Kembangkan Kawasan untuk Perbaiki Kualitas Hidup
A
A
A
DALAM beberapa tahun terakhir, sejumlah developer properti gencar melakukan ekspansi dengan mengembangkan kawasan hunian terintegrasi. Tujuannya tak lain untuk memberikan nilai tambah kepada konsumen dengan harapan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Sebagai salah satu pengembang kawasan perumahan terintegrasi, Sentul City tak mau ketinggalan dalam menghadirkan produk properti mulai dari residensial hingga pusat bisnis. Mengusung konsep kota ramah lingkungan, Sentul City terus mengembangkan proyek-proyek yang sustainable untuk memanjakan konsumen.
Guna mengetahui lebih jauh strategi apa yang akan dan telah dilakukan Sentul City, berikut petikan wawancara dengan Presiden Direktur Sentul City Keith Steven Muljadi, beberapa waktu lalu.
Secara umum bagaimana pandangan Anda terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini?
Secara makro saya pikir untuk jangka panjang mestinya positif, tapi jangka pendeknya khususnya tahun ini kurang bisa dipegang, bisa naik atau turun. Ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh di kisaran 5,2-5,3%, tapi kemungkinan lebih rendah itu juga nyata sekali karena sekarang bisa dibilang ekonomi kita sudah bottom di level stagnansi.
Banyak orang berpikir pemulihan akan terjadi di paruh pertama atau kedua tahun ini, tapi lebih banyak lagi orang yang berpikir bahwa pemulihan baru akan terjadi tahun depan. Pemulihannya itu mungkin tidak secepat yang dipikirkan banyak orang karena perilaku masyarakat atau konsumen saat ini masih waswas.
Terkait pemangkasan tingkat suku bunga (BI Rate) ke level 6,75%, apakah sudah ideal?
Saya berharapnya lebih karena masih ada ruang untuk melakukan itu. Tapi, yang lebih penting bukan BI rate, karena BI rate efeknya itu lebih kepada pinjaman likuiditas ke perbankan, sedangkan yang efek langsung ke konsumen dan pelaku bisnis itu perbankannya sendiri. Saya pikir kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lain-lain yang mau mengurangi risk premium dan pungutan biaya ke perbankan itu cukup baik.
Sejauh mana kondisi perekonomian nasional berpengaruh pada industri properti?
Kami melihat dari sisi pengembang, market-nya sudah mulai hit bottom di mana expenditure untuk level bawah itu terjaga sekali. Menurut saya, mustinya Indonesia itu sudah stabil. Pertanyaannya, kapan kita bisa pulih dari level stagnansi ke atas? Kita lihat perkembangan, misalnya dari sisi kebijakan, sejauh mana perbankan merespon penurunan BI rate? Ini penting karena misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kalau bisa di bawah single digit maka permintaan akan besar sekali.
Kebijakan yang sudah ada seperti loan to value (LTV) juga penting diperhatikan. Lainnya yang sangat penting adalah kebijakan pajak. Misalnya PPh 22, di mana dulu orang beli tidak perlu NPWP tapi sekarang harus ada. Ini memang kebijakan yang baik untuk pemasukan pajak dan pengontrolan, tapi di sisi lain masyarakat banyak yang takut kalau semua yang dilakukannya akan terlacak dan sampai di kantor pajak. Untuk mendinginkan, sosialisasi harus gencar dan benar. Kita juga harapkan kebijakan pengampunan pajak jangan mundur terus.
Kebijakan apa yang paling berdampak pada permintaan properti?
Yang terpenting itu ketentuan pajak. Sekarang ini terutama terkait penghasilan, pajak perorangan pun dikejar. Orang yang punya uang takut belanja karena takut dikejar pajak. Makanya diharapkan pengampunan pajak ini membantu, kasarnya memutihkan. Misalnya orang dengan pendapatan sekian seharusnya hanya mampu beli rumah seharga Rp3 miliar, tapi kok dia bisa beli rumah seharga Rp10 miliar? Kalau kebijakan pengampunan pajak berjalan, dan bahwa ternyata mungkin yang bersangkutan dapat uang dari investasi atau lainnya yang selama ini belum di-declare.
