Manisnya Dividen Saham
A
A
A
BERINVESTASI saham sejatinya mirip berinvestasi pada properti. Jika Anda membeli rumah lalu disewakan, imbal hasilnya berasal dari uang sewa dan kenaikan harga rumah.
Jika Anda membeli saham, imbalhasilnya mengalirdari pembagian dividen tunai dan kenaikan harga saham. Setiap tahun para pemegang saham sebuah perusahaan harus memutuskan berapa persen laba bersih perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Sisanya diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai tambahan modal, dan digunakan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan.
Persentase dividen dari laba bersih disebut dividend payout ratio (DPR), sedangkan laba yang diinvestasikan kembali disebut laba ditahan. Angka DPR jika dikalikan dengan laba bersih per saham (earning per share-EPS), menghasilkan dividen per saham (dividend per share -DPS).
Angka ini yang penting bagi investor. Ukuran lain yang sering dipakai adalah imbal hasil dividen alias dividend yield . Angka ini diperoleh dari membagi dividen per saham dengan harga pasar saham.
Misalnya, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR) pada 2015 membagikan dividen Rp71,60 per saham. Jika diukur dengan harga saat ini Rp900, maka dividend yield-nya adalah 8%, masih di atas bunga deposito.
Padahal, kenaikan harga (capital gain ) saham BJBR sepanjang 2015 adalah 10,4%. Jika dijumlah, 18,4% per tahun adalah imbal hasil yang dinikmati pemegang saham bank daerah yang terkenal rajin bagi dividen ini. Dari laba bersihnya, perusahaan publik biasanya membagikan dividen tunai dua kali setahun.
Yang pertama disebut dividen interim, yang berikutnya disebut dividen final. Ambil contoh, pada 2015 PT Astra International Tbk (ASII) membagikan dividen interim sebesar Rp64 per saham pada 21 Oktober 2015. Dividen ini diambilkan dari laba perusahaan semester I/2015, dan harus mendapat persetujuan komisaris. ASII merencanakan membagikan dividen final Rp113 per saham untuk tahun buku 2015.
Rencana ini, bersama dengan dividen interim, akan diusulkan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPTS) ASII yang akan digelar pada April 2016. Maka dari laba ASII tahun 2015, pemegang saham ASII berharap menerima total dividen Rp177 per saham.
Jika kita membeli saham dan ingin menikmati dividennya, pastikan bahwa kita membeli saham sebelum ex-dividend date. Biasanya saat perusahaan mengumumkan akan membagikan dividen, akan diinformasikan ke publik jadwal pelaksanaannya.
Informasi meliputi tanggal pembayaran dividen, dan cum dividend date atau hari terakhir seorang pembeli saham masih berhak menerima dividen. Jika ia membeli saham sehari kerja setelah cum date , yaitu ex dividend date, ia tidak berhak atas dividen yang dibagikan tersebut. Apakah investor suka dividen? Bagi sebagian besar pelaku pasar saham, dividen tidak terlalu penting.
Maklum mereka kebanyakan adalah trader saham yang memanfaatkan fluktuasi harga saham secara jangka pendek. Istilahnya, investor "Jigobur" alias untung jigo (25 rupiah) langsung kabur. Namun, bagaimana jika seorang investor membeli saham, lalu disimpan untuk diwariskan turun temurun? Bagaimana dengan seorang pensiunan yang menyandarkan hidupnya pada investasi sahamnya? Pada kondisi ini dividen menjadi penting karena imbal hasil sang investor hanya dari pembagian dividen tunai perusahaan.
Bagi investor yang senang manisnya madu dividen, merekabisa berburu saham yang memberikan dividend yield tinggi. Strategi income investing bisa diterapkan. Biasanya saham saham publik yang royal membagikan dividen adalah saham yang pemegang saham mayoritasnya adalah pemerintah (sahampelatmerah).
Sayangnya, tidak semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) rajin bagi dividen. Pada periode 1991- 2006 diketahui hanya 60% dari korporasi pencetak laba bersih memilih membayar dividen dengan rata-rata dividend payout ratio (DPR) sebesar 25%.
Sebagian perusahaan memilih untuk menginvestasikan kembali laba perusahaan. Misalnya, PT Hero Supermarket Tbk yang pernah selama 13 tahun tidak bagi dividen meskipun mencetak laba.
Bagaimana sebaiknya investor memandang dividen? Menurut investor legendaris Warren Buffett, kestabilan dividen dan laba bersih merupakan indikator bahwa korporasi dikelola secara baik dan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage). Logikanya, pada saat kondisi bisnis sedang tidak bagus pun perusahaan tersebut masih mampu membagikan dividen.
Investor memang sebaiknya menghindari perusahaan yang jarang membagikan dividen, karena profitabilitasnya pas-pasan. Namun perlu dicatat, tidak semua perusahaan yang pelit membagikan dividen adalah buruk. Untuk perusahaan yang memiliki tata kelola baik dengan prospek pertumbuhan laba yang cerah, pelit bagi dividen justru baik bagi investor.
Dari saham kategori bertumbuh ini (growth stocks), dividend yield yang relatif rendah akan dikompensasi oleh capital gain yang tinggi.
