yang luar biasa. Bahkan bisa lebih kecil lagi.
"Kita tidak perlu kecil hati, kita tetep bisa mengurangi dwell time dari 3,6 menjadi lebih kecil lagi, melalui kerjasama seluruh pihak. 3,6 hari saja itu sebuah prestasi. Semua tentunya punya komitmen yang besar untuk memperbaiki pelabuhan Tanjung Priok," pungkasnya.
(akr)