Dengan begitu dia bayar dendanya tapi dia kan putih. Dengan begitu pembelanjaan bisa mulai bergerak lagi. Saya katakan bahwa saat ini untuk menengah itu masih oke (penjualannya) meskipun tidak sebaik kelas bawah. Sedangkan kelas atas itu ngeri, bahkan untuk rumah dengan harga di atas Rp5 miliar saat ini sepertinya lagi mati.
Bagaimana strategi bisnis Sentul City untuk tetap bisa tumbuh?
Seperti kita ketahui pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur dan ingin mendorong keluar tren urbanisasi di sub urban area atau area yang belum berkembang. Untuk konteks Jakarta itu didorong ke luar ke outer area Jakarta. Ini bagus sekali karena Sentul City juga berlokasi di luar Jakarta, tepatnya di selatan.
Kita lihat selama ini pengembangan lebih banyak ke kiri ke daerah Tangerang dan Serpong, atau ke kanan ke Bekasi. Padahal, daerah selatan ini seperti permata yang belum digosok. Lantaran belum banyak yang melirik, harga lahan masih relatif murah tapi justru alamnya lebih indah. Dalam dua tahun ini kami men-define posisi unik Sentul sebagai kawasan. Mengapa Sentul City berbeda dengan kawasan lain? jawabannya adalah karena kualitas hidup.
Makanya tagline kami High Quality Living. Kami memosisikan Sentul saat ini sebagai tempat terbaik untuk tinggal, bermain dan bekerja. Waktu tempuhnya hanya 40-60 menit dari Jakarta. Apalagi nanti dengan adanya kereta ringan atau light rapid transit (LRT) akan sangat menunjang pergerakan.
Seperti apa konsep pengembangan dari Sentul City?
Kami fokusnya ke massif development, ke satu titik tapi kawasannya itu besar sekali. Konsepnya seperti kota mandiri. Kami pengembang dengan landbank terbesar, yang punya satu konsep pengembangan yang fokus kepada kualitas hidup. Kami mengusung konsep kota ramah lingkungan dan pengembangan yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Kami membangun tapi tetap menyediakan ruang terbuka hijau lebih dari 50%. Untuk membangun suatu kawasan mandiri yang infrastrukturnya belum mapan memang membutuhkan investasi lebih besar. Contohnya untuk membangun infrastruktur di kawasan Sentul City investasinya minimum Rp25 triliun, tapi tentunya dalam jangka panjang.
Sentul City akhir-akhir ini banyak bekerja sama dengan perusahaan lain seperti BUMN (PT PP Property). Bisa dijelaskan?
Kami mau menawarkan ke konsumen kualitas hidup yang tinggi, dan return berkualitas tinggi untuk pemegang saham. Untuk itu, kami mencari mitra berkualitas atau mitra strategis, disitulah kami melihat kecocokan dengan PT PP Property. Kita lihat proyek-proyek mereka jelas, kualitasnya bagus, on time. Ini kapasitas yang kita mau. Di sisi lain, bisnis property agar berkelanjutan harus memiliki aset tanah atau landbank. Dalam hal ini Sentul City merupakan salah satu pengembang dengan landbank terbesar, yaitu 15.000 hektare sebagai satu consolidated. Jadi, kami merasa kemitraan dengan PT PP Property bisa saling melengkapi.
Projek apa yang sudah dikerjakan bersama dari kemitraan tersebut?
Kita mulai dengan tanah satu hektare untuk proyek hunian vertikal Verdura yang berlokasi di pusat bisnis (CBD) Sentul City. Proyeknya belum di-launching karena masih dalam perencanaan. Pembangunan akan mulai tahun ini.
