WALHI: Reklamasi Teluk Jakarta Bukti Negara Dilecehkan Korporasi
A
A
A
JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai, proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta merupakan bukti bahwa negara telah dilecehkan oleh korporasi. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman telah memutuskan untuk membekukan sementara proyek tersebut, namun hingga saat ini perusahaan masih melakukan pengerukan pasir di pesisir utara Jakarta tersebut.
Dewan Daerah WALHI Moestaqim Dahlan mengungkapkan, moratorium proyek reklamasi teluk Jakarta yang dilakukan pemerintah saat ini baru sebatas tindakan politik semata. Pemerintah harus melakukan upaya penegakan hukum jika ingin moratorium ini hanya dijadikan bancakan politik semata.
"WALHI apresiasi pemerintah pusat dengan memoratorium. Tapi moratorium yang ada sekarang baru sebatas tindakan politik. Kalau tidak ada upaya penegakan hukum hanya jadi bancakan dan angin segar. Moratorium harus jelas jangan jadi bancakan politik," katanya dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya, Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Menurutnya, pemerintah harus tegas kepada siapapun yang melakukan pelanggaran terkait proyek prestisius Jakarta ini. Sebab, saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan izin reklamasi namun peraturan daerah (perda) hingga izin lingkungan belum jelas.
"Ini pelanggaran. Makanya saya bilang ini harus tegas. Kalau salah ya salah. Ketika ada kesalahan ya harus ada tindakan. Karena material yang diambil adalah curian ya harus ditindak. Kalau dia mengeruk, ini juga hasil curian. Ketika hasil curian dan dipublikasi, maka pembelinya adalah penadah," tegas dia.
Pria yang akrab disapa Alan ini menilai, saat pemerintah pusat telah menegaskan untuk menunda proyek reklamasi ini, namun ternyata masih tetap terjadi pengerukan pasir di pesisir Jakarta maka hal tersebut merupakan pencurian. Pemerintah pun diminta secara tegas menindak pencurian atas nama reklamasi tersebut.
"DPRD sudah berhentikan pembahasan izin zonasi, KLH lagi investigasi, trus Menko Maritim dan Wapres stop reklamasi. Ketika sudah dikatakan stop, tapi perusahaan atas izin gubernur tetap melakukan pencurian pasir ini kesalahan besar. Negara dilecehkan oleh korporasi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramlimemutuskan menghentikan sementara proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. Hal tersebut disampaikan usai rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dia menjelaskan, dihentikannya reklamasi Pantai Utara Jakarta tersebut lantaran proyek tersebut masih belum memenuhi unsur dalam Undang-undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, UU Nomor 26 tahun 2007, dan Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012.
Menurut Rizal, pada dasarnya reklamasi adalah proyek yang banyak terjadi di seluruh dunia. Namun, harus memenuhi tiga objektif, yaitu kepentingan rakyat, kepentingan negara dan kepentingan bisnis.
"Dalam kaitan itu, agar semua objektif dapat dicapai kami meminta untuk sementara kita hentikan moratorium pembangunan proyek reklamasi sampai UU dipenuhi," tegasnya, di Kantor Kemenko bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Dewan Daerah WALHI Moestaqim Dahlan mengungkapkan, moratorium proyek reklamasi teluk Jakarta yang dilakukan pemerintah saat ini baru sebatas tindakan politik semata. Pemerintah harus melakukan upaya penegakan hukum jika ingin moratorium ini hanya dijadikan bancakan politik semata.
"WALHI apresiasi pemerintah pusat dengan memoratorium. Tapi moratorium yang ada sekarang baru sebatas tindakan politik. Kalau tidak ada upaya penegakan hukum hanya jadi bancakan dan angin segar. Moratorium harus jelas jangan jadi bancakan politik," katanya dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya, Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Menurutnya, pemerintah harus tegas kepada siapapun yang melakukan pelanggaran terkait proyek prestisius Jakarta ini. Sebab, saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan izin reklamasi namun peraturan daerah (perda) hingga izin lingkungan belum jelas.
"Ini pelanggaran. Makanya saya bilang ini harus tegas. Kalau salah ya salah. Ketika ada kesalahan ya harus ada tindakan. Karena material yang diambil adalah curian ya harus ditindak. Kalau dia mengeruk, ini juga hasil curian. Ketika hasil curian dan dipublikasi, maka pembelinya adalah penadah," tegas dia.
Pria yang akrab disapa Alan ini menilai, saat pemerintah pusat telah menegaskan untuk menunda proyek reklamasi ini, namun ternyata masih tetap terjadi pengerukan pasir di pesisir Jakarta maka hal tersebut merupakan pencurian. Pemerintah pun diminta secara tegas menindak pencurian atas nama reklamasi tersebut.
"DPRD sudah berhentikan pembahasan izin zonasi, KLH lagi investigasi, trus Menko Maritim dan Wapres stop reklamasi. Ketika sudah dikatakan stop, tapi perusahaan atas izin gubernur tetap melakukan pencurian pasir ini kesalahan besar. Negara dilecehkan oleh korporasi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramlimemutuskan menghentikan sementara proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. Hal tersebut disampaikan usai rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dia menjelaskan, dihentikannya reklamasi Pantai Utara Jakarta tersebut lantaran proyek tersebut masih belum memenuhi unsur dalam Undang-undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, UU Nomor 26 tahun 2007, dan Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012.
Menurut Rizal, pada dasarnya reklamasi adalah proyek yang banyak terjadi di seluruh dunia. Namun, harus memenuhi tiga objektif, yaitu kepentingan rakyat, kepentingan negara dan kepentingan bisnis.
"Dalam kaitan itu, agar semua objektif dapat dicapai kami meminta untuk sementara kita hentikan moratorium pembangunan proyek reklamasi sampai UU dipenuhi," tegasnya, di Kantor Kemenko bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (18/4/2016).
(dol)