Revisi UU Migas Harus Wujudkan Pertamina Sebagai NOC
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) Nomor 22 Tahun 2001 dinilai sangat liberal. Karena itu diperlukan revisi UU Migas untuk mengembalikan sektor ini kepada falsafah Pasal 33 UUD 1945, yakni demi kemakmuran rakyat.
Untuk mewujudkan itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas mengatakan, salah satu caranya menjadikan Pertamina sebagai National Oil Company (NOC).
"Implemantasi yang paling penting itu, menjadikan BUMN yang mempunyai nilai strategis di bidang perminyakan, dalam hal ini Pertamina, betul-betul bisa kita jadikan National Oil Company," katanya dalam keterangannya kepada Sindonews, Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Menurut Supratman, hal seperti itu bukan hanya di sektor migas juga sektor lainnya. Komisi VII DPR juga sedang menggagas di sektor pertambangan, karena harus lahir perusahaan negara yang khusus menangani sumber daya alam agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika bicara NOC, lanjut Supratman, dulu Petronas belajar soal migas kepada Pertamina. Dari hasil belajar itu, kini Petronas mempunyai kontribusi besar ke APBN Malaysia, yakni sebesar 40%.
Karena itu, menurut dia, kekayaan migas Indonesia tidak cukup hanya di buku negara tapi tidak memberi nilai apa-apa. “Dan ini akan jauh berbeda jika diberikan hak menguasai, negara memberi hak menguasai kepada NOC, dalam hal ini Pertamina,” katanya.
Selain mengacu pada faktor nasionalisme, Pertamina mempunyai pengalaman bidang migas yang mumpuni ketimbang SKK Migas. Sehingga sudah sepatutnya Pertamina menjadi NOC.
"Menurut saya, itu (SKK dijadikan NOC) sesuatu hal, karena harus membuat lagi struktur yang baru. Padahal, Pertamina sudah mengerti soal bagaimana kelola minyak dan gas," ujar Supratman.
Dasar pertimbangan di atas, sudah saatnya untuk memberi dukungan agar Pertamina menjadi NOC. Bila ini dapat dilakukan, maka aset Pertamina dari implementasi menguasai hak negara ini, bisa tercatat di dalam buku. Maka bisa dilakukan kegiatan di hulu dan hilir, sehingga ada kapitalisasi aset untuk memudahkan Pertamina memperoleh pembiayaan dibandingkan kondisi sekarang.
Namun tidak bisa dibayangkan jika implementasi menguasai hak negara itu diberikan kepada SKK Migas sebagai NOC, karena tidak akan bisa terjadi kapitalisasi aset dan sangat merugikan.
"Itu yang ingin kami capai dalam pembahasan di RUU Migas. Sekarang masalahnya government to business. Di RUU Migas ini, kami berharap juga dibangun business to business, dimana Pertamina lebih tau,” tutup Supratman.
Untuk mewujudkan itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas mengatakan, salah satu caranya menjadikan Pertamina sebagai National Oil Company (NOC).
"Implemantasi yang paling penting itu, menjadikan BUMN yang mempunyai nilai strategis di bidang perminyakan, dalam hal ini Pertamina, betul-betul bisa kita jadikan National Oil Company," katanya dalam keterangannya kepada Sindonews, Jakarta, Sabtu (23/4/2016).
Menurut Supratman, hal seperti itu bukan hanya di sektor migas juga sektor lainnya. Komisi VII DPR juga sedang menggagas di sektor pertambangan, karena harus lahir perusahaan negara yang khusus menangani sumber daya alam agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika bicara NOC, lanjut Supratman, dulu Petronas belajar soal migas kepada Pertamina. Dari hasil belajar itu, kini Petronas mempunyai kontribusi besar ke APBN Malaysia, yakni sebesar 40%.
Karena itu, menurut dia, kekayaan migas Indonesia tidak cukup hanya di buku negara tapi tidak memberi nilai apa-apa. “Dan ini akan jauh berbeda jika diberikan hak menguasai, negara memberi hak menguasai kepada NOC, dalam hal ini Pertamina,” katanya.
Selain mengacu pada faktor nasionalisme, Pertamina mempunyai pengalaman bidang migas yang mumpuni ketimbang SKK Migas. Sehingga sudah sepatutnya Pertamina menjadi NOC.
"Menurut saya, itu (SKK dijadikan NOC) sesuatu hal, karena harus membuat lagi struktur yang baru. Padahal, Pertamina sudah mengerti soal bagaimana kelola minyak dan gas," ujar Supratman.
Dasar pertimbangan di atas, sudah saatnya untuk memberi dukungan agar Pertamina menjadi NOC. Bila ini dapat dilakukan, maka aset Pertamina dari implementasi menguasai hak negara ini, bisa tercatat di dalam buku. Maka bisa dilakukan kegiatan di hulu dan hilir, sehingga ada kapitalisasi aset untuk memudahkan Pertamina memperoleh pembiayaan dibandingkan kondisi sekarang.
Namun tidak bisa dibayangkan jika implementasi menguasai hak negara itu diberikan kepada SKK Migas sebagai NOC, karena tidak akan bisa terjadi kapitalisasi aset dan sangat merugikan.
"Itu yang ingin kami capai dalam pembahasan di RUU Migas. Sekarang masalahnya government to business. Di RUU Migas ini, kami berharap juga dibangun business to business, dimana Pertamina lebih tau,” tutup Supratman.
(ven)