ESDM Tak Sepakat Bentuk Agregator Gas Nasional
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepertinya belum satu suara soal pembentukan badan agregator gas, setelah Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) ESDM, I GN Wiratmaja Puja mengaku dirinya tidak sepakat terkait rencana pembentukan badan agregator gas. Hal ini lantaran dinilai terkesan memonopoli pasar.
Dia menambahkan lebih memilih membentuk badan penyangga gas yang dimaksudkan untuk menentukan harga gas industri yang nantinya akan disalurkan ke konsumen. Menurutnya hal ini dilakukan karena melihat fakta di lapangan bahwa terjadi ketidakadilan harga yang sampai ke konsumen.
"Bukan agregator (gas) ya karena itu semacam monopoli. Jadi saya ingin lebih kepada badan penyangga (gas) untuk menentukan harga," katanya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
(Baca Juga: Menteri ESDM Sebut PGN Layak Jadi Agregator Gas Nasional)
Lanjut dia pihaknya menemukan situasi yang kompleks di mana harga gas tidak sama di beberapa daerah. Misalnya, di Jawa Timur harga gas industri murah, sementara di wilayah Sumatera Utara harganya dua kali lipat lebih tinggi dari harga yang ada di Jawa. "Lantas pemerintah harus membuat aturan untuk mengumpulkan semua sumber gas dan menentukan harga," imbuh dia.
(Baca Juga: Pengamat Nilai Pertagas Lebih Cocok Jadi Agregator Gas)
Tak hanya itu, diterangkan juga harga gas untuk industri biasanya lebih murah. Sementara harga gas untuk industri kelistrikan jauh lebih mahal. "Ini yang harus kita diskusikan agar harganya lebih adil," tandasnya.
Dia menambahkan lebih memilih membentuk badan penyangga gas yang dimaksudkan untuk menentukan harga gas industri yang nantinya akan disalurkan ke konsumen. Menurutnya hal ini dilakukan karena melihat fakta di lapangan bahwa terjadi ketidakadilan harga yang sampai ke konsumen.
"Bukan agregator (gas) ya karena itu semacam monopoli. Jadi saya ingin lebih kepada badan penyangga (gas) untuk menentukan harga," katanya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
(Baca Juga: Menteri ESDM Sebut PGN Layak Jadi Agregator Gas Nasional)
Lanjut dia pihaknya menemukan situasi yang kompleks di mana harga gas tidak sama di beberapa daerah. Misalnya, di Jawa Timur harga gas industri murah, sementara di wilayah Sumatera Utara harganya dua kali lipat lebih tinggi dari harga yang ada di Jawa. "Lantas pemerintah harus membuat aturan untuk mengumpulkan semua sumber gas dan menentukan harga," imbuh dia.
(Baca Juga: Pengamat Nilai Pertagas Lebih Cocok Jadi Agregator Gas)
Tak hanya itu, diterangkan juga harga gas untuk industri biasanya lebih murah. Sementara harga gas untuk industri kelistrikan jauh lebih mahal. "Ini yang harus kita diskusikan agar harganya lebih adil," tandasnya.
(akr)