Dari proyek-proyek kemitraan berkontribusi berapa ke pendapatan perusahaan?
Impact-nya saya pikir cukup signifikan karena kemitraan yang kita jalin banyak juga yang berupa hunian vertikal. Tahun ini saja untuk Sentul City kita expect vertikal itu mencapai 50% dari penjualan.
Selain proyek kemitraan tadi, proyek apa saja yang sudah masuk perencanaan tahun ini?
Antara lain proyek superblock Aeon Mall dengan produk yang cukup banyak seperti hotel, perkantoran dan residensial. Selain itu proyek hunian vertikal di daerah Jonggol, juga proyek mal lainnya, serta cluster perumahan.
Berapa besar belanja modal yang dialokasikan tahun ini?
Sekitar Rp1,3 triliun. Rinciannya sekitar Rp900 miliar untuk proyek-proyek yang sudah existing, pengembangan infrastruktur, fasilitas, pembebasan lahan. Sisanya Rp400 miliar kita ekspansi ke satu projek superblock kita yang ada Aeon Mall. Itu fokus kita. Kita targetkan 2018 Aeon Mall sudah beroperasi.
Seiring tren smart city, apakah Sentul City juga akan mengadopsi konsep ini?
Smart city ini utamanya adalah mengintegrasi teknologi yang sudah ada untuk membantu pengelolaan atau pengamanan misalnya. Untuk itu diperlukan tulang punggung ICT yang cukup kuat dan kami bersyukur karena di sini ada data center berkualitas.
Untuk penerapan smart city kami sedang menjajaki dan secara bisnis juga sudah dikalkulasi. Kita lihat return atau BEP-nya cukup bagus, dalam 3-5 tahun sudah bisa, setelah itu shareholder value. Salah satu efektivitas misalnya dalam hal pengamanan, penempatan kamera CCTV lebih efektif untuk pemantauan dan bisa mengurangi kegiatan patroli.
Sebagai pemimpin, gaya kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan di Sentul City?
Bicara leadership, ini bukan zamannya one man show. Untuk itu kita harus mengelola tim kerja yang baik, mendesain satu sistem proses prosedural yang mendukung jajaran direksi untuk bisa mengambil keputusan yang tepat dan ada dasarnya. Membangun tim, kerja sama dan komunikasi yang baik, ini yang saya fokuskan. Saya menganalisa dan melihat di mana kelemahan kita. Lalu saya coba jembatani dengan bersama-sama kita ciptakan satu solusi.
Apa tantangan selama memimpin?
Saya masuk menjadi pemimpin pada saat Sentul City mengalami krisis besar. Maka, dari hari pertama itu kita langsung gerak cepat, istilahnya lari. Kita bekerja dengan prioritas. Kita tidak bisa menangani semuanya tapi fokuslah pada hal penting, yang penting jangan ada yang missed. Kita juga membentuk tim khusus.
Kabar baiknya, manakala orang dihadapkan pada situasi yang berat dan menginginkan perubahan itu paling gampang untuk diberi masukan dan arahan. Isu dan tantangannya banyak, tapi itu memaksa kita bekerja sama, mendengarkan solusi dan pengalaman orang, mengeksplor lagi cara kerjanya. Kita kenalkan proses baru, kita lakukan perbaikan, kita fokus pada kerja sama yang baik karena kita punya goal yang sama. Dua tahun kita lakukan itu dan hasilnya bisa dilihat dengan membaiknya kinerja perusahaan.