Lukas Setia Atmaja
Financial Expert-Prasetiya Mulya Business School
Jika Anda membeli saham, imbalhasilnya mengalirdari pembagian dividen tunai dan kenaikan harga saham. Setiap tahun para pemegang saham sebuah perusahaan harus memutuskan berapa persen laba bersih perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Sisanya diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai tambahan modal, dan digunakan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan.
Persentase dividen dari laba bersih disebut dividend payout ratio (DPR), sedangkan laba yang diinvestasikan kembali disebut laba ditahan. Angka DPR jika dikalikan dengan laba bersih per saham (earning per share-EPS), menghasilkan dividen per saham (dividend per share -DPS).
Angka ini yang penting bagi investor. Ukuran lain yang sering dipakai adalah imbal hasil dividen alias dividend yield . Angka ini diperoleh dari membagi dividen per saham dengan harga pasar saham.
Misalnya, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR) pada 2015 membagikan dividen Rp71,60 per saham. Jika diukur dengan harga saat ini Rp900, maka dividend yield-nya adalah 8%, masih di atas bunga deposito.
Padahal, kenaikan harga (capital gain ) saham BJBR sepanjang 2015 adalah 10,4%. Jika dijumlah, 18,4% per tahun adalah imbal hasil yang dinikmati pemegang saham bank daerah yang terkenal rajin bagi dividen ini. Dari laba bersihnya, perusahaan publik biasanya membagikan dividen tunai dua kali setahun.
Yang pertama disebut dividen interim, yang berikutnya disebut dividen final. Ambil contoh, pada 2015 PT Astra International Tbk (ASII) membagikan dividen interim sebesar Rp64 per saham pada 21 Oktober 2015. Dividen ini diambilkan dari laba perusahaan semester I/2015, dan harus mendapat persetujuan komisaris. ASII merencanakan membagikan dividen final Rp113 per saham untuk tahun buku 2015.
Rencana ini, bersama dengan dividen interim, akan diusulkan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPTS) ASII yang akan digelar pada April 2016. Maka dari laba ASII tahun 2015, pemegang saham ASII berharap menerima total dividen Rp177 per saham.
Jika kita membeli saham dan ingin menikmati dividennya, pastikan bahwa kita membeli saham sebelum ex-dividend date. Biasanya saat perusahaan mengumumkan akan membagikan dividen, akan diinformasikan ke publik jadwal pelaksanaannya.
Informasi meliputi tanggal pembayaran dividen, dan cum dividend date atau hari terakhir seorang pembeli saham masih berhak menerima dividen. Jika ia membeli saham sehari kerja setelah cum date , yaitu ex dividend date, ia tidak berhak atas dividen yang dibagikan tersebut. Apakah investor suka dividen? Bagi sebagian besar pelaku pasar saham, dividen tidak terlalu penting.
Maklum mereka kebanyakan adalah trader saham yang memanfaatkan fluktuasi harga saham secara jangka pendek. Istilahnya, investor "Jigobur" alias untung jigo (25 rupiah) langsung kabur. Namun, bagaimana jika seorang investor membeli saham, lalu disimpan untuk diwariskan turun temurun? Bagaimana dengan seorang pensiunan yang menyandarkan hidupnya pada investasi sahamnya? Pada kondisi ini dividen menjadi penting karena imbal hasil sang investor hanya dari pembagian dividen tunai perusahaan.
Bagi investor yang senang manisnya madu dividen, merekabisa berburu saham yang memberikan dividend yield tinggi. Strategi income investing bisa diterapkan. Biasanya saham saham publik yang royal membagikan dividen adalah saham yang pemegang saham mayoritasnya adalah pemerintah (sahampelatmerah).
Sayangnya, tidak semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) rajin bagi dividen. Pada periode 1991- 2006 diketahui hanya 60% dari korporasi pencetak laba bersih memilih membayar dividen dengan rata-rata dividend payout ratio (DPR) sebesar 25%.
Sebagian perusahaan memilih untuk menginvestasikan kembali laba perusahaan. Misalnya, PT Hero Supermarket Tbk yang pernah selama 13 tahun tidak bagi dividen meskipun mencetak laba.
Bagaimana sebaiknya investor memandang dividen? Menurut investor legendaris Warren Buffett, kestabilan dividen dan laba bersih merupakan indikator bahwa korporasi dikelola secara baik dan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage). Logikanya, pada saat kondisi bisnis sedang tidak bagus pun perusahaan tersebut masih mampu membagikan dividen.
Investor memang sebaiknya menghindari perusahaan yang jarang membagikan dividen, karena profitabilitasnya pas-pasan. Namun perlu dicatat, tidak semua perusahaan yang pelit membagikan dividen adalah buruk. Untuk perusahaan yang memiliki tata kelola baik dengan prospek pertumbuhan laba yang cerah, pelit bagi dividen justru baik bagi investor.
Dari saham kategori bertumbuh ini (growth stocks), dividend yield yang relatif rendah akan dikompensasi oleh capital gain yang tinggi.
Lukas Setia Atmaja
Financial Expert-Prasetiya Mulya Business School
(izz)