Holdingisasi BUMN Berpotensi jadi Bancakan Elit Politik
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bersatu, Arief Poyuono mengatakan langkah Menteri Rini Soemarno melakukan holdingisasi perusahaan BUMN disinyalir ingin mencari aman dan menjadikan BUMN sebagai bancakan elit-elit politik.
Kementerian BUMN pada pekan lalu menggaungkan wacana holding BUMN energi, yang akan dilaksanakan tahun ini. Nantinya, PT Pertamina (Persero) akan menjadi induk dari holding tersebut, sementara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) menjadi anak usaha Pertamina.
Skema holdingisasi perusahaan pelat merah adalah dengan BUMN yang kepemilikan sahamnya 100% oleh negara akan memegang perusahaan BUMN yang lain. Saat ini, kajian mengenai holdingisasi tersebut telah rampung dan telah berada di Kementerian Keuangan.
"Ini satu cara juga untuk mencari aman dalam menjadikan BUMN sebagai bancakan. Dan soal tunduk ke peraturan UU Negara dan Tipikor, itu holdingnya. Tapi anak-anak perusahaannya serta merta tidak lagi tunduk kepada UU dan Tipikor,” kata Arief kepada Sindonews, Jakarta, Senin (18/4/2016)
Artinya akan lebih mudah untuk menjarah BUMN tersebut. Setiap keputusan untuk mengeluarkan uang guna keperluan, akan keluar secara tidak jelas, karena mereka tidak perlu dipertanggung jawabkan ke negara sebagai pemegang saham.
(Baca: Dongkrak Kinerja Emiten, Holding BUMN Menarik Investor)
"Berbeda dengan BUMN yang tidak holding. Dia masih terkena dan patuh terhadap UU Keuangan Negara dan Tipikor kalau nanti suatu saat ada penyelewengan. Itu yang terpenting," katanya.
Misalnya, terjadi penyelewengan di anak perusahaan BUMN yang berada di holding, perusahaan tersebut tidak bisa dijerat dengan pasal korupsi. Dia hanya bisa dijerat dengan pasal pidana biasa.
"Biasanya menggunakan pasal penggelapan. Itu pasti hasilnya enggak maksimal," pungkasnya.
Kementerian BUMN pada pekan lalu menggaungkan wacana holding BUMN energi, yang akan dilaksanakan tahun ini. Nantinya, PT Pertamina (Persero) akan menjadi induk dari holding tersebut, sementara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) menjadi anak usaha Pertamina.
Skema holdingisasi perusahaan pelat merah adalah dengan BUMN yang kepemilikan sahamnya 100% oleh negara akan memegang perusahaan BUMN yang lain. Saat ini, kajian mengenai holdingisasi tersebut telah rampung dan telah berada di Kementerian Keuangan.
"Ini satu cara juga untuk mencari aman dalam menjadikan BUMN sebagai bancakan. Dan soal tunduk ke peraturan UU Negara dan Tipikor, itu holdingnya. Tapi anak-anak perusahaannya serta merta tidak lagi tunduk kepada UU dan Tipikor,” kata Arief kepada Sindonews, Jakarta, Senin (18/4/2016)
Artinya akan lebih mudah untuk menjarah BUMN tersebut. Setiap keputusan untuk mengeluarkan uang guna keperluan, akan keluar secara tidak jelas, karena mereka tidak perlu dipertanggung jawabkan ke negara sebagai pemegang saham.
(Baca: Dongkrak Kinerja Emiten, Holding BUMN Menarik Investor)
"Berbeda dengan BUMN yang tidak holding. Dia masih terkena dan patuh terhadap UU Keuangan Negara dan Tipikor kalau nanti suatu saat ada penyelewengan. Itu yang terpenting," katanya.
Misalnya, terjadi penyelewengan di anak perusahaan BUMN yang berada di holding, perusahaan tersebut tidak bisa dijerat dengan pasal korupsi. Dia hanya bisa dijerat dengan pasal pidana biasa.
"Biasanya menggunakan pasal penggelapan. Itu pasti hasilnya enggak maksimal," pungkasnya.
(ven)