Pemerintah Didesak Dorong Pertumbuhan Womenpreneur
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dinilai sudah saat mendorong tumbuhnya wirausahawan perempuan (womenpreneur) agar bisa semakin kompetitif menghadapi era persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sejauh ini kaum perempuan di daerah masih banyak menemui kendala dalam merintis usaha secara mandiri.
''Saat ini masih banyak perempuan di berbagai pelosok tanah air yang hidup dalam himpitan ekonomi. Mereka perlu dibangkitkan dari keterpurukan ekonomi,'' kata pemerhati ekonomi dari Indosterling Capital, William Henley di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Dia menerangkan saran tersebut berkaitan dengan Hari Kartini pada 21 April. Sebagaimana Kartini, kata dia, sudah sepatutnya semua pihak berani memperjuangkan kesetaraan laki dan perempuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bisnis.
''Ini bisa dimulai dari perempuan itu sendiri. Mereka harus memiliki rasa percaya yang tinggi, bahwa mereka mampu mandiri secara ekonomi dan menjadi pebisnis tangguh,'' ujarnya.
Lanjut dia berdasarkan data yang pernah dirilis Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), kaum perempuan adalah pihak yang paling banyak menggeluti sektor bisnis. Dari 52 juta pelaku UKM di Indonesia yang terdata, sebanyak 60% dikelola oleh perempuan.
Jika selama ini UKM dikatakan sektor paling kebal dari krisis dan menjadi penyelamat ekonomi nasional, William mengatakan, maka pengusaha perempuan tentunya memiliki peran sangat siginifikan dalam perekonomian nasional.
''Bercermin dari kondisi tersebut, perlu kiranya ada upaya yang lebih terencana untuk mendorong kemandirian perempuan secara ekonomi. Di sinilah peran pemerintah harusnya mampu memberikan berbagai kemudahan buat kaum perempuan," paparnya.
Sejauh ini dia menagku melihat kaum perempuan yang ingin merintis usaha kerap kali mengalami kendala permodalan. Sektor perbankan, kata dia, masih enggan mengucurkan kredit karena menganggap belum bankable dan usahanya tidak prospektif.
Kendala lain sulitnya adalah menembus pasar. Mereka sudah mampu menciptakan produk bernilai ekonomi, namun bingung kemana produk akan dipasarkan. ''Minimnya informasi tentang target pasar dan buruknya infrastruktur mempersulit penjualan produk dari satu daerah ke daerah lain,'' sambung dia.
Padahal untuk membangun jiwa kewirausahaan di pedesaan, menurut William, sebenarnya bisa melalui komunitas. Pertimbangannya ikatan kekerabatan (keguyuban) masyarakat di pedasaan masih kuat. Perlu dibangun cluster - cluster pengembangan ekonomi sesuai karakteristik daerah masing-masing.
Dicontohkan di Palembang perlu dibangun cluster ekonomi kain songket dengan perempuan sebagai tulang punggungnya. Hal yang sama bisa dilakukan di Pakelongan untuk cluster ekonomi produk-produk berbasis batik. Lalu agar hasilnya maksimal, kata William, program tersebut harus bersifat lintas sektoral.
''Kita memiliki beberapa kementerian dan lembaga yang harusnya bisa mengemas program pemberdayaan perempuan yang mumpuni. Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Badan Ekonomi Kreatif harus satu irama untuk memberdayakan perempuan,'' pintanya.
''Saat ini masih banyak perempuan di berbagai pelosok tanah air yang hidup dalam himpitan ekonomi. Mereka perlu dibangkitkan dari keterpurukan ekonomi,'' kata pemerhati ekonomi dari Indosterling Capital, William Henley di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Dia menerangkan saran tersebut berkaitan dengan Hari Kartini pada 21 April. Sebagaimana Kartini, kata dia, sudah sepatutnya semua pihak berani memperjuangkan kesetaraan laki dan perempuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bisnis.
''Ini bisa dimulai dari perempuan itu sendiri. Mereka harus memiliki rasa percaya yang tinggi, bahwa mereka mampu mandiri secara ekonomi dan menjadi pebisnis tangguh,'' ujarnya.
Lanjut dia berdasarkan data yang pernah dirilis Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), kaum perempuan adalah pihak yang paling banyak menggeluti sektor bisnis. Dari 52 juta pelaku UKM di Indonesia yang terdata, sebanyak 60% dikelola oleh perempuan.
Jika selama ini UKM dikatakan sektor paling kebal dari krisis dan menjadi penyelamat ekonomi nasional, William mengatakan, maka pengusaha perempuan tentunya memiliki peran sangat siginifikan dalam perekonomian nasional.
''Bercermin dari kondisi tersebut, perlu kiranya ada upaya yang lebih terencana untuk mendorong kemandirian perempuan secara ekonomi. Di sinilah peran pemerintah harusnya mampu memberikan berbagai kemudahan buat kaum perempuan," paparnya.
Sejauh ini dia menagku melihat kaum perempuan yang ingin merintis usaha kerap kali mengalami kendala permodalan. Sektor perbankan, kata dia, masih enggan mengucurkan kredit karena menganggap belum bankable dan usahanya tidak prospektif.
Kendala lain sulitnya adalah menembus pasar. Mereka sudah mampu menciptakan produk bernilai ekonomi, namun bingung kemana produk akan dipasarkan. ''Minimnya informasi tentang target pasar dan buruknya infrastruktur mempersulit penjualan produk dari satu daerah ke daerah lain,'' sambung dia.
Padahal untuk membangun jiwa kewirausahaan di pedesaan, menurut William, sebenarnya bisa melalui komunitas. Pertimbangannya ikatan kekerabatan (keguyuban) masyarakat di pedasaan masih kuat. Perlu dibangun cluster - cluster pengembangan ekonomi sesuai karakteristik daerah masing-masing.
Dicontohkan di Palembang perlu dibangun cluster ekonomi kain songket dengan perempuan sebagai tulang punggungnya. Hal yang sama bisa dilakukan di Pakelongan untuk cluster ekonomi produk-produk berbasis batik. Lalu agar hasilnya maksimal, kata William, program tersebut harus bersifat lintas sektoral.
''Kita memiliki beberapa kementerian dan lembaga yang harusnya bisa mengemas program pemberdayaan perempuan yang mumpuni. Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Badan Ekonomi Kreatif harus satu irama untuk memberdayakan perempuan,'' pintanya.
(akr)