ALFI: Dwelling Time Bukan Masalah Utama Logistik Nasional
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai, persoalan lamanya waktu tunggu dan bongkar muat (dwelling time) bukan persoalan utama dalam sektor logistik nasional. Sebab, persoalan utama sektor logistik di Tanah Air adalah regulasi yang diciptakan pemerintah.
Sekretaris Jenderal DPP ALFI M Akbar Djohan mengungkapkan, isu dwelling time hanya berkontribusi sekitar 10% terhadap logistik nasional. Persoalan krusial dalam logistik di Indonesia adalah regulasi yang kerap bertentangan dengan upaya pemerintah memperbaiki persoalan logistik nasional.
"Isu dwelling time itu hanya 10% dari masalah logistik nasional. Hanya kurang dari 10% kontribusinya terhadap logistik nasional. Yang menjadi masalah utama adalah regulasi itu sendiri sebagai output dari pemerintah sebagai regulator yang masih produktif mengeluarkan aturan kontraproduktif. Saling bertentangan," kata dia di Jakarta, Minggu (3/4/2016).
Akbar mencontohkan, peraturan pinalti 900% di hari kedua yang bertentangan dengan produk deregulasi yang dikeluarkan Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian. Peraturan tersebut justru menghambat perbaikan di sektor logistik nasional.
"Di satu sisi Kemenko Perekonomian dengan giatnya mengeluarkan produk deregulasi untuk meng-cut semua regulasi yang menghambat logistik nasional," imbuhnya.
Menurutnya, hal terpenting yang harus diselesaikan pemerintah adalah perbaikan kelancaran arus barang di dua arah (cargo balance). Sebab, jika hanya berkutat pada dwelling time itu dinilainya bukan sebagai solusi untuk sektor logistik.
"Karena dwelling time itu hanya berkecimpung di ekspor-impor dan menjadi kasus hanya di Tanjung Priok. Sedangkan kita punya lebih dari 10 pelabuhan utama. Ada Tanjung Perak, Tanjung Mas, Belawan, Makassar. Ini yang harus dioptimalisasikan, bukan hanya case di Tanjung Priok," terang dia.
Selain itu, sinergi antar satu kementerian dengan kementerian lain juga diperlukan. Karena, regulasi yang ada banyak melibatkan stakeholder terkait dengan logistik nasional.
"Jangan lagi berpikir untuk membuat peraturan, tapi mensinergikan dan mengharmonisasikan itu kuncinya. Itu quick win. Biayanya murah daripada bangun infrastruktur," tandasnya.
Sekadar diketahui, baru-baru ini Akbar yang juga merupakan Chief Executive Officer (CEO) Raja Pindah juga meluncurkan aplikasi yang diperuntukkan sebagai layanan jasa antar barang.
Layanan tersebut tak terbatas pada jasa pindahan semata, melainkan jasa transportasi, ataupun logistik untuk melayanin pengiriman dan distribusi general cargo, project dan heavy cargo ke seluruh Indonesia. Mobile application yang diluncurkan Raja Pindah, sudah dapat diunduh di Apple App Store dan Google Play Store.
Sekretaris Jenderal DPP ALFI M Akbar Djohan mengungkapkan, isu dwelling time hanya berkontribusi sekitar 10% terhadap logistik nasional. Persoalan krusial dalam logistik di Indonesia adalah regulasi yang kerap bertentangan dengan upaya pemerintah memperbaiki persoalan logistik nasional.
"Isu dwelling time itu hanya 10% dari masalah logistik nasional. Hanya kurang dari 10% kontribusinya terhadap logistik nasional. Yang menjadi masalah utama adalah regulasi itu sendiri sebagai output dari pemerintah sebagai regulator yang masih produktif mengeluarkan aturan kontraproduktif. Saling bertentangan," kata dia di Jakarta, Minggu (3/4/2016).
Akbar mencontohkan, peraturan pinalti 900% di hari kedua yang bertentangan dengan produk deregulasi yang dikeluarkan Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian. Peraturan tersebut justru menghambat perbaikan di sektor logistik nasional.
"Di satu sisi Kemenko Perekonomian dengan giatnya mengeluarkan produk deregulasi untuk meng-cut semua regulasi yang menghambat logistik nasional," imbuhnya.
Menurutnya, hal terpenting yang harus diselesaikan pemerintah adalah perbaikan kelancaran arus barang di dua arah (cargo balance). Sebab, jika hanya berkutat pada dwelling time itu dinilainya bukan sebagai solusi untuk sektor logistik.
"Karena dwelling time itu hanya berkecimpung di ekspor-impor dan menjadi kasus hanya di Tanjung Priok. Sedangkan kita punya lebih dari 10 pelabuhan utama. Ada Tanjung Perak, Tanjung Mas, Belawan, Makassar. Ini yang harus dioptimalisasikan, bukan hanya case di Tanjung Priok," terang dia.
Selain itu, sinergi antar satu kementerian dengan kementerian lain juga diperlukan. Karena, regulasi yang ada banyak melibatkan stakeholder terkait dengan logistik nasional.
"Jangan lagi berpikir untuk membuat peraturan, tapi mensinergikan dan mengharmonisasikan itu kuncinya. Itu quick win. Biayanya murah daripada bangun infrastruktur," tandasnya.
Sekadar diketahui, baru-baru ini Akbar yang juga merupakan Chief Executive Officer (CEO) Raja Pindah juga meluncurkan aplikasi yang diperuntukkan sebagai layanan jasa antar barang.
Layanan tersebut tak terbatas pada jasa pindahan semata, melainkan jasa transportasi, ataupun logistik untuk melayanin pengiriman dan distribusi general cargo, project dan heavy cargo ke seluruh Indonesia. Mobile application yang diluncurkan Raja Pindah, sudah dapat diunduh di Apple App Store dan Google Play Store.
(izz)