Indonesia Harus Tingkatkan Daya Saing
A
A
A
BENGKULU - Penurunan ekspor Indonesia pada Februari lalu menunjukkan bahwa Indonesia harus meningkatkan daya saingnya. Padahal dengan pelemahan rupiah, seharusnya ekspor menguat.
Seperti diketahui, sebelumnya BPS merilis nilai ekspor Indonesia per Februari lalu sebesar USD11,30 miliar. Nilai tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
”Kita harus mampu meningkatkan ekspor non migas kita. Ekspor itu pendapatan devisa besar,” kata Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) usai melantik 128 DPC Partai Perindo Bengkulu, Kamis (17/3/2016).
Penurunan ekspor tersebut menjadi indikasi produktivitas nasional makin lemah. ”Seharusnya di luar negeri barang-barang produksi Indonesia semakin murah. Seharusnya ekspor kita naik,” tuturnya.
Hary menuturkan, Indonesia harus meningkatkan daya saing. Dulu Indonesia pernah menjadi macan Asia. Saat itu, negara-negara tetangga masih belum seperti saat ini. Malaysia pun awalnya belajar dari Indonesia. Namun kini Indonesia tertinggal.
”Indonesia menjadi panutan pada zaman itu. Cuma saat itu kita tidak membangun ekosistem yang lengkap,” ungkapnya.
Negara-negara lain yang melihat kelemahan Indonesia itu, membangun ekosistem lebih lengkap. Akibatnya banyak industri hengkang dari Indonesia dan berpindah ke negara negara tersebut.
Indonesia tertinggal dalam berbagai pilar daya saing, di antaranya infrastruktur dan pendidikan. World Economic Forum (WEF) menunjukkan infrastruktur Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-62 dari 140 negara yang disurvei WEF.
Di wilayah ASEAN kualitas infrastruktur Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Singapura (peringkat ke-2 dunia), Malaysia (peringkat ke-24 dunia), dan Thailand (peringkat ke-44 dunia). ”Sementara dalam hal pendidikan mayoritas masyarakat kita hanya berpendidikan SD ke bawah,” kata HT.
Perbaikan pendidikan pun harus dilakukan. Perbaikan tidak hanya dalam pendidikan formal, namun juga diberikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan keterampilan. ”Kita sudah bergeser dari basis industri produksi ke konsumsi,” tandasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya BPS merilis nilai ekspor Indonesia per Februari lalu sebesar USD11,30 miliar. Nilai tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
”Kita harus mampu meningkatkan ekspor non migas kita. Ekspor itu pendapatan devisa besar,” kata Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) usai melantik 128 DPC Partai Perindo Bengkulu, Kamis (17/3/2016).
Penurunan ekspor tersebut menjadi indikasi produktivitas nasional makin lemah. ”Seharusnya di luar negeri barang-barang produksi Indonesia semakin murah. Seharusnya ekspor kita naik,” tuturnya.
Hary menuturkan, Indonesia harus meningkatkan daya saing. Dulu Indonesia pernah menjadi macan Asia. Saat itu, negara-negara tetangga masih belum seperti saat ini. Malaysia pun awalnya belajar dari Indonesia. Namun kini Indonesia tertinggal.
”Indonesia menjadi panutan pada zaman itu. Cuma saat itu kita tidak membangun ekosistem yang lengkap,” ungkapnya.
Negara-negara lain yang melihat kelemahan Indonesia itu, membangun ekosistem lebih lengkap. Akibatnya banyak industri hengkang dari Indonesia dan berpindah ke negara negara tersebut.
Indonesia tertinggal dalam berbagai pilar daya saing, di antaranya infrastruktur dan pendidikan. World Economic Forum (WEF) menunjukkan infrastruktur Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-62 dari 140 negara yang disurvei WEF.
Di wilayah ASEAN kualitas infrastruktur Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Singapura (peringkat ke-2 dunia), Malaysia (peringkat ke-24 dunia), dan Thailand (peringkat ke-44 dunia). ”Sementara dalam hal pendidikan mayoritas masyarakat kita hanya berpendidikan SD ke bawah,” kata HT.
Perbaikan pendidikan pun harus dilakukan. Perbaikan tidak hanya dalam pendidikan formal, namun juga diberikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan keterampilan. ”Kita sudah bergeser dari basis industri produksi ke konsumsi,” tandasnya.
(poe)