BIODATA
Pendidikan
Memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) Finance & Marketing dan minor dalam ekonomi serta Master of Business Administration (MBA) dengan spesialisasi Asset Valuation dari Seattle University, Washington
Karier
2014 - sekarang: Presiden Direktur PT Sentul City Tbk
2011 - sekarang: Direktur PT Number One Perso, Jakarta
2010 : Strategic Initiative, University of Washington
2006 - 2010: Financial Advisor Merrill Lynch, Seattle, Washington
2006 : Financial Analyst World Harvest, Seattle, Washington
Sebagai salah satu pengembang kawasan perumahan terintegrasi, Sentul City tak mau ketinggalan dalam menghadirkan produk properti mulai dari residensial hingga pusat bisnis. Mengusung konsep kota ramah lingkungan, Sentul City terus mengembangkan proyek-proyek yang sustainable untuk memanjakan konsumen.
Guna mengetahui lebih jauh strategi apa yang akan dan telah dilakukan Sentul City, berikut petikan wawancara dengan Presiden Direktur Sentul City Keith Steven Muljadi, beberapa waktu lalu.
Secara umum bagaimana pandangan Anda terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini?
Secara makro saya pikir untuk jangka panjang mestinya positif, tapi jangka pendeknya khususnya tahun ini kurang bisa dipegang, bisa naik atau turun. Ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh di kisaran 5,2-5,3%, tapi kemungkinan lebih rendah itu juga nyata sekali karena sekarang bisa dibilang ekonomi kita sudah bottom di level stagnansi.
Banyak orang berpikir pemulihan akan terjadi di paruh pertama atau kedua tahun ini, tapi lebih banyak lagi orang yang berpikir bahwa pemulihan baru akan terjadi tahun depan. Pemulihannya itu mungkin tidak secepat yang dipikirkan banyak orang karena perilaku masyarakat atau konsumen saat ini masih waswas.
Terkait pemangkasan tingkat suku bunga (BI Rate) ke level 6,75%, apakah sudah ideal?
Saya berharapnya lebih karena masih ada ruang untuk melakukan itu. Tapi, yang lebih penting bukan BI rate, karena BI rate efeknya itu lebih kepada pinjaman likuiditas ke perbankan, sedangkan yang efek langsung ke konsumen dan pelaku bisnis itu perbankannya sendiri. Saya pikir kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lain-lain yang mau mengurangi risk premium dan pungutan biaya ke perbankan itu cukup baik.
Sejauh mana kondisi perekonomian nasional berpengaruh pada industri properti?
Kami melihat dari sisi pengembang, market-nya sudah mulai hit bottom di mana expenditure untuk level bawah itu terjaga sekali. Menurut saya, mustinya Indonesia itu sudah stabil. Pertanyaannya, kapan kita bisa pulih dari level stagnansi ke atas? Kita lihat perkembangan, misalnya dari sisi kebijakan, sejauh mana perbankan merespon penurunan BI rate? Ini penting karena misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kalau bisa di bawah single digit maka permintaan akan besar sekali.
Kebijakan yang sudah ada seperti loan to value (LTV) juga penting diperhatikan. Lainnya yang sangat penting adalah kebijakan pajak. Misalnya PPh 22, di mana dulu orang beli tidak perlu NPWP tapi sekarang harus ada. Ini memang kebijakan yang baik untuk pemasukan pajak dan pengontrolan, tapi di sisi lain masyarakat banyak yang takut kalau semua yang dilakukannya akan terlacak dan sampai di kantor pajak. Untuk mendinginkan, sosialisasi harus gencar dan benar. Kita juga harapkan kebijakan pengampunan pajak jangan mundur terus.
Kebijakan apa yang paling berdampak pada permintaan properti?
Yang terpenting itu ketentuan pajak. Sekarang ini terutama terkait penghasilan, pajak perorangan pun dikejar. Orang yang punya uang takut belanja karena takut dikejar pajak. Makanya diharapkan pengampunan pajak ini membantu, kasarnya memutihkan. Misalnya orang dengan pendapatan sekian seharusnya hanya mampu beli rumah seharga Rp3 miliar, tapi kok dia bisa beli rumah seharga Rp10 miliar? Kalau kebijakan pengampunan pajak berjalan, dan bahwa ternyata mungkin yang bersangkutan dapat uang dari investasi atau lainnya yang selama ini belum di-declare.
