Pasar SBN Diyakini Terdongkrak BI Repo Rate
A
A
A
JAKARTA - Perubahan kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dari BI rate menjadi BI 7 day Reserve Repo Rate diyakini akan mendongkrak upaya pendalaman pasar keuangan termasuk pasar Surat Berharga Negara (SBN) menjadi semakin bergairah. Ekonom dari Bank Central Asia (BCA), David Sumual menerangkan kebijakan ini akan mengaktifkan reserve repo market untuk SBN,
"Pasar SBN itu kita tahu ada, tapi selama ini pasar gadainya itu kurang rapid. Dengan adanya kebijakan 7 Days Reserve Repo Rate itu, nanti diharapkan marketnya lebih rapid dan lebih bergairah," kata dia kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (17/4/2016).
(Baca Juga: BI Repo Rate Dinilai Obat Sementara 'Penyakit' Moneter)
Dia menambahkan BI sebetulnya tidak ingin mengembangkan dana di instrumen BI sendiri. Karena itu akan menjadi dana idle dan tidak bisa dikembangkan. Berbeda jika menaruh di SBN. "Karena kalau itu idle, pasti enggak bisa diapa-apakan. BI juga sebetulnya tidak ingin seperti itu," lanjutnya
BI, menurutnya ingin dana tersebut lebih berkembang dan bisa menggerakkan ekonomi Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan di berbagai bidang di sektor infrastruktur. Ini sebagai bentuk komitmen melakukan pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan sehingga instrumen dan likuiditas di pasar keuangan pun harus di tingkatkan.
Dengan instrumen bertenor pendek tersebut, diharapkan transaksi di pasar uang bisa jadi lebih aktif dan perputaran uang bisa menjadi lebih cepat sehingga berdampak pada likuiditas perbankan.
Dijelaskan selama ini transaksi repo antar bank tidak begitu efektif akibat keterbatasan instrumen dan isu kepercayaan antar bank, sehingga bank yang cenderung kelebihan likuiditas lebih nyaman menempatkan dananya dalam instrumen BI.
"Kalau kita taruh di SBN, dananya bisa dipakai pemerintah untuk menggerakkan ekonomi, dan sektor rill kita bisa jalan berkat penempatan di SBN itu," pungkasnya.
"Pasar SBN itu kita tahu ada, tapi selama ini pasar gadainya itu kurang rapid. Dengan adanya kebijakan 7 Days Reserve Repo Rate itu, nanti diharapkan marketnya lebih rapid dan lebih bergairah," kata dia kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (17/4/2016).
(Baca Juga: BI Repo Rate Dinilai Obat Sementara 'Penyakit' Moneter)
Dia menambahkan BI sebetulnya tidak ingin mengembangkan dana di instrumen BI sendiri. Karena itu akan menjadi dana idle dan tidak bisa dikembangkan. Berbeda jika menaruh di SBN. "Karena kalau itu idle, pasti enggak bisa diapa-apakan. BI juga sebetulnya tidak ingin seperti itu," lanjutnya
BI, menurutnya ingin dana tersebut lebih berkembang dan bisa menggerakkan ekonomi Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan di berbagai bidang di sektor infrastruktur. Ini sebagai bentuk komitmen melakukan pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan sehingga instrumen dan likuiditas di pasar keuangan pun harus di tingkatkan.
Dengan instrumen bertenor pendek tersebut, diharapkan transaksi di pasar uang bisa jadi lebih aktif dan perputaran uang bisa menjadi lebih cepat sehingga berdampak pada likuiditas perbankan.
Dijelaskan selama ini transaksi repo antar bank tidak begitu efektif akibat keterbatasan instrumen dan isu kepercayaan antar bank, sehingga bank yang cenderung kelebihan likuiditas lebih nyaman menempatkan dananya dalam instrumen BI.
"Kalau kita taruh di SBN, dananya bisa dipakai pemerintah untuk menggerakkan ekonomi, dan sektor rill kita bisa jalan berkat penempatan di SBN itu," pungkasnya.
(akr)