Dengan begitu dia bayar dendanya tapi dia kan putih. Dengan begitu pembelanjaan bisa mulai bergerak lagi. Saya katakan bahwa saat ini untuk menengah itu masih oke (penjualannya) meskipun tidak sebaik kelas bawah. Sedangkan kelas atas itu ngeri, bahkan untuk rumah dengan harga di atas Rp5 miliar saat ini sepertinya lagi mati.
Bagaimana strategi bisnis Sentul City untuk tetap bisa tumbuh?
Seperti kita ketahui pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur dan ingin mendorong keluar tren urbanisasi di sub urban area atau area yang belum berkembang. Untuk konteks Jakarta itu didorong ke luar ke outer area Jakarta. Ini bagus sekali karena Sentul City juga berlokasi di luar Jakarta, tepatnya di selatan.
Kita lihat selama ini pengembangan lebih banyak ke kiri ke daerah Tangerang dan Serpong, atau ke kanan ke Bekasi. Padahal, daerah selatan ini seperti permata yang belum digosok. Lantaran belum banyak yang melirik, harga lahan masih relatif murah tapi justru alamnya lebih indah. Dalam dua tahun ini kami men-define posisi unik Sentul sebagai kawasan. Mengapa Sentul City berbeda dengan kawasan lain? jawabannya adalah karena kualitas hidup.
Makanya tagline kami High Quality Living. Kami memosisikan Sentul saat ini sebagai tempat terbaik untuk tinggal, bermain dan bekerja. Waktu tempuhnya hanya 40-60 menit dari Jakarta. Apalagi nanti dengan adanya kereta ringan atau light rapid transit (LRT) akan sangat menunjang pergerakan.
Seperti apa konsep pengembangan dari Sentul City?
Kami fokusnya ke massif development, ke satu titik tapi kawasannya itu besar sekali. Konsepnya seperti kota mandiri. Kami pengembang dengan landbank terbesar, yang punya satu konsep pengembangan yang fokus kepada kualitas hidup. Kami mengusung konsep kota ramah lingkungan dan pengembangan yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Kami membangun tapi tetap menyediakan ruang terbuka hijau lebih dari 50%. Untuk membangun suatu kawasan mandiri yang infrastrukturnya belum mapan memang membutuhkan investasi lebih besar. Contohnya untuk membangun infrastruktur di kawasan Sentul City investasinya minimum Rp25 triliun, tapi tentunya dalam jangka panjang.
Sentul City akhir-akhir ini banyak bekerja sama dengan perusahaan lain seperti BUMN (PT PP Property). Bisa dijelaskan?
Kami mau menawarkan ke konsumen kualitas hidup yang tinggi, dan return berkualitas tinggi untuk pemegang saham. Untuk itu, kami mencari mitra berkualitas atau mitra strategis, disitulah kami melihat kecocokan dengan PT PP Property. Kita lihat proyek-proyek mereka jelas, kualitasnya bagus, on time. Ini kapasitas yang kita mau. Di sisi lain, bisnis property agar berkelanjutan harus memiliki aset tanah atau landbank. Dalam hal ini Sentul City merupakan salah satu pengembang dengan landbank terbesar, yaitu 15.000 hektare sebagai satu consolidated. Jadi, kami merasa kemitraan dengan PT PP Property bisa saling melengkapi.
Projek apa yang sudah dikerjakan bersama dari kemitraan tersebut?
Kita mulai dengan tanah satu hektare untuk proyek hunian vertikal Verdura yang berlokasi di pusat bisnis (CBD) Sentul City. Proyeknya belum di-launching karena masih dalam perencanaan. Pembangunan akan mulai tahun ini.
Dari proyek-proyek kemitraan berkontribusi berapa ke pendapatan perusahaan?
Impact-nya saya pikir cukup signifikan karena kemitraan yang kita jalin banyak juga yang berupa hunian vertikal. Tahun ini saja untuk Sentul City kita expect vertikal itu mencapai 50% dari penjualan.
Selain proyek kemitraan tadi, proyek apa saja yang sudah masuk perencanaan tahun ini?
Antara lain proyek superblock Aeon Mall dengan produk yang cukup banyak seperti hotel, perkantoran dan residensial. Selain itu proyek hunian vertikal di daerah Jonggol, juga proyek mal lainnya, serta cluster perumahan.
Berapa besar belanja modal yang dialokasikan tahun ini?
Sekitar Rp1,3 triliun. Rinciannya sekitar Rp900 miliar untuk proyek-proyek yang sudah existing, pengembangan infrastruktur, fasilitas, pembebasan lahan. Sisanya Rp400 miliar kita ekspansi ke satu projek superblock kita yang ada Aeon Mall. Itu fokus kita. Kita targetkan 2018 Aeon Mall sudah beroperasi.
Seiring tren smart city, apakah Sentul City juga akan mengadopsi konsep ini?
Smart city ini utamanya adalah mengintegrasi teknologi yang sudah ada untuk membantu pengelolaan atau pengamanan misalnya. Untuk itu diperlukan tulang punggung ICT yang cukup kuat dan kami bersyukur karena di sini ada data center berkualitas.
Untuk penerapan smart city kami sedang menjajaki dan secara bisnis juga sudah dikalkulasi. Kita lihat return atau BEP-nya cukup bagus, dalam 3-5 tahun sudah bisa, setelah itu shareholder value. Salah satu efektivitas misalnya dalam hal pengamanan, penempatan kamera CCTV lebih efektif untuk pemantauan dan bisa mengurangi kegiatan patroli.
Sebagai pemimpin, gaya kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan di Sentul City?
Bicara leadership, ini bukan zamannya one man show. Untuk itu kita harus mengelola tim kerja yang baik, mendesain satu sistem proses prosedural yang mendukung jajaran direksi untuk bisa mengambil keputusan yang tepat dan ada dasarnya. Membangun tim, kerja sama dan komunikasi yang baik, ini yang saya fokuskan. Saya menganalisa dan melihat di mana kelemahan kita. Lalu saya coba jembatani dengan bersama-sama kita ciptakan satu solusi.
Apa tantangan selama memimpin?
Saya masuk menjadi pemimpin pada saat Sentul City mengalami krisis besar. Maka, dari hari pertama itu kita langsung gerak cepat, istilahnya lari. Kita bekerja dengan prioritas. Kita tidak bisa menangani semuanya tapi fokuslah pada hal penting, yang penting jangan ada yang missed. Kita juga membentuk tim khusus.
Kabar baiknya, manakala orang dihadapkan pada situasi yang berat dan menginginkan perubahan itu paling gampang untuk diberi masukan dan arahan. Isu dan tantangannya banyak, tapi itu memaksa kita bekerja sama, mendengarkan solusi dan pengalaman orang, mengeksplor lagi cara kerjanya. Kita kenalkan proses baru, kita lakukan perbaikan, kita fokus pada kerja sama yang baik karena kita punya goal yang sama. Dua tahun kita lakukan itu dan hasilnya bisa dilihat dengan membaiknya kinerja perusahaan.
BIODATA
Pendidikan
Memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) Finance & Marketing dan minor dalam ekonomi serta Master of Business Administration (MBA) dengan spesialisasi Asset Valuation dari Seattle University, Washington
Karier
2014 - sekarang: Presiden Direktur PT Sentul City Tbk
2011 - sekarang: Direktur PT Number One Perso, Jakarta
2010 : Strategic Initiative, University of Washington
2006 - 2010: Financial Advisor Merrill Lynch, Seattle, Washington
2006 : Financial Analyst World Harvest, Seattle, Washington
(dmd)